Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan aparat sengaja menahan diri dengan tidak reaktif melihat aksi mahasiswa Papua yang berunjuk rasa di depan istana sambil mengibarkan bendera Bintang Kejora. Ia beralasan aparat mempertimbangkan aspek psikologis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami itu bermain di batas psikologi. Jadi kami juga harus ukur dengan baik," kata dia di kantornya, Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Moeldoko berujar pemerintah tidak boleh emosional menanggapi aksi mahasiswa tersebut. Ia berdalih banyak pihak yang menunggu aparat terprovokasi dan bertindak keras kepada mereka. "Ada korban baru digulirkan," ucapnya.
Ia mencontohkan pemberitaan media asing yang menyebut ada enam orang tewas saat konflik bersenjata di Kabupaten Deiyai, Papua. Setelah ia cek kepada Panglima Daerah Militer Cenderawasih, yang tewas justru seorang personel TNI dan dua orang polisi luka-luka.
"Tapi beritanya sudah sampai di Reuters, enam masyarakat sipil diberondong oleh aparat keamanan. Ini memang ada upaya masih pembentukan opini di luar yang dilakukan. Dan konfirmasi kebenarannya masih belum jelas," tuturnya.
Siang tadi, puluhan warga dan mahasiswa Papua menggelar demonstrasi di depan Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat. Menamakan diri sebagai Komite Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme, beberapa peserta tampak membawa bendera Bintang Kejora. Sejumlah peserta juga mewarnai wajahnya dengan perpaduan merah, biru, dan putih membentuk gambar Bendera Bintang Kejora.
Aksi ini bukan yang pertama kali. Pada kamis pekan lalu, mereka juga berunjuk rasa di depan Istana. Mereka menuntut agar Papua merdeka dari Indonesia.