Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menyebut konflik di Papua didasarkan pada persoalan harga diri masyarakat Papua. Setelah insiden rasial dan diskriminatif terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang, JK menyebut harga diri masyarakat Papua terluka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Orang, masyarakat, tentu mendambakan suatu kehidupan yang baik, dan infrastruktur yang baik. Tapi ada sesuatu yang kadang lebih tinggi dari itu, yaitu harga diri," kata JK saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu, 3 September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelecehan yang paling jelas, kata JK, adalah insiden umpatan 'monyet' yang ditujukan pada mahasiswa asal Papua di Surabaya pada pertengahan Agustus lalu. Permintaan maaf Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa terhadap masyarakat Papua, seharusnya bisa menyelesaikan masalah. Namun aksi protes berujung kerusuhan semakin meluas ke daerah-daerah lain di tanah Papua.
Karena itu, kata JK, semua pihak diharapkan tetap berhati-hati atau berkata sopan. "Jadi bukan soal dia tidak ingin hidup lebih baik, infrastruktur lebih baek, tapi ada harga diri yang tadi," kata JK.
Sejak awal, pemerintah sudah berusaha mencari solusi atas konflik yang terus terjadi di tanah Papua. Salah satunya, adalah menetapkan Papua sebagai wilayah berotonomi khusus sejak awal 2000-an. Namun nyatanya langkah ini belum menyelesaikan masalah.
"UU Otsus Papua itu juga hasil dialog zaman Gus Dur, zaman Bu Mega. Dana yang sangat besar, secara politik juga diberi kewenangan yang sangat besar, sehingga kadang-kadang mau didialogkan apalagi yang mau dialog. Karena semua sudah tercakup di aturan-aturan otsus itu," ujar JK.