Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Komisi, sedikit kecewa

Komisi pembaruan pendidikan yang dibentuk menteri Daoed Joesoef, menghimbau partisipasi masyarakat. Menteri mencetuskan gagasan sistem 4:2 bagi yang telah menamatkan sekolah dasar. (pdk)

28 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUGAS enam bulan pertama Komisi Pembaharuan Pendidikan masih empat bulan lagi. Apa hasilnya selama ini? Ada sedikit kekecewaan. Karena meskipun komisi terbuka bagi saran dan pendapat, ternyata sampai sekarang yang masuk praktis hanya berupa 'keinginan' saja. "Boleh dibilang tak ada yang memberi saran bagaimana cara pelaksanaannya," demikian penjelasan Prof. Slamet Iman Santoso, Ketua I komisi, selesai memimpin sidang paripurna kedua komisi, dua pekan lalu. Karena itu komisi menghimbau partisipasi masyarakat agar memberikan pemikiran dan saran tertulis pada sekretariat komisi, kotak-pos 3369, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Prof. Soemitro Djojohadikusumo, yang menjadi Ketua II komisi, turut menguatkan betapa pentingnya fikiran-fikiran soal pendidikan yang datang dari masyarakat. "Komisi tidak ingin hanya melahirkan sekedar angan-angan saja," katanya. Caranya, menurut K. Suratman, Sekretaris II komisi, bisa macam-macam. Antara lain diskusi, minta secara langsung kepada ahli pendidikan, kepada lembaga-lembaga pemerintah maupun bukan, mengundang pemuda untuk berbicara dan sebagainya. Hal itu katanya, akan dilakukan oleh anggota komisi yang 21 orang itu dalam peninjauan ke daerah di waktu mendatang. Namun melalui usaha komisi dengan memperkuat sekretariat komisi dan memasang kotak-pos, saran yang diharapkan dari masyarakat bukan tak ada sama sekali. Sampai ketika rapat paripurna itu, selain 33 kertas-kerja dan beberapa buku dari BP3K ditambah bahan dari pejabat-pejabat Departemen P&K sendiri, lewat sekretariat, komisi memang baru menerima lima kertas kerja dari perorangan. Tapi setelah kotak-pos itu dipasang, sampai 20 Oktober kemarin, menurut A.M.W. Pranarka, Sekretaris I komisi, sudah masuk 20 surat saran dari masyarakat. "Sebagai bahan, dari manapun asalnya pasti diterima komisi. Tidak ada yang ditolak," kata Pranarka kepada TEMPO. Dan macam-macam bahan itu lanjut Pranarka, bisa disebut menyeluruh. "Semua bidang ada. Soal pendidikan formil, non formil, wanita, dan lain-lain," katanya. Tapi soal pendidikan formil, seperti bahasa, matematika, nampaknya menunjukkan jumlah terbanyak. Setelah himbauan komisi dua pekan lalu, usaha untuk melibatkan masyarakat dalam usaha pembaharuan pendidikan, nampaknya mulai ada hasilnya. Kegiatan anggota komisi sendiri, kata Pranarka, telah berjalan lancar. "Apalagi nanti setelah bahan-bahan banyak masuk," katanya. Beberapa anggota komisi akan dikirim untuk mengadakan penelitian dan pengumpulan bahan secara langsung ke daerah. Sementara yang lain mulai melakukan studi untuk membuat kertas kerja sebagai bahan bagi komisi. Itu sebabnya, meskipun tahap enam bulan pertama dari waktu satu setengah tahun yang diberikan kepada komisi belum selesai, komisi secara tidak langsung sudah mulai menyusun dan menyuguhkan bahan kepada masyarakat, tugas yang sebenarnya masuk tahap enam bulan berikutnya. Pranarka memang tak menyebutkan bahan apa saja yang sudah dilemparkan ke masyarakat. Yang pasti, Daoed Joesoef sendiri, Menteri P&K, akhir bulan lalu di Kendari, turut mencetuskan pikiran-pikirannya. Kata menteri, memang semua percobaan yang pernah dilakukan akan tetap diperhatikan. Misalnya model Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan (SMPP) maupun percobaan yang kini tengah dilakukan oleh delapan buah IKIP Negeri lewat sistim modulnya. "Atau mungkin seperti yang saya pikirkan, meskipun bukan berarti yang terbaik, yaitu sistim 4 : 2, " kata Daoed Joesoef. Maksudnya, sesudah SD jenjang pendidikan berikutnya berlangsung empat tahun. Selama itu semua anak memperoleh pendidikan yang sama. Pendidikan berikutnya berlangsung empat tahun. Selama itu semua anak memperoleh pendidikan yang sama. Tidak dibagi ke dalam jurusan-jurusan. Sekarang ini anak jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) biasanya merasa lebih rendah dari pada anak-anak Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sudah dari sejak semula anak-anak itu telah dibuat merasa rendah diri. Demokratisasi Ekstrim Masa empat tahun itu sekaligus merupakan saringan. Kalau lulus disediakan jenjang pendidikan dua tahun yang betul-betul mempersiapkan si anak untuk masuk ke perguruan tinggi. Sedangkan yang tidak lulus pada masa empat tahun ini, dibelokkan ke sekolah-sekolah kejuruan. Jenjang pendidikan yang empat tahun akan benar-benar merupakan sekolah umum. Sedangkan yang dua tahun berikutnya bisa saja disebut sekolah persiapan ke perguruan tinggi. Sekolah umum yang sekarang disebut SMA itu menurut Daoed Joesoef telah gagal karena dualistis. SMA, yang sebenarnya menyiapkan anak didik untuk ke perguruan tinggi, kemudian ditumpangi tugas lain: menyiapkan juga agar anak didik bisa terampil. Akibatnya mutu ilmiahnya terpaksa diturunkan, keterampilannya juga tak bisa dinaikkan. Dua-duanya gagal. Sehingga lulus SMA, "terampil tidak, kemampuan intelektuilnya juga rendah," kata Daoed Joesoef. Itu sebabnya perguruan tinggi sekarang ini memperoleh calon mahasiswa yang kurang menguasai bahan. Dan terpaksalah perguruan tinggi, sebagai jenjang pendidikan di atasnya, diturunkan juga mutunya. Jadi, konsep mana yang kelak akan dipakai? "Itu bukan sekarang harus saya lontarkan. Saya tak mau mendahului komisi. Sebagai warga negara saya kan berhak memberikan pendapat. Tapi sebagai menteri saya tak mau mendesakkan. Sebab kalau mau mendesakkan, lebih baik saya tak membentuk komisi," kata Daoed.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus