Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Kemudahan bagi tamu-tamu allah

Kerajaan arab saudi mencoba meningkatkan pelayanan terhadap jemaah haji. mulai dari soal air minum. sampai ke sarana kesehatan. masjidil haram dan masjid nabawi diperluas. jalan diperlebar.

14 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIM haji jatuh di musim panas. Dan Mekah, yang terletak di sebuah lembah, terpanggang terik matahari. Tahun ini, suhu di kota suci al-Haram, itu mencapai 43 derajat Celsius. Ada jemaah yang beruntung mampu membeli payung atau air dalam botol plastik, atau susu dalam kotak kertas. Tapi tidak sedikit jemaah yang kegerahan dan kehausan lantaran bekalnya pas-pasan. Terik matahari bisa membuat bibir retak-retak dan kerongkongan kering, sedangkan tiupan angin kering padang pasir mengempaskan hawa panas, dan terkadang debu. Bukan rasa sejuk yang semilir. Setiap titik keringat, langsung menguap .... Betapapun, tamu-tamu Allah itu berusaha tetap khusyu'. Dengan bersijingkat, karena tak tahan panasnya aspal jalanan, atau gontai terseok-seok kelelahan, mereka tetap mengumandangkan talbiah, atau menggumamkan zikir. Labbaikallahumma, labbaik. Labbaika, la syarikalak... (Kupenuhi panggilan-Mu, ya, Allah. Kupenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu...). Begitu setiap tahun. Dan jutaan orang mukmin dari seantero penjuru dunia tumplek di sana: kepanasan, kehausan, terseok-seok. Melihat keadaan itu, penguasa Arab Saudi sampai Raja Fahd sekarang, rupanya ingin membantu mereka, dengan cara memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada kafilah peziarah yang setiap tahun melimpah-ruah. Ia menyediakan dan membangun berbagai fasilitas, khusus untuk melayani "tamu-tamu Allah" itu. Orang yang baru pertama kali menunaikan ibadah haji bisa terheran-heran menyaksikan para jemaah haji berkerumun, hiruk-pikuk, di tempat-tempat tertentu di sekeliling Masjidil Haram di Mekah, dan Mesjid Nabawi di Medinah. Mereka memperebutkan kantung-kantung plastik berisi air minum yang dibagikan oleh beberapa petugas Kerajaan. Pembagian air -- dengan cara melempar-lemparkannya ke arah para jemaah dari sebuah kendaraan -- biasanya memang dilakukan pada saat matahari tengah terikteriknya menjelang salat lohor dan asar. Ini adalah salah satu dari banyak amal jariah Raja Fahd bagi para jemaah haji. Fasilitas lainnya yang memang sangat dibutuhkan para jemaah ialah tersedianya air di hotel-hotel dan penginapan. Pada saat-saat tertentu, mobil pembawa tangki air -- bantuan Raja Fahd -- datang mengisinya. Air bersih bahkan tersedia pula di sudut-sudut jalan. Di sana, bisa dijumpai gentong-gentong berisi air minum. Bagi negeri itu -- yang di siang hari suhu rata-rata bisa lebih dari 35 derajat Celsius -- air memang sangat mutlak. Tapi di negeri minyak ini, air begitu mahalnya bahkan lebih mahal ketimbang bensin. Harga air bisa enam kali lipat dibandingkan dengan harga bensin. Dengan uang satu rial, Anda bisa mendapatkan tiga liter bensin. Tapi, dengan uang itu, Anda bisa memperoleh hanya 1/2 liter air. Namun, di musim haji, Raja Fahd menyediakan air berlimpah. Sejak 1986, pemerintah Saudi, dengan teknologi tinggi, membangun sebuah pabrik penyulingan air laut di Jeddah. Kini pusat-pusat penyulingan itu bertambah. Yang terbesar terletak 70 km dari Mekah, dibangun oleh sebuah perusahaan swasta lokal dan diresmikan Raja Fahd tujuh bulan lalu. Tak heran bila setiap musim haji, secara pribadi Raja Fahd mampu menyumbangkan jutaan kantung-kantung plastik berisi air kepada jemaah haji. Tahun ini tak kurang dari 500 juta kantung air dibagikan kepada jemaah yang lalu-lalang kepanasan dan kehausan. Bukan hanya itu. Gentong air, lengkap dengan beberapa gelas plastik, juga tersedia di kedua mesjid raya itu: pada jarak tertentu di bawah pilar-pilar atau dinding mesjid. Padang gurun Arafah -- lokasi untuk wukuf yang suhunya suatu saat bisa mencapai 50 derajat Celsius -- juga kebanjiran air. Untuk wudhu, juga minum, tak jadi soal. Air mengalir lewat saluran bawah tanah, langsung dari tangki-tangki besar yang dibangun di Mina, yang mampu menampung 40.000 kubik air. Layaklah bila Raja Fahd lebih suka menyandang gelar al-Khadim al-Haramain al-Syarifain alias Sang Pelayan Dua Mesjid Suci. Kemudahan bagi jemaah yang melakukan thawaf, mengitari Ka'bah sebagai pusat kegiatan ibadah haji, juga menjadi perhatian Kerajaan Saudi. Lantai marmar yang terbuka di sekeliling Ka'bah untuk thawaf, yang tentunya langsung terkena sinar matahari, sudah sejak beberapa tahun ini disemprot udara dingin dari bawah lantai untuk mengurangi panas. Udara panas -- yang sangat terasa di dalam Masjidil Haram -- juga diusahakan agar tidak terlalu mengganggu para jemaah. Di dalam mesjid besar itu, sudah lama dipasang ribuan AC dan kipas angin. Bila kipas angin itu berputar bersama-sama, suaranya seperti ribuan lebah, bercampur dengan gumam zikir para jemaah. Untuk menerangi mesjid yang kini seluas 210.000 meter persegi itu dipasang generator khusus dengan 40.000 lampu yang setiap malam membutuhkan tenaga delapan megawatt. Dari tahun ke tahun, mesjid ini dibangun, direncanakan usai pada tahun 2000-an, kelak mampu menampung sekitar dua juta jemaah. Untuk memudahkan jemaah melaksanakan ibadah, bukan hanya Ka'bah dan lokasi air zamzam saja yang dicakup ke dalam kompleks mesjid. Bukit Shafa dan Marwa juga dicakup ke dalamnya. Jalan antara kedua bukit itu, yang digunakan untuk melakukan sa'i, sudah lama pula dibuat bertingkat dua. Mesjid yang tak pernah sepi setiap detik ini, tentu, membutuhkan biaya tidak sedikit. Biaya pemeliharaan, misalnya, setiap tahun bisa mencapai lebih dari 13 juta rial, sedangkan biaya untuk membersihkan seluruh kompleks mesjid cukup besar: sekitar 54 juta rial. Biaya penyediaan air bersih juga mahal. Setiap tahun lebih dari 165 ribu rial. Perluasan Masjidil Haram kini berjalan terus. Raja Fahd sendiri sudah berpesan wanti-wanti kepada penduduk yang bermukim di sekitar mesjid agar bersiap-siap pindah. Konon, penduduk yang sudah jelas bakal tergusur, dengan rela bersedia pindah -- tanpa menuntut ganti rugi. Bagi penduduk di sekitar al-Haram, yang setiap tahun pasti menampung jemaah haji, harus memenuhi beberapa persyaratan. Rumah-rumah yang bertingkat empat harus memasang lift. Setiap kamar harus berjendela, memasang AC dan kipas angin, serta memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara itu, flat-flat yang menampung jemaah haji harus memiliki tempat penampungan air dingin untuk minum. Kamar mandi dan WC yang memenuhi standar kesehatan juga merupakan salah satu persyaratan. Bila Masjidil Haram di Mekah bertingkat tiga, arsitektur Mesjid Nabawi di Medinah tetap dipertahankan. Hanya sisi bangunan induk yang diperluas. Di sekelilingnya juga dipasangi AC produksi York International, AS, senilai US$ 17 juta. Menurut rencana, mesjid ini akan memiliki 10 menara, 27 kubah, dan 59 pintu gerbang. Jemaah yang datang dengan mobil bisa memarkir kendaraan di bawah tanah dengan kapasitas 4.000 mobil. Air wudhu tak sulit dicari, di sana ada 6.800 keran. Toilet pun tersedia sebanyak 2.500 buah. Proyek perluasan senilai US$ 16 milyar ini dikerjakan Bin Ladin, kontraktor pemerintah Saudi. Kelak, Mesjid Nabi ini tentu mampu menampung lebih dari sejuta jemaah. Tampaknya, masalah kebersihan kota suci Mekah dan Medinah sangat diperhatikan. Raja Fahd menunjuk dua perusahaan -- Bin Ladin dan Dallah -- untuk menanganinya. Masalah kesehatan, terutama kesehatan jemaah haji, tak dilupakannya. Sejak beberapa tahun ini telah dibangun beberapa klinik untuk menangani pasien yang terkena sengatan matahari alias sun-stroke. Di klinik-klinik itu -- ada di Mekah, Mina, Arafah, dan Muzdalifah -- setiap pasien ditangani sebuah tim yang terdiri dari tiga dokter. Kerajaan Arab Saudi memang cukup peduli akan kesehatan para jemaah. Di musim haji tahun 1987 misalnya, sekitar 11.000 karyawan Kementerian Kesehatan Saudi melayani jemaah di Mekah dan Medinah. Rumah-rumah sakit juga disiagakan, khusus untuk para jemaah: 8 di Mekah, 6 di Medinah, 3 di Arafah. Dipersiapkan pula 144 poliklinik: 48 di Medinah, 26 di Mina, 3 di Muzdalifah, dan sisanya di Mekah -- semuanya lengkap dengan fasilitas bedah. Sementara itu, Bulan Sabit Merah (palang merah Saudi) siap dengan 300 ambulans yang dijalankan para mahasiswa kedokteran. Dari tahun ke tahun, Kerajaan Arab Saudi selalu berusaha meningkatkan pelayanan terhadap para jemaah. Pada tahun 1987 misalnya, sudah direncanakan pembangunan pusat-pusat listrik bertenaga surya. Proyek yang dikerjakan bersama pihak swasta dan bernilai 100 juta rial itu terutama untuk penerangan jalan, lampu lalu lintas, jembatan layang, dan terowongan. Yang tampak menonjol ialah pembangunan jalan darat. Sejak 1986, pemerintah Saudi membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan beberapa tempat suci. Jalur yang dikenal sebagai Ringroad I itu melingkar antara Mekah dan Taif dengan 9 jalur, masing-masing dikenal dengan Jalur I-9. Di antaranya, menghuhungkan Mekah dan padang Arafah. Proyek ini lebih cepat selesai ketimbang Ringroad II, yang dibangun sejak 1985 dan diperkirakan baru akan selesai pada tahun ini. Keterlambatan proyek ini tiada lain karena terhalang oleh daerah-daerah perbukitan. Bukit Kudai, Misfalah, Jiyad Sud, Syiib Amir, Syiib Ali, Aziziyah, Hujun. Maka tiada jalan lain bagi kontraktor Turki yang menangani proyek ini -- dengan borongan 15.000 rial per meter persegi -- kecuali membuat terowongan. Tak heran bila terowongan semacam ini cukup banyak. Di Kota Mekah saja, ada puluhan. Dan terowongan Al-Muaisim hanyalah satu di antara yang puluhan itu. Sejak melimpahnya petro dolar, gunung dan bukit keras ditembus, dan gurun pasir yang kerontang dibelah. Bayangkan, terowongan Al-Muaisim yang panjangnya 600 meter, lebar 15 meter, tinggi 9 meter itu menembus bukit batu yang keras. Pada musim-musim haji sebelumnya, di terowongan itu aman dan lancar-lancar saja, tidak terjadi apa-apa. Dalam rencana pembangunannya tujuh tahun lalu, tentu, sudah diperhitungkan segala sesuatunya. Penerangan, ventilasi, dan kipas angin cukup, sedangkan para jemaah haji -- yang melewati terowongan semata-mata untuk beribadah --- tentu mudah diatur. Agaknya, justru pengaturan dan penjagaan di terowongan itu yang mungkin kurang beres. Menurut Dr. Majid Hariri, Direktur Lembaga Riset Haji Universitas Ummul Qura, Mekah, terowongan seperti Al-Muaisim itu cukup aman. "Masalahnya tinggal bagaimana pejalan kaki dan pengelola mengatur penggunaannya," katanya. Lembaga Riset Haji ini dibentuk khusus untuk melakukan riset mengenai penyelenggaraan haji. Ada tiga kegiatan yang dilakukannya. Pertama, membentuk "bank informasi" mengenai pelayanan haji kedua, melakukan penelitian dan mendokumentasi pelaksanaan haji dari tahun ke tahun ketiga, melestarikan lingkungan alam di sekitar tanah suci. Setiap tahun, lembaga ini menerbitkan 20 macam penelitian, antara lain soal penampungan jemaah haji, pelayanan kesehatan, penyediaan air minum, jaringan transportasi, kepadatan lalu lintas kendaraan dan manusia. Dan musibah terowongan Al-Muaisim tahun ini niscaya menjadi bahan riset yang sangat berharga. Budiman S. Hartoyo (Jakarta), Dja'far Busyiri (Mekah)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus