Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kiblat Ka’bah Terbelah

Partai Persatuan Pembangunan sibuk menjaring calon presiden. Dua kubu ancang-ancang mengegolkan kandidat berbeda.

22 Desember 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANTAI tiga kantor pusat Partai Persatuan Pembangunan di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, penuh sesak. Sebagian orang meluber di pintu masuk. Sultan Hamengku Buwono X menjadi titik tumpu perhatian hadirin di ruang seluas 400 meter persegi itu. Aroma cat tercium. Gedung tiga lantai ini memang tengah direnovasi.

Sultan bercerita soal gelar kebangsawanan yang disandangnya: ”Sayyidin Panotogomo Khalifatullah fil Ardh”. Kepada massa dan undangan Partai Persatuan Pembangunan, lelaki yang telah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden ini menyebutkan gelarnya itu berarti pemimpin umat beragama dan pemimpin umat di dunia. Dalam acara yang dinamai ”Forum PPP Mendengar: Presiden Harapan, Harapan terhadap Presiden”, ia berkata, ”Saya mengayomi tidak hanya umat Islam, tapi umat seluruh agama.”

Inilah pertama kalinya ”Forum PPP Mendengar” mendatangkan calon presiden 2009. Sebelumnya, acara ini dipanaskan dengan diskusi yang menghadirkan pakar-pakar berbagai bidang. Mereka yang pernah hadir di antaranya pengamat ekonomi Aviliani, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Bambang Brodjonegoro, dan cendekiawan muslim Azyumardi Azra.

Memberikan sambutan dalam forum itu, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali menegaskan acara tersebut tidak dimaksudkan sebagai ajang konvensi. Ia juga menepis tudingan bahwa partainya sedang mengumpulkan uang dari para calon presiden. ”Tidak dipungut biaya apa pun,” kata Suryadharma. Koalisi untuk merebut kursi kepresidenan, kata dia, saat ini juga belum dibangun.

Dalam pidato tanpa teks, Sultan menjabarkan konsepnya. Negeri ini, katanya, harus mengembangkan dunia maritim karena mayoritas wilayah Indonesia adalah lautan. Sultan juga menyoroti liberalisasi ekonomi yang menurut dia justru kebablasan dan memiskinkan masyarakat.

Sumber Tempo di Partai Persatuan Pembangunan menyebutkan Sultan dianggap menarik karena relatif bersih dan reformis. Sebagai Raja Jawa, ia juga dinilai memiliki basis massa primordial. Cuma, kata sumber ini, Sultan dinilai tak banyak punya prestasi. ”Sebagai Gubernur Yogyakarta, relatif ia tak banyak gebrakan.”

Selain Sultan, Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto pada kesempatan yang lain telah diundang. Senin pekan lalu, mantan Komandan Komando Pasukan Khusus ini memaparkan visinya membangun ketahanan ekonomi. Materinya, ”Seperti yang juga telah disampaikan Prabowo dalam iklan-iklannya di televisi,” kata Lukman Hakim Saifuddin, salah satu Ketua PPP.

Prabowo disukai karena dianggap tegas. Idenya soal kemandirian ekonomi rakyat juga cukup populis. Sebelum hadir di forum ini, sumber lain bercerita, Suryadharma Ali dan Lukman Hakim sempat makan malam dengan Prabowo di sebuah hotel di Jakarta. ”Nyaris tiga jam,” kata politikus PPP itu.

Saat itu, Prabowo meyakinkan petinggi partai Ka’bah bahwa dirinya tidak akan aji mumpung jika terpilih menjadi presiden. Bisnis minyak buminya di luar negeri, yang ditekuni bersama adiknya, Hashim Djojohadikusumo, relatif aman dari krisis global. Lukman membantah ada pembicaraan soal duit dengan para calon presiden. Sayang, Prabowo tak dapat dikontak untuk dimintai konfirmasi.

Selain mengundang Sultan dan Prabowo, Partai Persatuan Pembangunan akan mendatangkan Wiranto, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Orang-orang ini, menurut Lukman, diterima publik, setidaknya begitu hasil sejumlah jajak pendapat.

l l l

SEJUMLAH sumber Tempo bercerita, pembentukan ”Forum PPP Mendengar” merupakan wujud perpecahan di tubuh partai. Dua pihak yang bersaing adalah Ketua Umum Suryadharma Ali, yang menyokong Megawati sebagai calon presiden, dan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Bachtiar Chamsyah, yang mendukung Susilo Bambang Yudhoyono. Kedua kubu juga pernah berkonflik saat penyusunan daftar calon anggota legislatif. Baik Suryadharma maupun Bachtiar adalah anggota kabinet Yudhoyono. Suryadharma adalah Menteri Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah dan Bachtiar Chamsyah adalah Menteri Sosial.

”Forum PPP Mendengar” dibentuk kubu Suryadharma meski sebetulnya Partai Persatuan Pembangunan telah memiliki Lajnah Pemenangan Presiden. Lembaga ini dipimpin Arief Mudatsir Mandan (ketua) dan T. Taufiqulhadi (sekretaris). Keduanya dikenal sebagai orang dekat Bachtiar. Namun, hingga kini, surat pembentukan Lajnah belum dikeluarkan Suryadharma, padahal rapat internal pembentukan badan itu telah digelar awal tahun lalu. Lukman Hakim, yang disebut-sebut masuk kubu Suryadharma, mengatakan surat Lajnah belum keluar karena tim pemenangan presiden PPP memang belum dibentuk. Alasannya, ”Belum ada kebutuhan untuk itu.”

Sumber lain menyebutkan Suryadharma tak cocok dengan SBY karena Yudhoyono cenderung formal dalam membangun koalisi. Padahal, selain soal popularitas, seorang kandidat presiden perlu memberikan sinyal mengenai pembagian kekuasaan kepada partai sekutunya. ”Karena cenderung formal, komunikasi jadi susah,” kata sumber itu.

Pembicaraan soal koalisi dengan Yudhoyono bukan tak pernah dilakukan. Mei lalu, misalnya, Suryadharma dan Lukman Hakim pernah bertemu dengan SBY di kediaman Presiden di Cikeas, Bogor. Agenda resmi pertemuan itu adalah membicarakan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak. Meski demikian, kedua politikus PPP mencoba juga menyinggung soal koalisi. Tapi tak ada tanggapan yang memadai dari Yudhoyono. ”Susah ngomongin soal itu,” kata sumber Tempo yang mengetahui pertemuan tersebut.

Selain soal Yudhoyono yang mengunci pintu, Partai Demokrat yang mengusung SBY dinilai kurang responsif dalam hal bagi-bagi posisi. ”Di sana tidak jelas siapa yang bisa dihubungi,” kata sumber itu. Ini berbeda dengan kubu Megawati. Di kandang Banteng, ”Malah Taufiq Kiemas yang aktif membicarakan soal itu.”

Dalam sebuah pertemuan dengan kubu Suryadharma, Ketua Dewan Pertimbangan Partai PDI Perjuangan dan suami Megawati, Taufiq Kiemas, kabarnya telah mengisyaratkan tidak akan menguasai sendiri kursi di kabinet. ”Untuk membangun Indonesia, kan, kita perlu bersama-sama,” kata sumber ini mengutip Taufiq. Sayang, Suryadharma tak bisa dikontak untuk dimintai konfirmasi. Namun Lukman Hakim membantah bosnya tak mendukung SBY. Sikap Suryadharma, ”Sama seperti Pak Bachtiar. Kan, mereka sama-sama di kabinet,” katanya. Soal negosiasi dengan PDI Perjuangan, Lukman berkomentar pendek. Katanya, komunikasi politik dengan Taufiq Kiemas, ”Cukup terbuka.”

Lukman menambahkan partainya belum membicarakan pembagian kursi karena soal itu akan dibahas setelah pemilu legislatif rampung. Partai Persatuan Pembangunan menargetkan meraih 15 persen suara—dua kali lipat suara partai itu pada Pemilu 2004.

Lain Suryadharma, lain lagi dengan Bachtiar Chamsyah, yang pagi-pagi sudah pasang ancang-ancang menyokong SBY. Februari lalu, misalnya, ia mengundang Yudhoyono untuk membuka Muktamar II Persaudaraan Muslimin Indonesia di Ancol, Jakarta Utara. Bachtiar adalah ketua organisasi massa itu.

Bachtiar tampak ingin menyindir Suryadharma yang menilai langkahnya merapat ke SBY terlalu dini. Seseorang yang dekat dengan Bachtiar menyebutkan Menteri Sosial itu memang ingin merekatkan diri dengan Yudhoyono. ”Bachtiar masuk kabinet kan memang bukan atas dasar rekomendasi partai, melainkan kedekatan dengan SBY,” kata seorang pengikut Bachtiar.

Saat dihubungi Jumat pekan lalu, Bachtiar yakin mayoritas anggota Partai Persatuan Pembangunan mendukung duet Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Dukungan terutama datang dari unsur Persaudaraan Muslimin Indonesia dan Nahdlatul Ulama—dua organisasi yang dulu berfusi ke dalam PPP. ”Lebih dari 50 persen dukungan,” katanya.

Tarik-menarik dua kubu ini, menurut sumber Tempo, berimbas pada operasi partai sehari-hari. Rapat harian pengurus pusat dua pekan lalu, misalnya, hanya dihadiri sekitar setengah dari 37 pengurus.

Budi Riza, Akbar Tri Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus