Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bagaimana Kongres Amerika Mengawasi Badan Intelijen

Kongres Amerika Serikat sangat ketat mengawasi kegiatan intelijen. Bagaimana sejarah pengawasannya?

6 Desember 2024 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota parlemen menanyai para eksekutif teknologi tentang persiapan mereka untuk memerangi ancaman disinformasi asing menjelang pemilihan presiden, saat sidang Komisi Khusus Senat Bidang Intelijen, di Capitol Hill, Washington, Amerika Serikat, 18 September 2024. REUTERS/Anna Rose Layden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pengawasan intelijen di Amerika Serikat dilakukan oleh dua kamar di Kongres.

  • Tonggak penting pengawasan intelijen Amerika terjadi pada 1974 setelah New York Times menerbitkan investigasi kegiatan ilegal CIA.

  • Di Amerika, intelijen harus terbuka kepada publik tentang operasi-operasi telik sandi.

SETIAP negara memiliki badan intelijen untuk mengantisipasi dan menangkal ancaman terhadap keamanan nasional. Sifat klandestin badan intelijen negara tetap diawasi lembaga pengawasan eksternal. Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhamad Haripin, mengatakan di sejumlah negara di Eropa dan Amerika memiliki tim pengawasan intelijen di badan legislatif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Haripin mencontohkan pengawasan intelijen oleh badan legislatif di Amerika Serikat. Pengawasan intelijen di Amerika Serikat dilakukan oleh dua kamar di Kongres, yakni Dewan Perwakilan Rakyat atau United States House of Representatives dan Senat Amerika Serikat atau United States Senate. Menurut Haripin, Amerika Serikat perlu mengawasi badan intelijen mereka dengan sangat ketat karena jumlahnya yang memang banyak. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tingkat pengawasan atau parliamentary oversight di Kongres, baik itu Senat maupun DPR, relatif lebih ketat ketika lembaga intelijen melakukan operasi tingkat domestik,” ujar Haripin saat dihubungi Tempo pada Kamis, 5 Desember 2024. 

Seorang pria memotret Gedung Senat Amerika Serikat, Capitol Hill, di Washington, Amerika Serikat, 13 November 2024. REUTERS/Nathan Howard

Dia menjelaskan, pengawasan domestik intelijen di sana lebih ketat karena hukum di Amerika Serikat cukup keras menyangkut hak privasi. Namun, dalam hal kepentingan nasional, pengawasan terhadap intelijen yang beroperasi di luar negeri cenderung lebih longgar. “Selama tidak ketahuan dan benar-benar tak melanggar hukum internasional atau hukum nasional di tempat misi itu dijalankan, Senat atau Kongres relatif lebih longgar memberikan approval atau persetujuan untuk misi-misi tersebut dan menggelontorkan anggaran,” ujar Haripin.

Pengawasan intelijen menjadi sorotan penting setelah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani melantik anggota Tim Pengawas Intelijen DPR pada Selasa, 3 Desember 2024. Tim yang beranggotakan 13 orang itu berada di bawah koordinasi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Dasco menuturkan Tim Pengawas akan memastikan lembaga-lembaga intelijen negara tetap dapat bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya tanpa mengganggu independensi.

Dalam kesempatan terpisah, Diandra Megaputri Mengko, juga peneliti dari BRIN, mengatakan tim pengawas intelijen DPR sebetulnya mirip dengan Komisi Khusus Senat Amerika Serikat Bidang Intelijen atau Senate Select Committee on Intelligence (SSCI) dan Komite DPR Amerika Bidang Intelijen atau House Permanent Select Committee on Intelligence (HPSCI). 

Senate Select Committee on Intelligence dan House Permanent Select Committee on Intelligence sama-sama berwenang mengawasi biro intelijen Amerika Serikat. “Bedanya, dua lembaga di Amerika itu memiliki otoritas lebih besar,” ujar Diandra saat dihubungi Tempo, Kamis, 5 Desember 2024. 

Diandra menjelaskan, badan intelijen Amerika tidak hanya melaporkan operasi rahasia mereka kepada presiden atau eksekutif, tapi juga ke Kongres. Selain soal operasi, dua kamar legislatif tersebut mengawasi program intelijen hingga alokasi anggaran. “Kalau di Indonesia, tidak ada senat khusus untuk anggaran, tapi masuknya langsung ke Badan Anggaran,” tutur Diandra. 

Mary B. DeRosa, profesor di Georgetown University Law Center, menulis sejarah pengawasan aktivitas intelijen Amerika Serikat oleh Kongres. Mary, dalam jurnal penelitiannya berjudul "Congressional Oversight of US Intelligence Activities" pada 2021, menyebutkan Konstitusi Amerika Serikat memberi tanggung jawab kepada Kongres untuk mengawasi cabang eksekutif, termasuk lembaga intelijen. 

Menurut Mary, karakteristik rahasia dari intelijen membuat pengawasan eksternal yang baik menjadi sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan. Pengawasan juga berperan dalam meningkatkan kualitas dan kredibilitas kegiatan intelijen. Namun, seiring berjalannya waktu, hal ini juga membuat pengawasan sulit dilakukan. “Sejarah Amerika dipenuhi dengan skandal intelijen dan kegagalan pengawasan. Kongres belajar dari pengalaman-pengalaman ini dan telah merancang struktur serta proses pengawasan yang kredibel,” kata Mary dalam jurnalnya. 

Pemerintah Amerika Serikat terlibat dalam pengumpulan bahan intelijen dan operasi klandestin sejak awal negara itu berdiri. Namun pengawasan Kongres terhadap kegiatan intelijen baru dibahas pada akhir 1940-an setelah pembentukan Central Intelligence Agency (CIA). DPR Amerika dan Senat membentuk subkomite dari Komite Angkatan Bersenjata, dua kamar legislatif, yang bertanggung jawab mengawasi intelijen.

Senator Frank Church (kanan) bersama Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter, Agustus 1977. Foto: National Archives and Records Administration

Tonggak penting pengawasan Kongres terjadi pada akhir 1974 setelah jurnalis New York Times, Seymour Hersh, menerbitkan artikel yang mengungkapkan kegiatan ilegal besar-besaran oleh CIA di dalam negeri, termasuk penyadapan telepon, pembobolan rumah, pembukaan dokumen, infiltrasi organisasi politik domestik, dan bocornya file data pribadi 10 ribu warga Amerika yang terlibat dalam gerakan anti-perang. Berkat laporan tersebut, Senat membentuk komite seleksi yang dipimpin oleh Senator Frank Church untuk menyelidiki kegiatan komunitas intelijen.

Komite penyelidik yang dipimpin Senator Frank Church melaporkan adanya upaya oleh Federal Bureau of Investigation (FBI), CIA, National Security Agency (NSA), dan organisasi intelijen lain. Lembaga tersebut ditengarai memata-matai, mengganggu, merusak, dan melemahkan organisasi serta warga Amerika karena pandangan politik serta aktivitas legal mereka. Dalam aktivitas intelijen Amerika di luar negeri, dari hasil penyelidikan, Komite mengungkapkan rencana pembunuhan, campur tangan dalam pemilu, dan upaya kudeta. 

Hasil dari komite penyelidikan Frank Church tersebut kemudian mendorong sejumlah reformasi penting dalam pengawasan intelijen. Sebagai tindak lanjutnya, Senat dan DPR Amerika membentuk "komite seleksi", yakni SSCI dan HPSCI. 

SSCI dan HPSCI bertanggung jawab mengawasi intelijen serta menyelisik otorisasi anggaran untuk kegiatan intelijen. SSCI terdiri atas 17 senator. Rinciannya, sembilan dari partai mayoritas dan delapan dari partai minoritas. Adapun HPSCI berjumlah 22 anggota, terdiri atas 13 anggota dari partai mayoritas dan 9 anggota dari partai minoritas. 

Meskipun kedua komite tersebut sama-sama mengawasi komunitas intelijen, perbedaan keduanya terletak pada fokus pengawasan. SSCI memiliki pengaruh lebih besar dalam kebijakan intelijen, terutama kebijakan luar negeri dan keamanan nasional. Sebab, komite ini berwenang menyeleksi kandidat Direktur CIA dan NSA. Adapun HPSCI lebih berfokus pada pembuatan undang-undang yang mengatur intelijen dan penganggaran badan intelijen. 

“Pada Oktober 1980, Kongres mengesahkan Undang-Undang Pengawasan Intelijen yang memberlakukan persyaratan pelaporan yang signifikan yang masih berlaku hingga hari ini,” kata Mary, yang pernah menjabat Legal Adviser National Security Council pada pemerintahan Presiden Barack Obama. 

Selain struktur, Kongres berfokus memastikan aliran informasi yang lebih besar kepada Kongres dari komunitas intelijen. Komite intelijen Kongres memiliki alat pengawasan berupa sidang, rapat, dan legislasi. Alat pengumpulan informasi komite ini berupa sidang, baik terbuka maupun tertutup. Kemudian ada pengarahan formal, laporan intelijen, dan permintaan informasi secara ad hoc. “Legislatif juga berperan penting dalam pengawasan, meskipun secara tidak langsung,” katanya. 

Undang-undang yang paling penting bagi komite intelijen adalah Undang-Undang Otorisasi Intelijen Tahunan. Meskipun komite alokasi anggaran Kongres memutuskan dana untuk lembaga-lembaga tersebut, aturan Senat dan DPR Amerika mengharuskan semua anggaran intelijen disetujui secara terpisah dan komite intelijen berwenang terhadap anggaran intelijen. 

Dalam menghasilkan undang-undang otorisasi, anggota komite dan staf akan menggali hal rinci tentang program, kantor, kegiatan, serta personel lembaga intelijen untuk menentukan apa yang dapat didanai dan apa yang dilarang. “Hal lain yang akan diperiksa komite adalah tentang bagaimana lembaga intelijen akan menjalankan kegiatan mereka dan berinteraksi dengan komite,” ujar Mary. 

Dalam kesempatan terpisah, peneliti dari Imparsial, Hussein Ahmad, mengatakan lembaga intelijen Amerika Serikat memang lebih terbuka terhadap parlemen dan pihak yang mengawasi mereka. Menurut Hussein, pengawasan ketat terhadap intelijen negara yang dilakukan Amerika Serikat memang hal mutlak yang harus dilakukan oleh negara demokrasi. “Tidak bisa intelijen berdalih rahasia negara, kemudian tak ada pengawasan,” ujar Hussein saat dihubungi, Kamis, 5 Desember 2024. 

Hussein mengatakan tim pengawas intelijen DPR semestinya bisa menggunakan fungsinya dan melakukan evaluasi secara berkala. Menurut dia, evaluasi penting agar publik mengetahui kinerja badan intelijen dan pengawasan DPR terhadap mereka. “Kalau pengawasan berjalan tanpa ada evaluasi, lalu buat apa ada tim pengawas?” ujarnya. 

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan Kongres Amerika Serikat bisa membuktikan bahwa pengawasan intelijen bisa berjalan dengan tetap menjaga kerahasiaan negara. Karena itu, kata dia, kerja intelijen negara tidak sepenuhnya harus ditutup-tutupi. Dengan begitu, bisa diketahui pula sudah terawasi atau tidak intelijen. "Apakah lembaga pengawas juga sudah melakukan fungsi pengawasannya dengan baik atau tidak?” ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus