Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Transkrip percakapan jaksa Pinangki dengan pengacara Joko Tjandra menunjukkan peran seseorang yang disebut sebagai king maker.
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia menduga king maker berperan sentral dalam kasus suap Joko Tjandra.
Percakapan mengindikasikan upaya membebaskan Joko Tjandra lewat fatwa Mahkamah Agung tak berjalan sebelum king maker mendapat jatah suap.
"King maker" disebut empat kali dalam percakapan antara jaksa Pinangki Sirna Malasari dan pengacara Anita Kolopaking. Dialog pada 2019-2020 tersebut merupakan bagian dari upaya suap pejabat agar terbit fatwa Mahkamah Agung untuk membebaskan Joko Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Transkrip percakapan di WhatsApp yang mencapai 67 halaman itu dibacakan oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) dalam praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin lalu. Mereka menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi karena menghentikan penyidikan untuk mengungkap identitas "king maker" meski sudah ada bukti awal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI, menilai "king maker" alias sang pengangkat raja berperan sentral dalam upaya suap ini. "Dugaan saya antara oknum penegak hukum atau oknum politikus," kata dia.
Jaksa Pinangki, 40 tahun, merupakan kepala subbagian di Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Dalam kasus ini, dia menjadi makelar kasus dengan mengajukan proposal rencana aksi pembebasan Joko Tjandra—yang buron sejak 2008 dan baru tertangkap pada Juli tahun lalu—dengan banderol US$ 1 juta, setara dengan Rp 14 miliar.
Untuk itu, Pinangki berdialog intensif dengan Anita Kolopaking, 58 tahun, selaku kuasa hukum Joko Tjandra. Mereka berkomunikasi menggunakan inisial dan istilah, misalnya JC untuk Joko Candra, DT untuk Djoko Tjandra, BR untuk Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, serta HA untuk Hatta Ali, Ketua Mahkamah Agung 2012-2017 dan 2017-2022.
Ada juga sebutan "bapak". "Bapak" dari Pinangki diduga mengacu pada Burhanuddin, sementara "bapak"-nya Anita adalah Hatta Ali. Nama keduanya masuk dalam dakwaan Pinangki, yang belakangan divonis 4 tahun penjara. Adapun baik Burhanuddin maupun Hatta Ali membantah jika disebut terlibat.
Keterangan: Artikel dan infografis ini Redaksi ralat pada Kamis, 23 September 2021 pukul 13.10 WIB, karena kesalahan perhitungan konversi nilai bayaran yang disepakati Joko Tjandra dan Jaksa Pinangki. Sebelumnya tertulis setara Rp 140 miliar. Seharusnya Rp 14 miliar.
REZA MAULANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo