Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya - Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menjelaskan bahwa mengkritik sebaiknya menggunakan diksi sesuai koridor akademik. Bagong pun menjelaskan maksudnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Dekanat FISIP Unair sempat melakukan pembekuan terhadap BEM buntut karangan bunga satire. Alasan pembekuan dalam surat Dekanat FISIP dijelaskan bahwa penggunaan narasi dalam karangan bunga tidak sesuai dengan etika dan kultur akademik insan kampus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagong pun membenarkan bahwa pihaknya memang keberatan dengan diksi yang dipilih oleh BEM FISIP Unair untuk membuat karangan bunga. Menurut dia, diksi yang dipilih menjurus pada ujaran kebencian.
“Bagi saya, diksi di karangan bunga itu sarkasme, bukan satir,” kata Bagong kepada Tempo, Rabu 30 Oktober 2024.
Menurut dia, diksi sarkasme yang kasar kerap digunakan oleh sebagian elite politik di Indonesia. Karenanya, dia berharap agar perkataan kasar itu tidak ditiru mahasiswa.
“Jangan jadi budaya di FISIP Unair kalau yang kasar. Gunakan diksi sesuai koridor akademik,” papar Bagong.
Menurut dia, jika elite politik terbiasa menggunakan perkataan kasar, maka harusnya dilawan dengan diksi yang setengah kasar. Bukan diksi yang halus.
“Kalau melawan yang kasar, maka boleh gunakan setengah kasar. Bukan harus diksi halus,” papar Bagong.
Kendati demikian, Bagong menyatakan bahwa dirinya tidak anti terhadap diksi kasar. Namun, hendaknya menggunakan kanal pribadi jika ingin menggunakan diksi kasar. Bukan mengatasnamakan institusi akademik.
“Jadi kalau ingin gunakan diksi kasar, jangan diklaim suara mahasiswa FISIP,” ucap guru besar Sosiologi FISIP Unair itu.
Bagong juga menjelaskan bahwa dirinya juga kerap mengritik elite. Namun, dirinya memilih untuk mengritiknya lewat tulisan. Misalnya, menulis soal kenyataan seorang elite yang melewati batas. “Jadi kalau saya menunjukkan kenyataannya, bukan dengan diksi,” tandas Bagong.
Adapun Presiden BEM FISIP Unair Tuffahati Ullayyah mengatakan, pihaknya akan tetap kritis ke depannya.
“Kami sudah bertemu Prof Bagong dan berbicara bahwa BEM FISIP akan tetap kritis ke depannya dengan tidak keluar dari koridor akademik,” kata Tuffa di FISIP Unair, Senin, 28 Oktober 2024.
Menurut Tuffa, karangan bunga satire itu adalah bentuk ekspresi dari BEM FISIP. Idenya berasal dari kementerian politik dan kajian strategis BEM FISIP Unair. “Jadi bukan hanya dari tiga orang pengurus,” ujarnya.
Selanjutnya, mereka untuk tetap kritis dan berani. “Untuk pemilihan diksi dan lain-lain itu urusan lain. Tapi kami mengamini apa yang diperhatikan oleh BEM,” kata Tuffa.
Pilihan Editor: Kronologi Rektor Bekukan BEM Fisip Unair hingga Pencabutan SK Pembekuan