Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Ke roma dengan beberapa usulan

Pertemuan mawi di jakarta menghasilkan beberapa usulan a.l : gereja harus bersifat terbuka roma tak perlu banyak mencampuri gereja setempat mawi bukan ormas dan rohaniwan dilarang berpolitik praktis. (ag)

23 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG para uskup Indonesia, yang berakhir Rabu pekan lalu, mempunyai acara khusus. Kecuali memilih pimpinan baru, pertemuan Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI) itu (di Wisma Samadi, Klender, Jakarta) telah mengadakan semacam evaluasi pelaksanaan Konsili Vatikan II di Indonesia. Dalam acara selama 10 hari itu, kata Ketua MAWI Mgr. F.X. Hadisumarta, 33 uskup dari seluruh Indonesia menyampaikan laporan pelaksanaan keputusan Konsili Vatikan yang kini berusia 20 tahun. Kesimpulan para uskup Indonesia dari pembahasan itu akan dibawa Ketua MAWI ke sinode luar biasa para uskup sedunia di Roma, mulai Senin pekan depan. "Keterbukaan yang di prakarsai dan diletakkan Konsili Vatikan II perlu dikembangkan secara aktif dan dinamis," ucap uskup agung Malang itu. Konsili Vatikan II meliputi empat persidangan. Acara bersejarah itu dibuka oleh Paus Yohanes XXIII pada 1962, dan ditutup pada 7 Desember 1965 oleh Paus Paulus VI. Konsili yang dilangsungkan 100 tahun setelah konsili sebelumnya itu, dan dihadiri sekitar 2.500 uskup sedunia (dua pertiga dari negara bukan Eropa), dinilai telah membuka pintu Gereja Katolik ke dunia luar, menjadi titik awal pembaruan dan pemantapan bagi agama Katolik, di samping meletakkan dasar bagi dialog, komunikasi, dan kerja sama dengan semua golongan dan aliran masyarakat. Hasil sidang-sidangnya adalah 16 dokumen resmi: empat konstitusi yang menjadi landasan idiil, sembilan dekrit, yaitu keputusan untuk dilaksanakan, dan tiga deklarasi sebagai pernyataan Gereja. Bagi MAWI, gagasan Vatikan II itu dianggap sudah mulai masuk ke dalam kehidupan gereja di Indonesia. Hanya, baru sebagai gagasan. "Pelaksanaannya masih jauh," kata Mgr. Hadisumarta. Pikiran dasar yang akan dibawanya ke Roma minggu depan adalah: perlunya dikembangkan keterbukaan Gereja sambil tetap mengakui kebaikan dan kebenaran yang terdapat di dalam agama-agama lain, terutama Kristen Protestan dan Islam. Bahkan, katanya, perlu ditingkatkan pendekatan pribadi dan dialog teologi, serta bersama-sama mengusahakan kesejahteraan manusia. "MAWI mendukung dan merasa gembira atas asas kebebasan beragama di Indonesia," katanya. Hubungan Gereja Katolik dengan agama-agama lain, sejak Konsili Vatikan II, dikatakan Hadisumarta makin baik dan kentara. Dengan agama Kristen, cukup bagus di tingkat pusat atau pimpinan organisasi mereka, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Dengan umat Islam, baru sampai tingkat dialog pribadi, belum ke tingkat yang formal. Ada lagi kesulitan yang dihadapi untuk mengadakan dialog dengan agama lain - terutama latar belakang suku, sosial budaya, kepentingan sosial-politik, dan kehidupan ekonomi. Demikian pula hubungan MAWI dengan kehidupan politik. "Kami menerima penuh nilai-nilai Pancasila," katanya, "bahkan kami perjuangkan pengamalannya." Undang-undang keormasan, dalam pada itu, tidak di permasalahkan. "Kami tidak menentang," katanya. Hanya saja, sesuai dengan waktu yang diberikan pemerintah, selama dua tahun kami diminta memikirkannya. MAWI sendiri merasa tidak termasuk di situ. Sebab, menurut rumusan dan keterangan pemerintah sendiri, "lembaga-lembaga agama tidak termasuk ormas." MAWI, sebagai forum rembuk para uskup atau pimpinan gereja setempat, bukan seperti PMKRI, Pemuda Katolik, dan lain-lain. Dalam kehidupan politik praktis, kaum rohaniwan tidak dibenarkan ikut-ikutan. "Kehidupan berpolitik dianjurkan dan menjadi tugas khusus awam," kata Mgr. P.S. Hardjasoemarta, uskup Purwokerto yang terpilih menjadi Sekretaris MAWI. "Tetapi para rohaniwan tidak dibenarkan berpolitik praktis." Kebetulan pula dalam sidang para uskup kali ini tidak dibicarakan masalah politik itu secara khusus. "Kami hanya membahas karya pelayanan pastoral gereja di Indonesia sekarang dan di masa mendatang," kata pengganti Mgr. Leo Soekoto sebagai sekretaris itu. Persoalan yang mungkin dihadapi para uskup Indonesia adalah perbedaan pendapat dengan Roma. "Salah satu misi kami ke sinode para uskup sedunia nanti," kata Hardjasoemarta, "ialah agar Roma lebih memberikan ruang gerak kepada gereja-gereja lokal seperti Indonesia atau negara berkembang lain." Ruang gerak yang dimaksud, sesuai dengan keputusan Konsili Vatikan II, meliputi menerapkan iman sesuai dengan konteks budaya setempat. "Jadi, jangan setiap kali dimintakan izin atau pendapat dari Roma." Sebagai contoh adalah masalah keluarga berencana, yang peraturannya dari Roma terhitung sangat ketat. Juga doa-doa dalam ibadat atau liturgi. Sejak 1962 Roma memang sudah menetapkan bahwa doa tidak perlu memakai bahasa Latin. Gereja setempat bisa menerjemahkannya. Para uskup, dalam hirarki gereja, mempunyai wewenang sama - termasuk dengan uskup Vatikan atau Paus - dalam mengatur gerejanya menjadi lebih otonom. Roma tidak perlu terlalu banyak mencampuri urusan gereja setempat. "Yang tahu persis adalah para uskup daerah masing-masing," katanya. Ini yang akan di perjuangkan di Sinode Roma nanti. Sidang para uskup Indonesia yang dihadiri pula oleh Mgr., Bello, uskup Dili Timor Timur - sebagai peninjau - itu tidak mengeluarkan resolusi atau pernyataan politik seperti pada beberapa sidang tahun-tahun sebelumnya. Bahkan tidak membicarakan masalah Timor Timur. Sebab, keuskupan di provinsi termuda itu, "Sampai sekarang masih tetap di bawah pengawasan langsung dari Roma," kata Mgr. Bello kepada TEMPO di Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta. Dan itu akibat sikap Vatikan yang belum sejalan dengan kita dalam masalah Tim-Tim. Hanya, karena Timor Timur telah menjadi bagian wilayah Indonesia, maka MAWI mengundangnya sebagai peninjau. A. Margana Laporan Sri Indriyati & Mustafa Helmy (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus