Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Berita Tempo Plus

Urgensi Elemen Visual dalam Konten Cek Fakta

Cek Fakta merupakan senjata penangkal misinformasi dan hoaks. Kurang diterima publik karena minim elemen visual.

24 Mei 2023 | 00.00 WIB

Ilustrasi situs berita. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi situs berita. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Misinformasi dan hoaks menjadi isu krusial serta diperkirakan membesar menjelang Pemilu 2024.

  • AMSI, AJI, dan Google News Initiative membentuk platform Cekfakta.com sebagai penangkalnya.

  • Pakar media menilai Cek Fakta kurang mendapat perhatian publik akibat terlalu banyak teks.

Masalah misinformasi di Indonesia telah menyebar luas di masyarakat, bahkan berdampak pada isu-isu bidang politik, agama, dan kesehatan. Apalagi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 makin dekat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Insan pers dan organisasi masyarakat sipil kemudian menginisiasi gerakan pengecekan fakta secara digital sebagai upaya untuk memberantas misinformasi. Dua organisasi yang pertama kali mewujudkan inisiatif ini adalah Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang bekerja sama dengan Google News Initiative.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ketiganya meluncurkan Cekfakta.com, sebuah platform berbasis web yang memfasilitasi kolaborasi 25 institusi pers Indonesia untuk berbagi hasil pengecekan fakta. Cara kerjanya adalah mempublikasikan konten untuk melacak dan mengoreksi konten lain yang diduga mengandung misinformasi.

Pers Indonesia telah membangun jaringan secara lokal dan internasional untuk meningkatkan kemampuan pengecekan fakta melalui komunitas ini. Salah satu inspirasi di balik gerakan cek fakta ini adalah Google News Initiative.

Organisasi tersebut menyediakan dana sebesar US$ 33 juta (sekitar Rp 492 miliar) untuk mendukung literasi digital dan program pemberantasan misinformasi di Asia-Pasifik. Lebih dari 1.000 media dari 32 negara, termasuk Indonesia, bergabung dalam komunitas tersebut. Inisiatif cek fakta secara besar-besaran ini menjadi langkah penting untuk melindungi publik dari informasi yang salah.

Meski demikian, riset terbaru kami dari tim peneliti Program Studi Digital Journalism, Universitas Multimedia Nusantara (UMN), menemukan bahwa gerakan cek fakta di Indonesia masih kurang mendapat perhatian publik. Salah satu penyebabnya adalah konten-konten cek fakta masih didominasi oleh elemen tekstual. Elemen visual yang lebih dominan dapat membuat konten cek fakta lebih menarik bagi publik.

Ilustrasi situs web berita. Shutterstock

Publik Ingin Lebih Banyak Tampilan Visual

Dengan dukungan dari AMSI dan Google News Initiative, kami melakukan penelitian pada 2022 terhadap 1.596 responden yang mewakili berbagai daerah di Indonesia. Kami bertanya tentang preferensi mereka terhadap format cek fakta yang diproduksi oleh jurnalis Indonesia.

Pada tahap awal penelitian, kami mengidentifikasi tujuh format cek fakta yang diproduksi oleh komunitas cek fakta, yakni teks dengan foto, infografis statis, pernyataan bantahan terhadap pernyataan tokoh politik, siaran langsung (live) di Instagram, video diiringi musik, video dengan narator, dan video dengan reporter.

Kami mengukur preferensi responden untuk setiap format menggunakan empat variabel, yaitu seberapa familiar audiens dengan konten tersebut, seberapa sering mereka melihat konten tersebut, seberapa besar mereka menyukainya, dan seberapa besar kemungkinan mereka akan menggunakannya.

Salah satu hasil yang menarik adalah, meski hampir separuh (49 persen) responden merasa bahwa cek fakta dalam bentuk teks bermanfaat, mereka sebenarnya kurang menyukainya. Responden mengaku akan lebih menyukai konten yang dipublikasikan dalam bentuk visual, seperti video ataupun foto.

Sebanyak 901 responden (60,6 persen) mengungkapkan mereka “sangat suka” konten cek fakta yang berupa video pendek dan dilengkapi teks, foto, serta musik latar. Sementara itu, 853 responden (60,8 persen) menyatakan “sangat suka” bentuk konten cek fakta yang disampaikan melalui siaran langsung di Instagram. Dua format cek fakta tersebut—video pendek dengan musik latar dan Instagram live—lebih disukai daripada teks panjang.

Dalam konteks format cek fakta, data kami menunjukkan bahwa mayoritas responden di Indonesia menganggap diri mereka “sangat familiar” dengan video pendek yang dilengkapi musik latar dan Instagram live. Ini artinya responden lebih sering mengakses dua format tersebut. Sebaliknya, mereka merasa tidak terlalu familiar terhadap konten cek fakta berupa teks.

Ilustrasi membaca berita. Shutterstock

Evaluasi untuk Para Pengecek Fakta

Wartawan Indonesia telah memerangi misinformasi selama bertahun-tahun. AMSI dan AJI, didukung oleh Google News Initiative, telah melatih ribuan jurnalis pada 2018 dan 2019 untuk memproduksi konten cek fakta.

Laporan Google News Initiative pada 2020 mengungkapkan bahwa program cek fakta di Indonesia berhasil melatih lebih dari 10.800 jurnalis sejak 2018. Jurnalis terlatih itu adalah pasukan dunia maya yang sangat besar, yang terlibat langsung dalam memerangi misinformasi selama kurang-lebih tiga tahun. Ini merupakan waktu yang cukup untuk mulai mengevaluasi apakah konten cek fakta yang mereka hasilkan disukai oleh publik.

Penelitian kami memberi rekomendasi awal bahwa pers Indonesia perlu memproduksi lebih banyak konten berbasis visual agar kampanye melawan misinformasi terus berlanjut. Riset kami juga merekomendasikan kepada para pihak yang terlibat langsung dalam komunitas ini tentang perlunya menciptakan konten-konten cek fakta yang lebih menarik secara visual guna menarik perhatian publik. Kalau tidak, publik bisa mengabaikannya begitu saja.

Dalam konteks Pemilu 2024, pengecekan fakta menjadi makin penting untuk memastikan publik mendapat informasi yang benar sehingga dapat mengambil keputusan politik yang obyektif dan relevan. Tanpa pengecekan fakta, publik bisa terjebak dalam gelombang propaganda dan kebohongan, seperti yang terjadi dalam Pemilu 2019.

Inisiatif pengecekan fakta penting dan dapat meningkatkan pemahaman publik. Tapi, jika konten tersebut gagal menarik perhatian publik, semuanya akan menjadi sia-sia.

---

Artikel ini ditulis oleh F.X. Lilik Dwi Mardjianto, mahasiswa doktoral University of Canberra dan peneliti di Universitas Multimedia Nusantara. Terbit pertama kali di The Conversation.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus