Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Panglima Tak Kunjung Tiba

Mulai muncul suara: pergantian Panglima TNI akan diulur sampai Jenderal Endriartono Sutarto pensiun April nanti. Benarkah?

24 Februari 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAJU kereta militer kali ini serba tak mulus. Gerbong bintang satu dan dua yang bergeser, Jumat dua pekan lalu, diimbuhi derit panjang kontroversi kembali naiknya sejumlah jenderal bermasalah. Mantan Panglima Komando Daerah Militer Jaya, Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin, yang diduga terlibat tragedi Mei, ditempatkan di pos strategis Kepala Pusat Penerangan TNI. Soal lain yang paling penting: Panglima TNI belum juga diganti. Padahal, masa dinas Panglima TNI Laksamana Widodo, yang telah dimolorkan tiga tahun, akan usai Agustus nanti. Para kepala staf pun segera pensiun. Bursa di puncak Cilangkap, Markas Besar TNI, sebenarnya sudah mengerucut. Undang-Undang Pertahanan mensyaratkan panglima mesti berpengalaman sebagai kepala staf. Juga sudah ada konsensus, kata Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Mayjen (Purn.) Raja Kami Sembiring Meliala, tongkat komando tak akan dipergilirkan ke Angkatan Udara, dan bakal kembali dipegang korps baju hijau. Alhasil, cuma ada dua calon: Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Endriartono Sutarto dan mantan KSAD Jenderal Tyasno Sudarto. Persaingan ketat berlangsung. Desember lalu, ketika lokomotif mogok ini dicoba didorong Meliala dengan menyoal terhambatnya regenerasi karena panglima tak diganti-ganti, angin bergerak ke arah Tyasno. Namun, para kepala staf ramai-ramai langsung menghadang. Mereka menyatakan demi soliditas tentara, Laksamana Widodo sebaiknya dipertahankan. Kans Tyasno pupus. Giliran Sutarto di atas angin. Orang nomor satu AD ini dijagokan banyak kalangan dalam militer dan purna-wirawan. "Nama Sutarto yang selalu disebut," kata Rizal Mallarangeng, doktor politik yang dikenal dekat dengan Istana. Tapi Presiden tak kunjung meniup peluit. Sempat terbetik kabar pergantian akan berlangsung pertengahan Februari lalu. Ternyata tak terjadi apa-apa. Kini berita serupa berembus kembali. Maret depan, kata Rizal, nama calon akan disorongkan ke parlemen. Kok, mundur terus? Rupanya, menurut dua jenderal, Mega terus bimbang akan loyalitas Sutarto. Pembangkangannya untuk melaksanakan "dekrit gagal" Presiden Wahid kini diungkit-ungkit dan dijadikan "rapor merah"-nya. Cuma, menurut Rizal, bukan di Istana soal ini terkatung-katung. Penyebabnya kalangan tentara dan DPR yang belum satu suara. Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan, Mayjen Sudrajat, pun membantah pemerintah menggantung urusan ini. Menurut dia, toh baru Agustus nanti Laksamana Widodo pensiun. Jadi, masih ada waktu. "Ini kan hanya desakan orang," katanya. Waktu. Justru itulah rintangan utama Sutarto masuk Cilangkap. Jika dinasnya tak diperpanjang, pada 29 April depan perwira angkatan 1971 ini berusia 55 tahun dan mesti menggantung seragam. Dengarlah pernyataan Sembiring Meliala. Mengaku baru bertemu Megawati, dia hakul yakin, "loko panglima" memang belum akan bergerak. "Dari arahan yang kami terima, sepertinya Ibu Mega menunggu pensiun sejumlah kepala staf," katanya menafsirkan. Tanda-tandanya, nama calon belum satu pun diajukan ke Presiden. Mega juga menyatakan keengganannya mengulur usia pensiun para jenderal untuk memuluskan regenerasi. Karena itulah Sembiring melihat kans Sutarto amat tipis. Menurut dia, yang ideal calon panglima minimal masih bisa dinas aktif satu tahun. Sehingga, kalau perlu diperpanjang cukup setahun saja. "Kalau tinggal sebulan dua bulan, ya, bagaimana?" katanya. Jadi, Tyasno yang setahun lebih muda?lahir 14 November 1948?berkibar lagi? Tidak juga. Sebab, kata Sembiring, "Ada resistensi yang sangat kuat dari jajaran kepala staf." Yang akan dilakukan: calon dicari dari jajaran bintang tiga yang segera dinaikkan menjadi KSAD. Sementara itu, Widodo tetap di tempat sampai Agustus. Kalau memang itu skenarionya, yang paling berpeluang adalah Kepala Staf Umum (Kasum) Letjen Djamari Chaniago dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Letjen Ryamizard Ryacudu. Sama-sama wong Palembang, Djamari dari angkatan 1971 memang lebih senior ketimbang Ryamizard yang lulusan 1973. Pada 8 April nanti Djamari berusia 53 tahun, setahun lebih tua dari Ryamizard, yang lahir 21 April 1950. Dari segi karir, Djamari juga dua langkah di depan karena pernah menjadi Wakil KSAD dan Kasum. Tapi kans Ryamizard tak lebih tipis. Ia dijagokan banyak kalangan. "Kalau KSAD, seratus persen pasti Pak Ryamizard," kata Rizal. Tapi versi ini disanggah seorang sumber militer. Menurut dia, Sembiring cuma sedang melempar kartu. Pergeseran akan segera berlangsung. Tak lama lagi nama calon panglima bakal dikirim ke Senayan. Dan itu tak lain adalah Jenderal Sutarto. Seperti kereta Jabotabek, laju lokomotif militer masih serba tak pasti. Karaniya Dharmasaputra, Darmawan Sepriyossa, Adi Prasetya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus