Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai koalisi pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak satu suara dalam menyikapi keterlibatan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam gugatan masa jabatan wapres (wakil presiden). Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) misalnya, mengaku berada dalam posisi pasif responsif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, mereka pasif dalam arti bersifat menunggu proses hukum di Mahkamah Konstitusi. "Responsif dalam arti siap bergerak maju apapun putusan MK," ujar Hendrawan saat dihubungi Tempo pada Rabu, 25 Juli 2018.
Setali tiga uang, Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menyebut partainya tidak ingin mendahului keputusan MK. Sampai putusan MK diketok, Golkar masih berpegangan pada keputusan DPP sebelumnya."Partai Golkar masih konsisten mendukung Pak Airlangga Hartarto sebagai Cawapres-nya Pak Jokowi" ujar Ace saat dihubungi terpisah.
Begitu pula dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). "Hari ini kami hanya fokus berusaha dan berdoa untuk mendorong Cak imin jadi cawapres," ujar Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding.
Sementara itu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) PPP mengatakan, berdasarkan pandangan hukum tata negara partainya, semestinya JK tidak bisa lagi menjadi cawapres. "Pandangan hukum tata negara PPP, mestinya Pak JK enggak bisa maju lagi," kata Sekjen PPP Arsul Sani.
Hanura menyayangkan langkah JK tersebut. "Seyogyanya JK berjiwa besar, tidak lagi mengejar jabatan melainkan memberi jalan kepada generasi muda untuk tampil," ujar Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah kepada Tempo.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G. Plate menegaskan, partainya mendukung segala keputusan Jokowi. "Nasdem konsisten dengan sikap politik without reserve," ujar Johnny.
Partai Perindo mengajukan uji materi Pasal 169 huruf N Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi pada 10 Juli lalu. Perindo mempermasalahkan pasal ini, yang dianggap membatasi jabatan calon wakil presiden sebanyak dua periode, baik berturut-turut maupun tidak. Gugatan ini menjadi sorotan karena JK ikut menjadi pihak terkait dalam uji materi masa jabatan wapres ini.