Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kereta Terakhir Mr. Whisky

Wiranto mendeklarasikan partai baru setelah pengalaman pahit dalam pemilu lalu. Disesaki purnawirawan jenderal dan orang yang kecewa.

25 Desember 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Asap mengepul. Lampu berkejap-kejap. Musik menderu. Papan berwarna cokelat terang itu bergeser ke dua arah. Lambang panah merah, putih, dan co-kelat yang disembunyikan di baliknya terbuka pelan-pelan. Perkenalkan: Hanura, Partai Hati Nurani Rakyat. Inilah kereta politik baru Wiranto, mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia, yang dideklarasikan di Balai Pertemu-an Kirana, Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Kamis pekan lalu.

Acara lahirnya orok Hanura yang gemerlap ini bak pengadilan bagi Presi-den Susilo Bambang Yudhoyono, yang fotonya dipasang tepat di belakang podium tempat Wiranto menyampaikan pidato politik. Menurut Wiranto, pemimpin nasional saat ini sudah melupakan janji-janjinya saat kampanye. ”Mereka sibuk beradu jurus untuk mempertahankan kekuasaan. Rakyat dilupakan,” ujarnya.

Sekitar 2.000-an orang yang hadir menyambut pidato Wiranto dengan pekik dan tepuk tangan. Di antara mereka ada mantan presiden Abdurrahman Wahid, mantan wakil presiden Try Sutrisno, dan mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung.

Menjadi ketua umum partai adalah karier terbaru Wiranto. Dua tahun lalu, mantan ajudan Presiden Soeharto itu mengikuti konvensi Partai Golkar. Di luar dugaan, ia terpilih menjadi calon presiden dari partai pemenang Pemilihan Umum 2004 itu. Ia menyingkirkan sang ketua, Akbar Tandjung, peng-usaha Aburizal Bakrie, Surya Paloh, juga mantan anak buahnya, Prabowo Subianto.

Berpasangan dengan Salahuddin Wahid, Wiranto kemudian berebut kursi presiden dengan Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, Amien Rais, dan Hamzah Haz. Meski dicalonkan oleh partai terbesar, perolehan suara Wiranto ternyata tak moncer. Hanya berada di posisi ketiga di bawah Yudhoyono dan Megawati, ia gagal melangkah ke putaran kedua.

Setelah gagal di pemilihan itu Wiranto yang di lingkungannya dipanggil dengan ”Mister Whisky” seperti me-ninggalkan dunia politik. Ia melompat ke dunia bisnis. Bersama dua mantan anak buahnya di TNI, Jenderal (Purn.) Fachrul Razi dan Letnan Jenderal (Purn.) Suaidi Marassabesy, mantan Panglima Kodam Jaya itu membentuk Unigerbang Interzona, perusahaan penambangan.

Politik rupanya tetap menarik hati-nya. Pada Oktober tahun lalu, Wiranto kembali ke ”jalurnya” dengan membentuk organisasi Perhimpunan Kebangsaan bersama para tokoh seperti Marwah Daud Ibrahim, Dimyati Hartono, dan I Gede Putu Ari Suta. Organisasi ini dipimpin oleh Yus Usman Sumanegara, yang sebelumnya Ketua Partai Pelopor pimpinan Rachmawati Soekarnoputri.

Sejak saat itu, Wiranto yang menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Nasional Perhimpunan Kebangsaan rajin berkeliling Tanah Air. Ia mendeklarasikan pengurus-pengurus daerah organisasi itu. Namun, ia tampak masih malu-malu berkubang di politik dan di mana-mana menyatakan belum memikirkan untuk mengubah organisasi itu menjadi partai politik.

Orang-orang dekatnyalah yang terus merayu Wiranto agar mau berubah sikap. ”Teman-teman meminta Pak Wiranto untuk segera membentuk partai, karena siapa tahu kita butuh pemimpin alternatif,” kata Fachrul Razi, mantan Wakil Panglima TNI, kepada Tempo.

Suaidi Marassabesy menam-bahkan, membentuk partai ada-lah satu-satunya pilihan. Ala-sannya, bergabung ke partai lain seperti ketika Wiranto mengikuti konvensi Partai Golkar membutuhkan biaya politik lebih besar. ”Kita juga memiliki ketergantungan kepada partai-partai itu,” tuturnya.

Biaya politik yang disebut Suaidi itu dijelaskan secara gamblang oleh sumber Tempo. Menurut dia, dua tahun lalu Wiranto memang keluar banyak uang untuk melumasi mesin politik Golkar. Sumber itu tidak bersedia menyebutkan angka, tapi ia menegaskan bahwa uang itu bukan bentuk politik uang.

Beberapa pengurus pusat Partai Be-ringin, menurut sumber itu, terang-terangan meminta nilai tertentu kepada Wiranto. Tentara itu pun memenuhi-nya karena, sebagai orang luar Golkar, kekuatan tawarnya lemah. ”Kami harus menuruti semua keinginan me-reka,” ujar sumber tersebut. Soal uang ini pernah dibantah oleh beberapa pe-tinggi Partai Golkar.

Belakangan, ternyata mesin Golkar tak berjalan sesuai harapan. Uang yang disetor Wiranto ke pengurus pusat tak mengalir ke pengurus daerah. ”Itu pengalaman buruk bagi Pak Wiranto,” kata bekas petinggi tim sukses Wiranto dalam pemilihan presiden itu.

Wiranto juga punya pengalaman pahit dengan salah satu partai besar. Sumber yang sama menyebutkan, Wiranto telah mengalirkan Rp 21 miliar kepada pentolan salah satu faksi di partai itu. Ternyata kursi yang dijanjikan untuk Wiranto diberikan ke tokoh lain.

Dengan pengalaman ”dikerjai” para politisi partai lain dua tahun lalu itu, orang-orang Wiranto memastikan sang Jenderal untuk membentuk partai. ”Pak Whisky harus punya kendaraan sendiri,” ia menegaskan. Jadilah, Hanura dilahirkan. Agar bisa bertempur dalam Pemilu 2009, ia harus lolos verifikasi setelah mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kepada Tempo, Wiranto menyatakan tidak membentuk partai berdasarkan pertimbangan emosional. ”Saya memakai pertimbangan rasio-nal, berangkat dari pertimbangan yang tulus. Saya juga tidak latah seperti yang lain,” katanya.

Wiranto dan orang-orangnya semula hendak memakai nama Partai Perhimpunan Kebangsaan, sesuai dengan nama organisasi massa yang didirikannya. Ternyata, nama itu sudah dipakai orang lain. Bahkan sudah terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Mereka pun mendata sejumlah nama pengganti, di antara-nya Partai Indonesia Raya, Partai Republik Indonesia Raya, Partai Hati Nurani Bangsa, dan Partai Hati Nurani. Wiranto akhirnya memilih nama Partai Hati Nurani Rakyat. ”Karena saat diskusi kami banyak membicarakan hati nurani,” kata Fachrul Razi.

Masalah nama selesai. Mr. Whisky dan orang-orangnya lalu menyusun kepengurusan. Wiranto tanpa banyak diskusi langsung ditetapkan seba-gai ketua umum. Orang-orang dekatnya, seperti Fachrul dan Suaidi, diplot menjadi ketua.

Deretan ketua memanjang karena para politisi dari partai lain yang bergabung mendapat kursi itu. Ada Fuad Bawazier dan Samuel Koto (Partai Amanat Nasional), Elza Syarief (Partai Karya Peduli Bangsa), Nico Daryanto (Partai Demokrasi Indonesia), dan Djafar Badjeber (Partai Bintang Reformasi).

Posisi yang sama diberikan kepada sejumlah pensiunan perwira tinggi, seperti Jende-ral Subagyo Hadisiswoyo, Laksamana Bernard Kent Sondakh, dan Jenderal Pol. Chaeruddin Ismail. Total ada 30 ketua, sembilan di antaranya pensiunan perwira tinggi. Ketika nama-nama mereka diumumkan, seorang pengunjung di bagian belakang berteriak: ”Hidup jenderal...!”

Sukardi Rinakit sempat diminta untuk menjadi sekretaris jenderal, tapi Direktur Eksekutif Sugeng Sarjadi Syndicate itu menolak. ”Saya masih harus menemani istri berobat rutin ke Singapura. Padahal, sekali masuk saya harus pergi ke mana-mana,” ia berala-san. Yus Usman Sumanegara, seorang praktisi bidang asuransi, akhirnya ditunjuk mengisi posisi itu ditemani oleh 16 orang wakil sekjen. Uga, istri Wiranto, masuk Dewan Penasihat.

Wiranto, 59 tahun, optimistis partai-nya akan besar. Ia menunjuk banyak-nya purnawirawan yang masuk. Ia juga mengklaim memperoleh respons bagus dari masyarakat. Walau begitu, Wiranto juga menyadari risiko partainya gagal meraup suara.

Fuad Bawazier, Menteri Keuang-an terakhir Presiden Soeharto, ber-ujar: ”Bagi saya dan Pak Wiranto, ini adalah pengabdian terakhir kami kepada bangsa.”

Budi Setyarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus