Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Lagi, Kasus Asusila Menjerat Ketua KPU

DKPP memeriksa laporan dugaan asusila terhadap Ketua KPU Hasyim As'yari. Mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap KPU.

25 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua KPU Hasyim Asy’ari di kantor KPU, Jakarta, 9 Maret 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Korban berinisial CAT melaporkan Ketua KPU Hasyim As'yari ke DKPP dengan tuduhan kasus asusila.

  • Kasus kedua yang dilaporkan terhadap Hasyim ke DKPP, meski kasus pertama tidak terbukti.

  • Hasyim membantah semua tuduhan yang diadukan ke DKPP.

DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang etik terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim As'yari. Majelis etik memeriksa tuduhan asusila terhadap Hasyim yang dilaporkan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Den Haag, Belanda, berinisial CAT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DKPP menggelar sidang pada Rabu, 22 Mei 2024, dengan agenda pemeriksaan pihak pengadu dan Hasyim selaku teradu. "Ini kasus kedua aduan dugaan asusila yang dilayangkan terhadap Hasyim," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito saat dihubungi pada Jumat, 24 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasyim sebelumnya diadukan Mischa Hasnaeni Moein, atau yang dikenal sebagai wanita emas, pada 18 Agustus 2022. Hasnaeni saat itu mengadukan Hasyim atas tuduhan asusila. Heddy mengatakan tuduhan asusila yang dilayangkan Hasnaeni tidak terbukti. Namun Hasyim terbukti melanggar etik karena bertemu dengan ketua umum partai politik. Hasnaeni merupakan Ketua Umum Partai Era Masyarakat Sejahtera atau Emas.

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan kasus asusila tersebut seharusnya menjadi momentum bagi DKPP untuk bersikap tegas. Apalagi, kata Hadar, pengaduan asusila tersebut bukanlah yang pertama kali. “Mereka harus berani mengambil keputusan yang tegas. Jadi jangan sampai memberikan sanksi yang kemudian itu tidak berdampak apa-apa,” ujar Hadar saat dihubungi, kemarin.

Hadar mengatakan selama ini DKPP sepertinya enggan menjatuhkan sanksi etik secara tegas. Ia melihat DKPP terkesan khawatir jika memberhentikan komisioner KPU yang melanggar etik berat karena itu bakal mengganggu jalannya tugas pelaksanaan pemilihan umum.

Sebaliknya, kata Hadar, tidak adanya langkah tegas DKPP justru akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pemilu dan kredibilitas pemilu itu sendiri. Apalagi saat ini KPU akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Padahal, dia menegaskan, memberhentikan pejabat penyelenggara pemilu dan pengawasnya merupakan wewenang DKPP. 

Hadar menuturkan ketidaktegasan DKPP bisa berpengaruh pada legitimasi pilkada 2024. “Sepertinya sikap yang diambil DKPP mempertimbangkan kestabilan penyelenggara pemilu sehingga mereka tidak mengambil wewenang yang seharusnya,” ujar Hadar.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati juga mengatakan kasus dugaan pelecehan menjadi momentum bagi DKPP untuk memberikan sanksi tegas kepada pimpinan KPU yang bermasalah. Sebab, kata dia, sanksi yang dijatuhkan DKPP sebelumnya tidak memberikan efek jera sehingga pelanggaran etik kembali dilakukan Ketua KPU.

Menurut Khoirunnisa, selain tidak adanya efek jera, masalah integritas menjadi faktor penyebab pelanggaran etik terus dilakukan oleh pimpinan KPU meski sudah dikenai sanksi oleh DKPP. “Selain tidak punya komitmen penghargaan terhadap perempuan, penyebabnya bisa juga karena tidak adanya pengawasan internal untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual,” kata Khoirunnisa.

DKPP telah menjatuhkan empat sanksi kepada Hasyim Asy’ari sejak April 2023 hingga Februari 2024. Tiga dari empat sanksi itu merupakan peringatan keras terakhir. Namun sanksi peringatan keras terakhir ini dinilai tidak memberi efek jera karena Hasyim masih melakukan pelanggaran etik. 

Heddy Lugito menjelaskan, lembaganya selalu melihat derajat pelanggaran etik dalam tiap kasus yang dilaporkan. Dia mengungkapkan pelanggaran yang diduga dilakukan Hasyim sebagai teradu dan banyaknya sanksi yang menumpuk akan menjadi pertimbangan majelis DKPP untuk menjatuhkan hukuman. “Apakah itu nantinya perlu diberhentikan atau tidak, kami akan mengkaji seberapa besar pelanggaran yang dilakukan,” ujar Heddy.

Heddy menepis anggapan bahwa lembaganya dinilai tidak tegas dalam menindak pelanggaran etik pejabat penyelenggara pemilu. Menurut dia, DKPP telah menindak banyak pelanggaran etik dan memberhentikan komisioner KPU di tingkat daerah. Ia mengatakan DKPP tak hanya memberi hukuman berupa sanksi peringatan keras kepada Hasyim, tapi juga kepada komisioner KPU lainnya dan bahkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja.

DKPP, Heddy melanjutkan, berwenang memberhentikan Ketua KPU apabila terbukti bersalah dan cukup berat derajat pelanggarannya. Besar atau kecilnya derajat pelanggaran ditentukan dalam rapat pleno majelis DKPP dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan 
para pihak, bukti, dan para saksi. “Besaran sanksi itu sesuai dengan keyakinan majelis yang memeriksa perkara tersebut. Kalau memang harus diberhentikan, ya, diberhentikan. Sudah banyak yang diberhentikan,” ucapnya.

Kendati begitu, Heddy mengatakan belum bisa berkomentar banyak perihal kasus asusila kedua yang dituduhkan kepada Hasyim. Sebab, persidangan etik di DKPP belum rampung dan masih ada tahapan pemeriksaan yang akan digelar pada 6 Juni mendatang, termasuk menghadirkan Sekretaris Jenderal KPU.

Kuasa Hukum pengadu kasus dugaan asusila yang dilakukan oleh Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Aristo Pangaribuan (kanan) dan Maria Dianita Prosperianti, memberikan keterangan di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, 22 Mei 2024. ANTARA/Rio Feisal

Cerita Dugaan Kasus Asusila Itu

Korban berinisial CAT yang diwakili Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-FHUI) melaporkan Hasyim ke DKPP pada 18 April lalu. Maria Dianita Prosperiani, kuasa hukum korban, mengatakan manipulasi sudah dimulai sejak pertemuan pertama korban dengan Hasyim saat menjalani bimbingan teknis untuk persiapan Pemilu 2024. 

Hasyim selaku teradu diduga mendekati, merayu, dan sampai melakukan perbuatan asusila terhadap korban. Kejadian itu dimulai pada September 2023 sampai Maret 2024. “Rangkaian manipulasi itu dilakukan dengan bujuk rayu, janji-janji, dan penyalahgunaan wewenang berupa penggunaan fasilitas kedinasan agar dapat memenuhi nafsu pribadi teradu," ujar Maria.

Maria menyebutkan memiliki sedikitnya 20 bukti yang mendukung aduan tersebut, termasuk bukti elektronik. Bahkan masih ada bukti-bukti lain yang bisa dilampirkan dalam persidangan.

Korban mengalami trauma ketika bertemu dengan Hasyim saat sidang pemeriksaan etik pada Rabu lalu. Dia sempat didampingi oleh psikolog selama mengikuti sidang di gedung DKPP. Menurut Maria, sidang sempat dihentikan beberapa kali karena kondisi korban yang tidak stabil secara emosional. "Tim kuasa hukum sedang mempersiapkan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban."

Aristo Pangaribuan, kuasa hukum korban yang juga dari LKBH-FHUI, menuturkan keduanya bertemu beberapa kali saat Hasyim melakukan kunjungan dinas ke Eropa dan saat korban melakukan kunjungan ke Indonesia. Korban CAT merupakan anggota PPLN di Den Haag. Menurut Aristo, diduga ada upaya aktif dari Hasyim untuk merayu dan mendekati korban, bahkan saat keduanya tidak bertemu.

Hasyim diduga menyalahgunakan jabatan dengan memakai berbagai fasilitas kedinasan dan mengasosiasikan dirinya dengan kekuasaan. Dia juga ditengarai memberikan janji-janji serta memanipulasi informasi untuk dapat merayu korban demi memenuhi nafsu pribadinya. "Perbuatan itu dilakukan kepada klien kami, anggota PPLN yang memiliki hubungan pekerjaan dengan Ketua KPU. Padahal Ketua KPU telah terikat dalam pernikahan yang sah," kata Aristo di gedung DKPP pada Kamis, 18 April lalu.

Adapun Hasyim Asy’ari belum merespons permintaan konfirmasi Tempo yang dikirim ke nomor WhatsApp-nya, kemarin. Seusai sidang pemeriksaan etik pada Rabu lalu, Hasyim membantah semua tuduhan yang diadukan ke DKPP. “Apa yang dituduhkan atau apa yang dijadikan dalil aduan, saya bantah semua. Saya bantah karena apa? Memang tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya,” ucap Hasyim.

Hasyim enggan membeberkan secara mendetail pemeriksaan selama persidangan. Dia berkeberatan dengan pemberitaan sejumlah media yang ia yakini berasal dari pengadu. Ia keberatan karena laporan tersebut sedang disidangkan secara tertutup. “Pokok-pokok perkara yang pernah disampaikan melalui media itu semuanya saya bantah dalam persidangan,” kata Hasyim.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Yohanes Maharso Joharsoyo dan Adinda Jasmine Prasetyo berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus