Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menganggap revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara atau revisi UU ASN karena kebutuhan mendesak pemerintah. Dia mengatakan keterdesakan ini disebabkan banyaknya kementerian baru yang dibuat Presiden Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya melihat ini ada kebutuhan mendesak terkait dengan banyaknya nomenklatur kementerian baru yang dikawalnya oleh Pak Prabowo," ujar Trubus saat dihubungi Tempo melalui aplikasi perpesanan pada Rabu, 15 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) ini , kementerian baru yang dibentuk pemerintahan Prabowo banyak membutuhkan aparatur sipil negara. Trubus mengatakan hal tersebut juga diiringi dengan banyaknya rekrutmen ASN yang memang sudah sering dibuka oleh masing-masing kementerian.
"Sekarang itu, kan, membutuhkan ASN banyak otomatis nah karena itu kan perlu ada aturan yang clear kan, yang jelas seperti apa rekrutmennya juga," kata Trubus.
Meskipun membutuhkan banyak pegawai negeri sipil, Trubus meminta agar pemerintah dapat memperhatikan konteks untuk merevisi UU ASN ini. Dia menyebutkan konteks ini seperti kemampuan dan kapasitas untuk mengubah aturan ASN yang juga membutuhkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
Kebutuhan ini karena pejabat eselon II di daerah harus dimutasi menuju pusat pemerintahan, yaitu Ibu Kota Nusantara (IKN). Karena itu, menurut Trubus, setiap daerah juga membutuhkan pegawai ASN baru untuk melayani publik.
"Tetapi kan ini (revisi UU ASN) juga harus dilihat konteksnya ini kemampuan kapasitas APBN-nya juga," tutur Trubus.
Dikutip dari Koran Tempo edisi 10 Januari, seusai reses pada 20 Januari 2025, Dewan Perwakilan Rakyat akan membahas revisi UU ASN. Salah satu materi yang akan diubah adalah tentang netralitas ASN dalam politik praktis. Caranya, dengan menarik kendali mutasi pejabat eselon II di daerah ke pemerintah pusat.
Usulan ini awalnya dari Ketua Komisi bidang Pemerintahan DPR Muhammad Rifiqinizamy Karsayuda dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Dalam Negeri pada 18 November 2024 lalu. Perubahan regulasi ini masuk daftar Program Legislasi Nasional (Proglenas) prioritas 2025.
Rotasi ASN eselon II, kata Rifiqinizamy, akan serupa dengan mutasi jabatan di Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Tentara Nasional Indonesia. Karena itu, pejabat eselon II di suatu daerah berpeluang dimutasi ke instansi pemerintah pusat ataupun ke pemerintahan daerah lain di seluruh Indonesia.