Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi masyarkat sipil Sumatera Barat (Sumbar) yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat, organisasi nahasiswa, pakar hukum, dan pengamat hukum menggelar diskusi yang bertajuk “Sumatera Barat Melawan Politik Uang dan Politik Dinasti”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam diskusi ini pengamat hukum dari Australian National University, Edward Aspinal mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan mengenai money politics atau politik uang yang semakin merajalela.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia juga mengungkapkan bahwa salah satu hal yang dapat dilakukan ialah dengan adanya melakukan perubahan sistem yang menumbuh suburkan politik uang.
Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Andalas (Unand) Muhammad Yusra mengungkapkan bahwa masyarakat masih kurang menyadari pentingnya memilih calon pemimpin yang tepat karna masih minimnya pengetahuan politik.
"Defisit pengetahuan masyarakat tentang pengetahuan politik, setelah memilih ini apa yang akan terjadi pada kehidupan mereka," ujar Yusra saat menjadi pemantik diskusi di ruang seminar Tahir Foundation, Fakultas Hukum, Unand pada Jumat 28 Juni 2024.
Soal topik diskusi yang mengangkat tentang politik dinasti dan politik uang, Yusra menyampaikan bahwa Sumbar menjadi salah satu provinsi yang masih memiliki ideologi dalam kontestasi politik di Indonesia, dan hal tersebut harus tetap dipertahankan.
“Sumatera Barat tegak lurus dan konsisten terhadap ideologinya," ujarnya.
Menurutnya, kerusakan sistem sebagai dampak dari berkembangnya politik uang dan politik dinasti di Indonesia telah terjadi di berbagai jenjang pemerintahan.
"Tidak hanya pada level elektoral, tapi dari partai politik sampai ke penyelenggara memang bermasalah," ujar Yusra.
Dalam kesempatan tersebut Yusra juga mengajak masyarakat untuk bersama- sama menggunakan tagline “Sumatra Barat Melawan Politik Uang dan Politik Dinasti.”
Dalam diskusi ini Ketua Pusat Moderasi Beragama (PMB) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol M. Taufik mengemukakan bahwa saat ini Indonesia dalam kondisi yang memprihatinkan. Di mana fenomena politik uang dalam pesta demokrasi menjadi suatu hal yang dianggap biasa oleh masyarakat.
"Ada proses pensucian sesuatu yang jahat dengan kontruksi yang baru. Sesuatu yang salah dilakukan berulang-ulang akan menjadi biasa," kata dia.
Ia juga menilai bahwa politik uang menjadi salah satu faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap kemenangan para calon pejabat. "Kemenangan 40 persen dari transaksional (politik uang)," ujar Taufik.
Koalisi masyarakat dari Ranah Rantau Circle, Ihamsyah menanggapi terkait kondisi politik yang saat ini terjadi di Sumbar. Salah satu yang ia soroti yakni mengenai pemungutan suara ulang (PSU) anggota DPD yang menjadi sejarah karena dilakukan untuk pertama kali. Ia menganggap bahwa hal tersebut sebagai suatu “Kecelakaan demokrasi.”
"Pertama kita harus melihat ini sebagai suatu kecelakaan demokrasi bagaimana penyelenggara pemilu mengabaikan saran dari pengadilan sehingga terjadinya kerugian bersama, sudah diputuskan tiba- tiba pemilu diulang kembali,” ujarnya.
Ilhamsyah juga mengungkapkan bahwa berkaitan dengan munculnya sejumlah anak pejabat daerah di Sumbar yang menang dalam pemilihan legislatif 2024 lalu disebabkan oleh faktor sentimen kedaerahan dan mampu memanfaatkan isu- isu terkait gen z.
"Jadi kalau dikaitkan dengan politik uang, beliau ini bukan dominan ke faktor politik uang tetapi karna memang ada faktor sentimen kedaerahan, kemudian dia bisa memanfaatkan isu-isu gen Z, bagaimana pada hari itu calon presiden Prabowo banyak menggunakan momentum pertunjukan seni untuk menyatukan suara gen Z," ujar Ilhamsyah.
Kegiatan ini juga disampaikan dengan pembacaan deklarasi secara bersama- sama oleh seluruh peserta diskusi. Naskah deklarasi tersebut diketik dalam 3 halaman. Kemudian terakhir acara ditutup dengan melakukan doa bersama.
Pilihan Editor: 5 Faktor yang Bikin Politik Uang Terus Eksis di Indonesia