Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Keraguan Sang Keponakan

24 Februari 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAIFULLAH Yusuf seolah berada di persimpangan jalan. Baru satu setengah bulan menjabat Sekretaris Jenderal PKB, sekarang ia harus menghadap pilihan pelik: tetap menjadi Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor atau menjalani posisi barunya di partai. Bahkan, sampai akhir pekan silam, keponakan mantan presiden Abdurrahman Wahid ini diselimuti kebimbangan. "Biarlah nanti para pengurus Ansor yang menentukan," kata bekas politisi PDIP ini. K.H. Hasyim Muzadi-lah yang membuat Gus Iful, begitu ia biasa disapa di kalangan Nahdlatul Ulama, harus memilih. Sejak dua pekan lalu, Ketua Umum PBNU itu sudah memberikan aba-aba agar mereka yang merangkap jabatan di PKB dan NU, atau lembaga otonom di bawah NU, segera melepaskan salah satu posisinya. Kata Hasyim, sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga NU, khususnya pasal 42 ayat 2 dan 3, perangkapan jabatan tidak dibenarkan. Gebrakan ini bukan tanpa maksud. Kata Muzadi, tujuannya agar NU benar-benar bisa berfungsi sebagai lembaga sosial-keagamaan. "Kami sengaja menjauh, bersikap netral, tidak saja dari PKB, tapi juga partai-partai lain," katanya kepada TEMPO. Selain Gus Iful, cukup banyak pengurus PKB yang masih merangkap jabatan di lembaga di bawah NU, antara lain Khofifah Indar Parawansa (Ketua Muslimat NU), Maria Ulfah Ansori (Ketua Fatayat NU), dan Abdullah Azwar Anas (Ketua Ikatan Pemuda NU). Rabu pekan lalu, mereka sudah bertemu dengan Hasyim Muzadi di kantor PBNU, Jakarta. Hasilnya? Menurut Hasyim, dalam pertemuan itu, Khofifah menyatakan tetap memimpin Muslimat NU. Artinya, ia melepaskan posisi sebagai Sekretaris Dewan Syuro PKB. Maria Ulfah juga rela menanggalkan jabatannya sebagai salah satau Ketua PKB. Demikian pula Abdullah Azwar Anas. Ia bersedia melepaskan posisinya sebagai Wakil Sekjen PKB dan lebih suka memimpin pemuda NU. Tinggallah Saifullah yang masih mendua. Meninggalkan Ansor berarti menyia-nyiakan dukungan riil anak-anak muda NU. Tapi posisi Sekjen PKB juga cukup penting. Ia lalu menyayangkan mengapa ge-brakan itu baru dilakukan sekarang. Kata Gus Iful kepada pers, "Seharusnya masalah ini didengungkan pada muktamar PKB di Yogyakarta pertengahan Januari lalu, sehingga tidak membingungkan orang." Para politisi PKB memang menyikapi gebrakan Hasyim Muzadi itu dengan hati-hati. Sebab, jika dituruti, kata Cholil Bisri, bisa menggerogoti pengaruh PKB di kalangan nahdliyin. Jelas, "Kebijakan itu merugikan PKB," kata Wakil Ketua Dewan Syuro PKB ini. Cuma, orang-orang PKB tidak bisa berbuat banyak karena aturan itu memang tertera jelas pada Anggaran Rumah Tangga NU. Bahkan, menurut Masduki Baidhawi, Wakil Sekjen PBNU, hal ini sudah diputuskan sejak muktamar NU di Situbondo pada 1994 silam, saat organisasi ini menegaskan kembali ke Khittah 1926. "Dengan pemisahan itu, NU terhindari dari urusan politik praktis dan lebih leluasa bersilaturahmi dengan pihak lain," ujar Masduki. Dalam soal ini, tidak ada pertentangan antara Abdurrahman Wahid dan Hasyim Muzadi. Abdurrahman sendiri juga pernah menyerukan larangan perangkapan jabatan itu. Kata Ketua Dewan Syuro PKB ini, dari dulu aturannya memang begitu, jadi mesti dibenahi pelan-pelan. Akankah Saiful segera mengikuti anjuran sang Paman? Wallahualam. GS, Adi Prasetya, Agus Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus