Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

BRIN Dianggap Langgar Konstitusi

Peraturan Presiden yang mengatur integrasi berbagai lembaga riset ke dalam BRIN mengacu pada Pasal 121 UU Cipta Kerja. Omnibus law dinyatakan cacat formal dan inkonstitusional.

4 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gedung Badan Riset dan Inovasi Nasional di Jakarta, 12 Januari 2022. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Obyek utama yang menjadi payung hukum pembentukan BRIN harus mengacu pada perubahan aturan yang terakhir, yaitu ketentuan dalam UU Cipta Kerja.

  • BRIN seharusnya tak mengitkui Perpres tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional karena taat pada konstitusi.

  • Kepala BRIN membantah melanggar konstitusi.

JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dianggap menyalahi konstitusi karena tetap menjalankan sejumlah kebijakan strategis hingga saat ini. Padahal keberadaan BRIN diatur lewat Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah dinyatakan cacat formal dan inkonstitusional lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada November tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dosen hukum tata negara dari Universitas Bung Hatta, Helmi Chandra, mengatakan peraturan presiden yang mengatur pembentukan BRIN mengacu pada UU Cipta Kerja. Hal itu sangat jelas tertuang dalam bagian "menimbang" dari Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jika BRIN patuh pada perpres, bisa ditafsirkan secara a contrario BRIN ikut pemerintah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi," kata Helmi, Kamis, 3 Februari 2022.

Pada bagian menimbang dalam Peraturan Presiden tentang BRIN itu disebutkan bahwa pelaksanaan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi yang terintegrasi mengacu pada Pasal 48 Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah diubah dengan Pasal 121 UU Cipta Kerja.

Pasal 48 UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Pasal 121 UU Cipta Kerja masing-masing terdiri atas tiga ayat. Ketiga ayat itu berbeda pada ayat 2 dan 3. Pasal 121 UU Cipta Kerja mengubah total ketentuan Pasal 48 ayat 2 UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pasal 121 UU Cipta Kerja juga mengubah satu kata dan menghapus dua kata dalam Pasal 48 ayat 3 UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden tentang BRIN itu pada 24 Agustus 2021. Dua bulan setelah itu, MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional dan harus diperbaiki paling lambat dua tahun ke depan. MK juga memutuskan agar pemerintah tak membuat kebijakan teknis dan bersifat strategis sampai UU Cipta Kerja diperbaiki.

Menurut Helmi, obyek utama yang menjadi payung hukum pembentukan BRIN harus mengacu pada perubahan aturan yang terakhir, yaitu ketentuan dalam UU Cipta Kerja. Lalu MK memutuskan bahwa UU Cipta Kerja cacat formal. Artinya, isi dari undang-undang itu juga tak dapat dibenarkan secara perundang-undangan.

"Menurut saya, BRIN punya alasan untuk tidak perlu mengikuti perpres karena taat terhadap konstitusi, dalam hal ini putusan MK yang tentu jauh lebih diutamakan," kata Helmi.

Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional di Jakarta, 12 Januari 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Argumen Helmi ini sejalan dengan pendapat Masyarakat Pemajuan Iptek dan Inovasi Nasional (MPI). Lembaga ini berisi para peneliti dan sejumlah mantan pemimpin lembaga riset non-kementerian. MPI sudah menyurati Presiden Jokowi pada 19 Januari lalu.

Dalam suratnya, MPI menganggap BRIN telah membuat kebijakan yang sangat strategis, misalnya melebur empat lembaga riset pemerintah non-kementerian di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Keempatnya adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), serta Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Kebijakan strategis ini dianggap telah melanggar konstitusi sesuai dengan putusan MK atas UU Cipta Kerja. Di samping itu, MPI menilai sejumlah langkah strategis BRIN telah membahayakan masa depan riset dan inovasi di Indonesia.

MPI juga menyoalkan peleburan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, lalu gedung risetnya dipindahkan ke Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Di luar itu, BRIN memecat para peneliti di sejumlah lembaga riset yang tak berstatus pegawai negeri.

"Pada saat yang sama juga terjadi pemberhentian para pekerja honorer BPPT, termasuk yang mengabdi puluhan tahun di Kapal Riset Baruna Jaya," kata Sekretaris MPI, Aton Yulianto.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, membantah lembaganya telah melanggar konstitusi. Ia mengatakan keputusan integrasi berbagai lembaga riset mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN yang menjadi turunan dari UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. "Jadi, tidak ada hubungannya dengan omnibus law atau UU Cipta Kerja," kata Laksana.

EGI ADYATAMA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus