JATUHNYA Abdurrahman Wahid dari kursi presiden ternyata berdampak panjang bagi kaum nahdliyin. Bukan cuma partai mereka?Partai Kebangkitan Bangsa?menjadi pecah, organisasi Nahdlatul Ulama pun kini terancam retak. Desakan untuk menggelar muktamar luar biasa, yang dilancarkan oleh orang-orang di sekitar mantan presiden itu, kian kencang.
Menghadapi serangan ini, K.H. Achmad Hasyim Muzadi tidak grogi. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut tetap bisa meladeni pertanyaan Adi Purnomo dan Kukuh S. Wibowo dari TEMPO, yang menemuinya di rumahnya di Malang, Jawa Timur, Kamis pekan lalu, dengan santai dan sering kali diplomatis. Jurus apa yang siap dimainkan Muzadi?
Muzadi memang kenyang pengalaman. Sebelum tampil menjadi nakhoda NU pada 1999 lalu, ia telah memimpin NU Jawa Timur selama tujuh tahun. Lelaki yang lahir di Tuban 58 tahun silam itu juga pernah menjadi anggota DPRD Malang (1972-1983) dan kemudian DPRD Jawa Timur pada 1986. Berikut petikan wawancara dengan pengasuh Pesantren Al-Hikam di Malang itu.
Apakah benar hubungan NU dan PKB sekarang merenggang?
Bukan begitu masalahnya. Yang terjadi adalah adanya aturan yang mengatur hubungan antara NU dan organisasi politik, termasuk PKB. Menurut aturan, tidak dibenarkan perangkapan jabatan pada tingkat pimpinan harian di dua organisasi itu. Harus diadakan pemisahan di segala tingkatan, mulai tingkat pusat sampai ranting. Jadi, kami tidak pecah. Yang benar, PBNU ingin menegakkan aturan secara konsisten. Kami sengaja menjauh, bersikap netral, tidak saja dari PKB tapi juga dari semua partai politik.
Kenapa sampai muncul keinginan kubu Abdurrahman Wahid untuk menggelar muktamar luar biasa NU?
(Tercenung sejenak). Saya tidak tahu itu. Kalau benar maunya Gus Dur begitu, ya silakan saja. Tapi PBNU akan tetap konsisten dengan larangan merangkap jabatan. Perlu diketahui, petunjuk pelaksanaan aturannya dibuat ketika Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU. Jadi, secara moral, dia harus ikut menegakkan aturan itu.
Kalau muktamar digelar, ada kemungkinan Gus Dur menginginkan posisi di Syuriah NU. Bagaimana?
Ya, silakan. Lha wong masih kabarnya. Siapa pun boleh mengajukan diri asalkan dipilih sesuai dengan aturan dan mekanisme yang jelas. Saya ini jadi begini karena dilantik, bukan asal main sabet begitu. Lagi pula, itu (aturan dan mekanisme) kan biasa dalam berpolitik.
Apakah benar dulu Anda tidak serius membela Gus Dur menjelang Sidang Istimewa MPR?
Siapa yang bilang begitu? Itu informasi yang salah. Ketika Gus Dur berkuasa, dia kan dihujat-hujat. Setelah ternyata Gus Dur tidak bisa dipertahankan lagi, ya kan harus dikembalikan pada kepentingan nasional, walau kenyataannya jelas amat menyakitkan. NU hanya tidak setuju dengan cara penyerangan terhadap Gus Dur, yang dirasa amat tidak adil.
Dalam konflik di PKB, Anda juga terkesan memberi angin kepada kubu Matori Abdul Djalil.
Bagi Gus Dur, yang tidak boleh berposisi netral itu kan dalam konflik antara kelompok Matori dan kelompok Alwi-Gus Dur. Sedangkan yang saya putuskan adalah sikap PBNU terhadap semua partai politik, termasuk di dalamnya PKB.
Pada awal Januari lalu, Anda mengadakan pertemuan dengan Presiden Megawati dan Matori. Apa yang di-bicarakan?
Itu karena perintah kiai-kiai. Ada upaya islah, dan saya ditugasi berbicara dengan Matori, kalangan TNI, dan pemerintah. Setelah saya bertemu dengan Matori, ternyata persoalannya tidak selesai. Kata Pak Matori, karena terikat oleh sistem pemerintahan. Saya tanya, terikat pada siapa? Dia bilang, dengan Presiden. Oke, akhirnya kami bertemu Presiden Megawati. Ketika menerima saya, Presiden didampingi orang-orang yang mengerti NU. Karena yang mengerti NU adalah Pak Matori dan Pak Aqiel Siradj, ya mereka yang dihadirkan.
Pada saat PKB Alwi Shihab menggelar muktamar, mengapa Anda tidak hadir?
Itu karena pada hari itu saya harus menemui Departemen Luar Negeri RI, karena saya akan diterima oleh Raja Fahd di Saudi. Selain itu, kehadiran orang di muktamar Yogyakarta tersebut bukan institusional, melainkan perorangan.
Anda juga pernah mengadakan pertemuan pengurus NU se-Indonesia. Hasilnya, 90 persen menyokong PKB Alwi Shihab. Mengapa Anda tidak pernah memublikasikan soal ini?
Begini. Dukungan ormas kepada organisasi politik tidak boleh institusional, tapi harus personal. Jadi, kalau dukungan itu institusional, malah salah, baik yang mendukung maupun yang didukung. Tapi, kalau sekadar untuk kepentingan sesaat, memang menyenangkan.
Apakah sikap NU yang netral ini bukan justru menggembosi PKB Alwi Shihab?
Itu perasaan orang-orang PKB. Dulu NU bukan cuma melahirkan PPP, tapi NU juga masuk PPP. Tapi, karena posisi NU tetap jam'iyah, pengurus NU dan PPP harus terpisah. Sekarang NU melahirkan PKB. Peraturan di NU harus tetap ditegakkan. Jadi, seperti ayam mengerami telur itik. Memang, tanpa dierami, ia enggak bisa menetas. Tapi, kalau menetas, hasilnya bukan ayam melainkan tetap itik. Habitatnya beda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini