Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya - Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur Abdussalam Shohib mengatakan pencabutan izin Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang menjadi pembelajaran semua pihak. Kasus tersebut, kata Abdussalam, hendaknya menjadi pelajaran agar semakin serius dan berhati-hati dalam mengelola pesantren.
“Jangan sampai pesantren dianggap sebagai komoditi, serta komitmen untuk taat hukum sebagai konsekuensi warga negara yang baik,” tutur Abdussalam saat dihubungi Ahad, 10 Juli 2022.
Mengenai santri dan santriwati di pondok asuhan Muhammad Mukthar Mukthi itu, Abdussalam berpendapat yang paling baik diserahkan ke orang tuanya masing-masing. Setelah itu terserah sikap wali santri tersebut. “Apa tetap di Shiddiqiyyah, atau mau pindah, sebaiknya tidak ada yang mengintervensi. Karena itu hak mutlak orang tua santri,” kata dia.
Abdussalam yang juga pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif, Denanyar, Jombang, berpendapat, dalam situasi seperti ini yang paling penting adalah keamanan, kenyamanan, serta ketenangan santri, wali santri, keluarga pesantren, serta warga sekitar.
“Kalau dirasa perlu mungkin Polda Jawa Timur dan Pemkab Jombang bisa membuat posko crisis center. Tapi kalau situasinya sudah sudah kondusif, ya, tidak perlu,” kata Abdussalam yang akrab disapa Gus Salam itu.
Kementerian Agama mencabut izin operasional Pondok Pesantren Majma’al Bahroin Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah atau yang lebih dikenal dengan Pondok Pesantren Shiddiqiyah di Jombang, Jawa Timur. Tindakan ini diambil karena berkaitan dengan kasus pencabulan santriwati oleh Mochammad Subchi Azal Tsani alias Mas Bechi yang merupakan putra dari pengurus pondok pesantren tersebut.
"Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono, dalam keterangan tertulis, Kamis, 7 Juli 2022.
Pencabutan operasional itu merupakan akibat dari pencabulan oleh Bechi yang merupakan putra dari pemimpin pesantren, Muhammad Mukhtar Mukthi alias Kiai Tar. Pihak Pondok Pesantren Shiddiqiyah terus menghalangi aparat kepolisian untuk menangkap Bechi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sebelumnya NU Jawa Timur mendukung upaya polisi menegakkan hukum dalam perkara pencabulan santriwati tersebut. Menurut Abdussalam, bila kasus itu tidak segera dituntaskan, akan meresahkan banyak pihak dan menjadi preseden buruk bagi penegakkan hukum. NU, kata dia, tidak mau terbangun opini di tengah masyarakat bahwa pesantren melawan aparat.
“Selama ini mayoritas pesantren sangat kooperatif dan selalu mendukung upaya pihak berwajib untuk menegakkan hukum secara adil, transparan dan tanpa diskriminasi,” kata Gus Salam ihwal Pesantren Shiddiqiyyah.
Baca Juga: Kemenag Cabut Izin Pondok Pesantren Shiddiqiyah, Ini Tanggapan Polri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini