WALAU simbolnya sama-sama bola dunia, Nahdlatul Ulama jelas berbeda dengan Partai Kebangkitan Bangsa. Yang satu organisasi keagamaan, yang lain sebuah partai politik. Tentu terselip isyarat di baliknya jika soal yang telah benderang ini disorot lagi oleh K.H. Hasyim Muzadi, Senin pekan lalu, ketika menerima sejumlah politisi PKB. Ketua Umum Pengurus Besar NU ini bahkan menggambarkan hubungan NU dengan PKB seperti "ayam yang mengerami telur bebek".
Maksudnya? Seperti ayam dan bebek, dunia NU dan PKB amat berbeda. Menurut Rodjil Ghufron?seorang anggota PKB yang ikut menemui Muzadi di markas PBNU di Kramat Raya, Jakarta?hal itu merupakan seruan untuk mengingatkan para kiai agar tidak fanatik membabi buta kepada partai ini. Selain itu, "Juga untuk mendorong supaya figur yang merangkap jabatan di dua organisasi ini segera melepas salah satu posisinya."
Tiada asap tanpa api. Sikap tegas Hasyim tersebut, menurut sumber TEMPO, merupakan buntut dari perseteruannya dengan Abdurrahman Wahid, yang menjabat Ketua Dewan Syuro PKB. Kata Ketua PWNU Jakarta, Abdul Wahid Aziz Bisri, pertikaian itu sudah amat terbuka dan memanas. Jadi, "Tidak perlu ditutup-tutupi lagi," ujarnya Kamis pekan lalu.
Seruan nakhoda NU tersebut seolah sebagai reaksi terhadap manuver diam-diam yang dilakukan oleh kelompok Abdurrahman Wahid di NU. Menurut sumber TEMPO, Gus Dur sendiri sudah sering menyatakan kepada sejumlah kiai perihal keinginannya agar bisa duduk di lembaga Syuriah NU. Ia juga gregetan melihat langkah Hasyim yang suka berjalan sendiri. Karena itu, sang bekas Ketua Umum PBNU menghendaki agar kaum nahdliyin segera menggelar muktamar luar biasa.
Ketika ditemui TEMPO Kamis pekan lalu, Abdurrahman Wahid tak membantah adanya upaya menyelenggarakan muktamar luar biasa. Cuma, ia menyatakan keinginan itu bukan datang dari dirinya, tapi dari sejumlah kiai sepuh?tanpa menyebut nama siapa gerangan mereka. Gus Dur mengaku hanya diminta menyampaikannya kepada Hasyim Muzadi. "Ini artinya apa? Artinya, Pak Hasyim harus mengubah sifat-sifatnya," katanya.
Gus Dur tak mau membeberkan "dosa-dosa" Muzadi?hal yang sebetulnya kerap dipergunjingkan di kalangan PKB. Dari pemantauan TEMPO, mereka umumnya menganggap Ketua Umum PBNU itu kurang membela Abdurrahman Wahid ketika ia diturunkan dari kursi presiden lewat Sidang Istimewa MPR tahun lalu.
Selain itu, dalam konflik antara kubu Alwi Shihab dan kubu Matori Abdul Djalil di PKB, ia dinilai kurang jelas keberpihakannya. Muzadi malah cenderung memberi angin kepada Matori. Buktinya, awal Januari lalu Ketua Umum PBNU ini bertemu dengan Presiden Megawati dan Matori di kediaman Presiden, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. "Karena itu, tak salah kalau ada yang menilai Pak Hasyim memanfaatkan jabatannya untuk bermanuver politik," ujar Aziz Bisri.
Diungkapkan juga oleh sepupu Gus Dur ini, sebetulnya PBNU telah menggelar pertemuan pengurus wilayah NU se-Indonesia di Kramat Raya. Dalam rapat yang dilakukan 9-10 Januari lalu itu, 90 persen pengurus wilayah yang hadir menghendaki agar PBNU mendukung PKB yang dipimpin Alwi Shihab. Alasannya, para tokoh NU yang dulu menjadi pendiri dan deklarator partai ini, termasuk Gus Dur, berada di pihak Alwi. Tapi justru inilah, menurut Aziz Bisri, yang membuat pendukung PKB Alwi kesal. "Pak Hasyim tidak pernah mengumumkan hasil pertemuan ini sampai sekarang."
Kekecewaan sebagian politisi PKB memuncak pada muktamar partai tersebut, pertengahan Januari lalu. Dalam perhelatan yang mengukuhkan lagi Alwi Shihab sebagai pemimpin PKB ini, Hasyim Muzadi tidak hadir. Saat itu ia memilih pergi ke Jakarta untuk mempersiapkan kunjungannya ke Arab Saudi. Menurut Cholil Bisri, seorang politisi senior PKB, tindakan tadi terasa janggal. Karena, katanya, "Orang kampung tahunya PKB itu tak bisa dipisahkan dengan NU."
Hasyim Muzadi menampik semua tudingan tadi. Dulu ia pun merasa sudah membela mati-matian saat Gus Dur dihujat menjelang sidang istimewa. "Tapi setelah Gus Dur tidak bisa dipertahankan lagi, ya harus dikembalikan lagi pada kepentingan nasional, walau menyakitkan," katanya kepada TEMPO.
Ihwal pertemuan dengan Megawati dan Matori, menurut Muzadi, ia hanya memenuhi keinginan para kiai untuk mencegah pertikaian yang berlarut di PKB. Karena itu, lobi-lobi pun dilakukan, dan pengasuh Pesantren Al-Hikam di Malang tersebut mengaku kebagian mendekati pihak pemerintah.
Memang tak ada kawan abadi dalam percaturan politik. Dua tahun silam, dalam Muktamar NU di Lirboyo, Kediri, Hasyim Muzadi tampil menjadi Ketua Umum PBNU atas dukungan dan restu Abdurrahman Wahid, yang saat itu presiden. Tapi sekarang keduanya tampak berebut pengaruh organisasi umat Islam terbesar di Indonesia ini. Ketika pamor Gus Dur agak pudar, nama Muzadi tampak berkibar. Bahkan, menurut sumber TEMPO, dengan posisinya sekarang, Hasyim cukup berpeluang menjadi calon presiden?atau paling tidak wakil presiden?pada Pemilu 2004 nanti.
Kalau dibiarkan, benturan dua figur itu bisa membuat kaum nahdliyin kian babak-belur. Apalagi pertikaian antara kubu Alwi Shihab dan Matori Abdul Djalil sampai sekarang juga belum tuntas. Karena itu, Cholil Bisri menyarankan agar Gus Dur dan Hasyim Muzadi duduk satu meja, membicarakan ganjalan-ganjalan mereka. Ini untuk mencegah agar Muktamar NU yang seharusnya dilakukan usai Pemilu 2004 tak perlu dipercepat atau di-gelarnya muktamar luar biasa.
Wakil Ketua Dewan Syuro itu sendiri setuju bahwa PKB berbeda dengan NU seperti ayam dan bebek. Tapi ia tidak sepakat bila NU menelantarkan PKB, terutama versi Alwi Shihab. Jika ini terjadi, orientasi politik kaum nahdliyin akan kian terbelah ke mana-mana, dan ini kurang taktis untuk menghadap Pemilu 2004. Bahkan induk ayam pun, kata Cholil, "Karena dulu yang mengerami telurnya, ia tak akan menyia-nyiakan si bebek."
Kalau sudah begini, cuma para kiai sepuh NU yang bisa menilai apakah Hasyim Muzadi sendiri sudah menjadi induk ayam yang mengayomi.
Gendur Sudarsono, Adi Prasetya, Adi Purnomo (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini