TUGAS enam bulan pertama Komisi Pembaharuan Pendidikan masih
empat bulan lagi. Apa hasilnya selama ini? Ada sedikit
kekecewaan. Karena meskipun komisi terbuka bagi saran dan
pendapat, ternyata sampai sekarang yang masuk praktis hanya
berupa 'keinginan' saja.
"Boleh dibilang tak ada yang memberi saran bagaimana cara
pelaksanaannya," demikian penjelasan Prof. Slamet Iman Santoso,
Ketua I komisi, selesai memimpin sidang paripurna kedua komisi,
dua pekan lalu. Karena itu komisi menghimbau partisipasi
masyarakat agar memberikan pemikiran dan saran tertulis pada
sekretariat komisi, kotak-pos 3369, Jalan Jenderal Sudirman,
Jakarta.
Prof. Soemitro Djojohadikusumo, yang menjadi Ketua II komisi,
turut menguatkan betapa pentingnya fikiran-fikiran soal
pendidikan yang datang dari masyarakat. "Komisi tidak ingin
hanya melahirkan sekedar angan-angan saja," katanya.
Caranya, menurut K. Suratman, Sekretaris II komisi, bisa
macam-macam. Antara lain diskusi, minta secara langsung kepada
ahli pendidikan, kepada lembaga-lembaga pemerintah maupun bukan,
mengundang pemuda untuk berbicara dan sebagainya. Hal itu
katanya, akan dilakukan oleh anggota komisi yang 21 orang itu
dalam peninjauan ke daerah di waktu mendatang.
Namun melalui usaha komisi dengan memperkuat sekretariat komisi
dan memasang kotak-pos, saran yang diharapkan dari masyarakat
bukan tak ada sama sekali. Sampai ketika rapat paripurna itu,
selain 33 kertas-kerja dan beberapa buku dari BP3K ditambah
bahan dari pejabat-pejabat Departemen P&K sendiri, lewat
sekretariat, komisi memang baru menerima lima kertas kerja dari
perorangan. Tapi setelah kotak-pos itu dipasang, sampai 20
Oktober kemarin, menurut A.M.W. Pranarka, Sekretaris I komisi,
sudah masuk 20 surat saran dari masyarakat.
"Sebagai bahan, dari manapun asalnya pasti diterima komisi.
Tidak ada yang ditolak," kata Pranarka kepada TEMPO. Dan
macam-macam bahan itu lanjut Pranarka, bisa disebut menyeluruh.
"Semua bidang ada. Soal pendidikan formil, non formil, wanita,
dan lain-lain," katanya. Tapi soal pendidikan formil, seperti
bahasa, matematika, nampaknya menunjukkan jumlah terbanyak.
Setelah himbauan komisi dua pekan lalu, usaha untuk melibatkan
masyarakat dalam usaha pembaharuan pendidikan, nampaknya mulai
ada hasilnya. Kegiatan anggota komisi sendiri, kata Pranarka,
telah berjalan lancar. "Apalagi nanti setelah bahan-bahan banyak
masuk," katanya. Beberapa anggota komisi akan dikirim untuk
mengadakan penelitian dan pengumpulan bahan secara langsung ke
daerah. Sementara yang lain mulai melakukan studi untuk membuat
kertas kerja sebagai bahan bagi komisi. Itu sebabnya, meskipun
tahap enam bulan pertama dari waktu satu setengah tahun yang
diberikan kepada komisi belum selesai, komisi secara tidak
langsung sudah mulai menyusun dan menyuguhkan bahan kepada
masyarakat, tugas yang sebenarnya masuk tahap enam bulan
berikutnya.
Pranarka memang tak menyebutkan bahan apa saja yang sudah
dilemparkan ke masyarakat. Yang pasti, Daoed Joesoef sendiri,
Menteri P&K, akhir bulan lalu di Kendari, turut mencetuskan
pikiran-pikirannya. Kata menteri, memang semua percobaan yang
pernah dilakukan akan tetap diperhatikan. Misalnya model Sekolah
Menengah Persiapan Pembangunan (SMPP) maupun percobaan yang kini
tengah dilakukan oleh delapan buah IKIP Negeri lewat sistim
modulnya.
"Atau mungkin seperti yang saya pikirkan, meskipun bukan berarti
yang terbaik, yaitu sistim 4 : 2, " kata Daoed Joesoef.
Maksudnya, sesudah SD jenjang pendidikan berikutnya berlangsung
empat tahun. Selama itu semua anak memperoleh pendidikan yang
sama. Pendidikan berikutnya berlangsung empat tahun. Selama itu
semua anak memperoleh pendidikan yang sama. Tidak dibagi ke
dalam jurusan-jurusan. Sekarang ini anak jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) biasanya merasa lebih rendah dari pada
anak-anak Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sudah dari sejak semula
anak-anak itu telah dibuat merasa rendah diri.
Demokratisasi Ekstrim
Masa empat tahun itu sekaligus merupakan saringan. Kalau lulus
disediakan jenjang pendidikan dua tahun yang betul-betul
mempersiapkan si anak untuk masuk ke perguruan tinggi. Sedangkan
yang tidak lulus pada masa empat tahun ini, dibelokkan ke
sekolah-sekolah kejuruan. Jenjang pendidikan yang empat tahun
akan benar-benar merupakan sekolah umum. Sedangkan yang dua
tahun berikutnya bisa saja disebut sekolah persiapan ke
perguruan tinggi.
Sekolah umum yang sekarang disebut SMA itu menurut Daoed Joesoef
telah gagal karena dualistis. SMA, yang sebenarnya menyiapkan
anak didik untuk ke perguruan tinggi, kemudian ditumpangi tugas
lain: menyiapkan juga agar anak didik bisa terampil.
Akibatnya mutu ilmiahnya terpaksa diturunkan, keterampilannya
juga tak bisa dinaikkan. Dua-duanya gagal. Sehingga lulus SMA,
"terampil tidak, kemampuan intelektuilnya juga rendah," kata
Daoed Joesoef.
Itu sebabnya perguruan tinggi sekarang ini memperoleh calon
mahasiswa yang kurang menguasai bahan. Dan terpaksalah perguruan
tinggi, sebagai jenjang pendidikan di atasnya, diturunkan juga
mutunya.
Jadi, konsep mana yang kelak akan dipakai? "Itu bukan sekarang
harus saya lontarkan. Saya tak mau mendahului komisi. Sebagai
warga negara saya kan berhak memberikan pendapat. Tapi sebagai
menteri saya tak mau mendesakkan. Sebab kalau mau mendesakkan,
lebih baik saya tak membentuk komisi," kata Daoed.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini