Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Karena Nazar Tak Mau Sendiri

Setelah dicopot dari jabatan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin ”bernyanyi” soal kebobrokan rekan-rekannya di partai dan DPR. Diredam Marzuki Alie.

30 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTEMUAN tingkat tinggi Partai Demokrat, Ahad pagi dua pekan lalu, di Wisma Negara itu sampai pada keputusan final: Muhammad Nazaruddin tak bisa diselamatkan. Sinyal dari pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang sampai ke telinga petinggi Demokrat teramat benderang: keterlibatan bendahara umum partai dalam kasus dugaan suap wisma atlet Jakabaring, Palembang, tak bisa ditutupi. Setelah Nazaruddin menolak mengundurkan diri dari partai, yang tersisa saat itu cuma satu opsi: kader muda asal Simalungun, Sumatera Utara, ini harus dicopot dari posisinya.

Tapi Nazar tak hendak menyerah cepat-cepat. Melalui Ketua Umum Anas Urbaningrum, ia meminta waktu bertemu empat mata dengan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, yang pagi itu memimpin sidang membahas nasibnya. Permintaan ini ditolak. ”Kenapa dia perlu bertemu saya?” demikian sumber Tempo menirukan Yudhoyono. Anas sigap memberikan penjelasan dan meyakinkan perlunya ruang bagi ”terdakwa” untuk memberikan klarifikasi.

Ketua Dewan Pembina Demokrat sedikit melunak. Tapi ia mengajukan syarat: pertemuan tak empat mata. Empat anggota Dewan Kehormatan—E.E. Mangindaan, Amir Syamsuddin, Jero Wacik, dan Anas—diminta hadir. Jadwal pertemuan ditetapkan Senin pukul 08.00 WIB, di kediaman pribadi Presiden Yudhoyono di Cikeas. Satu panitera disiapkan untuk mencatat segala ucapan dan kejadian dalam pertemuan itu. Rapat juga disepakati sebagai sidang resmi partai.

Ketika anggota Dewan Kehormatan berdatangan beberapa puluh menit sebelum sidang dimulai, Nazaruddin sudah tampak di Cikeas ditemani Anas. Awalnya, para elite partai itu mengira dalam forum tersebut Nazar hanya mencurahkan isi hatinya yang gundah. Tapi nyatanya ia jauh lebih gigih mempertahankan kursinya di partai. Dia bilang legawa dicopot dari Dewan Perwakilan Rakyat, tapi minta tak digusur dari pos bendahara umum.

Salah satu orang yang dekat dengan Nazar membenarkan, pagi itu Anas memberikan sokongan. Ketua Umum meyakinkan hadirin tentang betapa besar peran dan sumbangan Nazar bagi Demokrat. ”Anas berusaha agar sanksi yang dijatuhkan tak terlalu berat,” kata sumber Tempo. Selama kurang-lebih satu jam, Nazar membela diri. Ia mengatakan cerita miring yang mengarah kepadanya bohong belaka. Tak hanya membantah, ia balik mengancam.

Dia misalnya menyebut beberapa nama yang akan ia seret jika ia terus-menerus disudutkan. Salah satunya Sekretaris Jenderal Demokrat Edhie Baskoro alias Ibas, putra Yudhoyono. Ia juga melempar kabar tentang siapa yang sebenarnya lebih banyak ”bermain” dalam kasus proyek SEA Games XXVI di Palembang. ”Dia menyebut Choel (Zulkarnain) Mallarangeng sebagai orang yang mengatur tender proyek atas sepengetahuan kakaknya, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng,” kata sumber Tempo. Cerita ini dibenarkan orang dekat Nazaruddin. Nama Wakil Ketua Dewan Pembina Demokrat Marzuki Alie juga disebut. Namun sumber Tempo mengaku tak tahu mengapa Ketua DPR itu diseret-seret.

Melihat mitraliur dilontarkan Nazar, Yudhoyono naik pitam. ”Pak SBY marah besar,” kata sumber di Cikeas. Yudhoyono lantas mengontak nama-nama yang dituduh. Semuanya kompak menyangkal. Kepada Yudhoyono, mereka menyatakan sepakat bendahara umum harus disingkirkan.

Dalam sidang yang kemudian berlanjut tanpa Nazar, kesimpulan tak berubah. Surat keputusan pemecatan segera diteken. Forum menugasi Amir Syamsuddin, Mangindaan, dan Jero Wacik mengumumkan hasilnya pada Senin malam itu juga di kantor Dewan Pimpinan Pusat Demokrat.

l l l

TAPI bukan Nazaruddin jika menyerah. Sore hari setelah dari Cikeas, ia meluncur ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Ditemani anggota Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana, Nazar menemui Ketua DPR Marzuki Alie di lantai tiga gedung Nusantara III. Max Sopacua, wakil ketua umum partai, yang ada di ruangan Marzuki, turut nimbrung. Di sini Nazar kembali mengeluh soal perlakuan partai yang disebutnya zalim. Setelah menyumbang banyak buat membesarkan partai, katanya, ia kini ibarat sepah dibuang.

Ditemui Kamis pekan lalu di kantornya, Marzuki membenarkan cerita itu. ”Nazar mengeluh kepada saya. Dia merasa tidak ikut (terlibat), tapi disalahkan,” ujarnya. Namun Marzuki tak membela Nazar. ”Saya bilang, saya tak ada hubungannya dengan itu. Tak ada ruang bagi saya untuk berbicara. Saya bukan anggota Dewan Kehormatan.”

Menurut Marzuki, yang bisa disampaikannya tak lebih dari sekadar nasihat senior kepada juniornya. ”Saya katakan kepadanya, politik ini dunia gelap. Orang bisa naik atau turun mendadak dan kapan saja. Itu harus kita terima.”

Marzuki bahkan meredam Nazar yang ingin membuka borok petinggi Partai Demokrat. ”Semula dia mau bikin siaran pers,” kata Marzuki. ”Tapi saya minta dia dengarkan apa keputusan Dewan Kehormatan, lalu memikirkan langkah selanjutnya,” ujar Marzuki lagi. ”Kan, sore itu belum ada pengumuman pemecatan.”

Nasihat ini cukup manjur. Nazar, yang sejak siang sesumbar akan menggelar jumpa pers, tiba-tiba mengurungkan niatnya. Bahkan, setelah keputusan pemecatan diumumkan, ia kembali menunda sesi ”buka-bukaan” kepada pers seperti yang ia janjikan. ”Saya masih mengumpulkan dan melengkapi bahan-bahan,” ujarnya kepada beberapa wartawan.

Meski tak jadi menggelar jumpa pers, kepada wartawan tak urung ia ember juga. Ia misalnya menebarkan kabar soal peran Andi dan Choel Mallarangeng dalam berbagai proyek ratusan miliar di Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Ia juga menuding Andi berada di balik skenario pencopotan dirinya. Andi, kata Nazar, sakit hari karena kalah dalam perebutan kursi ketua umum pada kongres partai di Bandung tahun lalu.

Tudingan ini ditepis Andi. Dalam berbagai kesempatan, mantan juru bicara presiden itu mengatakan tak mengerti kenapa dijadikan sasaran tembak. Ia pun menjamin tak terlibat dalam permainan proyek Kementerian. Kepada Tempo sebelumnya, Choel menyatakan tak mau menanggapi tudingan Nazar.

Nazar, yang berkali-kali menghubungi Tempo pekan lalu, menyatakan tak asal bicara. Ia memastikan suatu ketika akan membuka detail borok musuh politiknya di partai. Ia memberikan beberapa contoh, tapi menyatakan semua pernyataannya off the record.

l l l

RABU malam di Cikeas, lebih dari 200 kader Partai Demokrat disuguhi soto bangkong, sup kambing, dan bebek goreng. ”Enak-enaklah,” kata Benny Kabur Harman, ketua tim pencari fakta kasus Nazar yang dibentuk Fraksi Demokrat di DPR.

Tapi ”suguhan” sebenarnya malam itu baru dimulai sekitar pukul delapan. Isinya adalah wejangan Yudhoyono tentang gonjang-ganjing yang menerpa Demokrat beberapa pekan terakhir. ”Ini gempa bumi untuk menguji ketahanan partai kami,” Benny mengutip sebagian isi wejangan itu. ”Pak SBY terlihat santai.”

Ketua Departemen Perencanaan Pembangunan Nasional Partai Demokrat Kastorius Sinaga menuturkan Yudhoyono menyebut kasus Nazar sebagai musibah politik. ”Tiga perempat dari dua jam imbauan beliau adalah tentang Nazaruddin,” ujarnya. Menurut Kastorius, sejak pertengahan tahun lalu, Yudhoyono telah mengantongi lima pengaduan menyangkut ulah sang mantan bendahara. ”Empat di antaranya soal dana ilegal dan perannya dalam mengatur anggaran.”

Berangkat dari kasus ini pula Ketua Dewan Pembina mengingatkan sejumlah kadernya yang dinilai sudah mulai melenceng dari etika dan tata organisasi. ”Berdasarkan pemantauan beliau, ada indikasi perilaku beberapa kader yang dinilai menyimpang, khususnya terkait dengan pengelolaan keuangan partai,” kata Kastorius lagi.

Malam itu Yudhoyono juga menyoroti perkubuan yang dianggapnya makin membahayakan partai. Ia meminta para kader berhenti saling menjegal dan menyerang melalui pernyataan mereka di media. Diingatkannya kembali soal fokus utama tugas mereka untuk bersiap menghadapi Pemilihan Umum 2014. Dan untuk menuju ke sana, musuh sebenarnya bukan di dalam, melainkan di luar partai.

Marzuki Alie tak tampak dalam acara itu karena menghadiri undangan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. membahas Pancasila. Satu tokoh lagi yang tak muncul di Cikeas adalah Nazaruddin, sang bintang utama.

Esoknya terungkap bahwa ternyata malam itu Nazar bahkan sudah tak lagi di Tanah Air. Menjelang magrib sehabis menemui Marzuki, Senin pekan lalu, ia langsung meluncur ke Bandar Udara Soekarno-Hatta. Dengan pesawat Garuda Indonesia GA-834, Nazar terbang menuju Singapura pukul 19.37 WIB melalui Terminal 2F.

Kepergiannya itu lebih cepat sehari ketimbang surat permintaan cegah-tangkal yang dilayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Direktorat Jenderal Imigrasi. ”Seharusnya partai bisa melakukan pencegahan karena tahu bahwa Nazaruddin akan kami panggil minggu depan,” kata Ketua KPK Busyro Muqoddas, Jumat pekan lalu. Ia menyesalkan Fraksi Demokrat yang memberi Nazar izin ke Singapura dengan alasan check-up kesehatan.

Busyro berharap Nazaruddin kooperatif dan mau memenuhi panggilan penyidik. Pemeriksaan akan dilakukan Selasa pekan ini, bersamaan dengan pemanggilan Andi Mallarangeng. ”KPK steril dari motif politik. Itu kami garansi,” kata Busyro.

Y. Tomi Aryanto, Fanny Febiana, Pramono, Febriyan, Isma Savitri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus