Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Koleksi Mati Setelah Peneliti Angkat Kaki

Ratusan anggrek di Kebun Raya Bogor terbengkalai. Tanaman menjadi tidak terurus setelah peneliti bergabung dengan BRIN.

17 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Griya Anggrek di Taman Anggrek, Kebun Raya Bogor, Bogor, Jawa Barat, 16 Januari 2023. TEMPO/Vindry Florentin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Setelah ditinggal para peneliti, ratusan anggrek di Griya Anggrek Kebun Raya Bogor terbengkalai. Sebagian layu, sebagian lagi tercerabut dari akarnya. Ada juga yang telah membusuk. "Itu terjadi karena kelembapan ruang di bawah 40 persen," kata seorang teknisi ketika ditemui Tempo di Bogor, Jawa Barat, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Idealnya, anggrek berada di ruangan dengan kelembapan udara 60-80 persen. Kelembapan tidak boleh terlampau tinggi saat malam atau terlalu rendah ketika panas matahari menyengat. Suhu udara juga harus stabil di antara 21-30 derajat Celsius. Jika indikator kelembapan dan suhu ini terlewati, keselamatan tanaman bernama Latin Orchidaceae itu bakal terancam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk menjaga kelembapan dan suhu udara, peneliti merekayasa ruang berupa gedung kaca serupa dengan etalase raksasa. Rekayasa ini membuat anggrek bisa bertahan hidup. Upaya ini penting karena di tempat itu terdapat sedikitnya 106 dari 750 famili anggrek dari seluruh dunia.  

Kebun Raya Bogor memiliki koleksi taman anggrek yang ditempatkan pada empat gedung. Gedung-gedung tersebut diresmikan presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri, pada 2002. Pada 2018, dua gedung dikelola PT Mitra Natura Raya. Korporasi itu juga mengelola keseluruhan ekowisata di Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas di Cipanas, Kebun Raya Purwodadi di Pasuruan, dan Kebun Raya Eka Karya Bali. 

Persoalan muncul ketika pemerintah melebur sejumlah lembaga riset ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Para peneliti yang sebelumnya bernaung di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ikut diboyong ke BRIN. "Di Kebun Raya Bogor sudah tidak ada peneliti, bahkan kami masuk unit kerja saja susah," kata seorang peneliti yang semula ikut menangani pengelolaan tanaman di Kebun Raya Bogor.  

Setelah bergabung ke BRIN, kewenangan peneliti seolah-olah menjadi terbatas. Pembatasan ini didasari Keputusan Kepala BRIN Nomor 337/I/HK/2022 tentang Penetapan Lokasi Kerja di Lingkungan BRIN yang diterbitkan pada 22 Desember 2022. Dalam aturan itu diatur pembagian kelompok home base unit kerja dan pegawai. Hematnya, kata dia, aturan ini memisahkan para peneliti dengan aset atau obyek penelitiannya. 

Merujuk pada dokumen yang diperoleh Tempo, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mewajibkan seluruh sistem penelitian mengikuti struktur organisasi BRIN. Transisi ini berlangsung mulai 1 Januari hingga 1 Maret 2023. Dalam dokumen itu dibentuk pengelompokan atas 124 lokasi dalam delapan kawasan, yaitu kawasan sains dan teknologi (KST), kawasan sains (KS), kawasan sains dan edukasi (KSE), kawasan koleksi ilmiah (KKI), kawasan stasiun lapangan (KSL), kawasan kerja bersama (KKB), kawasan kemitraan eksternal (KKE), serta kawasan perumahan pegawai (KPP). 

Anggrek koleksi Griya Anggrek terbengkalai di Taman Anggrek, Kebun Raya Bogor, Bogor, Jawa Barat, 16 Januari 2023. TEMPO/Vindry Florentin

Adapun pengelolaan Kebun Raya Bogor masuk dalam KKI. Kawasan ini juga terdapat di Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, Kebun Raya Eka Karya Bali, Kebun Raya Cibinong, dan beberapa lagi di Indonesia. Seluruh unit kerja tersebut menjadi bagian dari Deputi Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN. Di dalamnya mencakup seluruh koleksi ilmiah, pengelolaan armada kapal riset, pengelolaan laboratorium, penguatan ketenaganukliran, dan penguatan kemitraan.

Sedangkan sumber daya manusia, yakni seluruh peneliti BRIN, dialihkan pada Direktorat Organisasi Riset dan Pusat Riset BRIN. Misalnya, para peneliti yang semula menangani tanaman anggrek di Kebun Raya Bogor harus pindah ke Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan BRIN. Lokasinya berada di Cibinong, Kabupaten Bogor. "Tanaman di kebun raya jadi terbengkalai karena ditinggal peneliti," kata seorang peneliti di Kebun Raya Cibodas. "Sekarang, kalau kami ke lapangan, susah menemukan koleksi tanaman karena sudah dipenuhi semak belukar."

Sebelum ada perombakan sistem kerja, biasanya peneliti memantau secara periodik koleksi tanaman di kebun raya. Saban hari, mereka mencatat pertumbuhannya, termasuk menghindarkan dari semak belukar atau ancaman kerusakan. Bahkan peneliti menyediakan pagar untuk menjaga keutuhan tanaman. Namun semua mekanisme pelindungan dan pemantauan tanaman itu hilang ketika peneliti kesulitan mengakses unit koleksi. 

Tempo berupaya meminta tanggapan dari pengelola Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas, termasuk kepada PT Mitra Natura Raya. Namun mereka tidak bersedia memberi keterangan. "Mohon maaf, soal hal tersebut, saya tidak memiliki kewenangan untuk menjawab," kata Kepala Kantor Kebun Raya Cibodas BRIN, Fitri Kurniawati. 

Tempo juga kemarin meminta tanggapan dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dengan menunjukkan foto anggrek yang rusak di Kebun Raya Bogor. Menurut dia, tanaman anggrek di Kebun Raya Bogor semestinya masih menjadi tanggung jawab periset BRIN. "Foto (anggrek yang rusak) ini masih periset BRIN yang urus," katanya.

Laksana menjelaskan, peneliti masih berkantor di kebun raya sehingga masih bisa menjangkau koleksi dan merawat tanaman. Di satu sisi, sejak 2018, LIPI bekerja sama dengan mitra untuk menjalankan ekowisata. Pada 2022, Mitra Natura Raya menjalankan uji coba pengalihan tim teknisi yang menangani kebun koleksi. Peralihan dan penanganan ini dilakukan secara bertahap agar ada penyesuaian. "Tapi tetap ada masalah kedisiplinan. Biasa, namanya juga PNS," ujarnya. 

Hematnya, kata Laksana, justru peralihan dari peneliti di Kebun Raya Bogor ke mitra kerja dapat menjamin keberlangsungan hidup tanaman koleksi. Budi daya dilakukan secara profesional dan dikomersialkan. Perubahan tata kelola ini dilakukan karena sebelumnya perawatan yang dilakukan periset tidak berjalan dengan baik dan konsisten. Buktinya, kata dia, banyak koleksi yang tidak jelas dan dipenuhi gulma. 

Dalam implementasinya, kata Laksana, BRIN memberlakukan sistem work from anywhere (WFA). Para periset bisa berkantor di 52 kawasan yang disediakan. Ketika peneliti memerlukan infrastruktur riset, mereka harus datang ke satu dari 15 kawasan sesuai dengan infrastruktur yang dibutuhkan. Sistem ini dinilai dapat menjamin efisiensi, utilisasi infrastruktur, dan optimalisasi aset yang tinggi. 

Wisatawan melihat berbagai koleksi bunga anggrek di Griya Anggrek, Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, 18 Mei 2022. ANTARA/Arif Firmansyah

Kepala LIPI periode 2010-2015, Lukman Hakim, justru mengkritik kebijakan Laksana yang dinilai berupaya memisahkan peneliti dari obyek penelitian. Seolah-olah peneliti diusir dari laboratorium. "Padahal peneliti seharusnya setiap saat di laboratorium dan menjadikannya sebagai rumah kedua," kata dia. "Ini BRIN justru menggunakan sistem WFA, perombakan besar yang memisahkan peneliti dari infrastruktur dan penganggaran penelitian."

Lukman juga mengkritik target bagi peneliti untuk menghasilkan produk berupa jurnal ilmiah internasional atau terindeks pada Scopus. Penyeragaman target ini dinilai janggal karena, pada saat yang sama, peneliti menjadi berjarak dengan laboratorium. Padahal semestinya peneliti harus berkutat di laboratorium yang berbasis pada rencana besar riset nasional. Namun, kata Lukman, BRIN sama sekali tak memperlihatkan upaya perencanaan riset jangka panjang yang holistik.

Lukman berpendapat sebaiknya BRIN berfokus pada peningkatan indeks research and development (R&D) di Indonesia yang masih kalah jauh dari negara lain. Indeks ini mengukur anggaran R&D yang masih 0,3 persen dari pengeluaran domestik bruto 2018. Angka itu jauh tertinggal dari Malaysia yang berada di angka 1,3 dan Korea Selatan 4,3. Karena itu, aneh bila BRIN berfokus pada orientasi penghematan anggaran untuk penelitian.

Sebelumnya, Laksana mengatakan penggabungan seluruh unit penelitian pada kementerian dan lembaga ke dalam BRIN telah menghemat anggaran pembiayaan riset serta penelitian sebesar 19 persen. Menurut dia, APBN 2019 mencatat anggaran untuk riset dan penelitian di semua lembaga dan kementerian mencapai Rp 31 triliun. "Pada akhir tahun anggaran 2022, BRIN mengelola laporan keuangan Rp 7 triliun sehingga integrasi ke BRIN dapat menghemat Rp 19 triliun," ucap Laksana. 

BRIN juga mampu melakukan banyak investasi baru, memelihara, dan mengoperasikan seluruh infrastruktur sesuai dengan standar. "Di lain sisi, kami juga dapat membuka seluruh infrastruktur ini sebagai fasilitas bersama yang dapat diakses periset dari perguruan tinggi dan pelaku usaha atau industri."

AVIT HIDAYAT 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus