Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani mengatakan, lambatnya penyelesaian kasus Novel Baswedan serupa dengan pengungkapan kasus Munir. “Sama seperti kasus Munir, hingga saat ini belum ada kejelasan,” ujar Yati, di Piza Kafe, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad, 10 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyidikan kasus penyerangan air keras terhadap Novel, menurut Yati, tidak juga bergerak maju. Setelah dua pekan lalu Polda Metro Jaya merilis sketsa wajah yang diduga pelaku penyerang Novel, hingga kini belum ditemukan identitas dua penyerang penyidik senior KPK itu.
Baca: Abraham Samad: TGPF Kasus Novel Baswedan Masih Diperlukan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono menjelaskan pihaknya bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri untuk menemukan pelaku. Namun, belum membuahkan hasil. "Foto di Dukcapil itu jutaan, pasti memerlukan waktu," kata Argo di Polda Metro Jaya, pada Jumat 8 Desember 2017.
Yati mengatakan, Presiden Joko Widodo telah mengabaikan desakan masyarakat sipil untuk membentuk Tim Gabungan Mencari Fakta (TGPF) untuk kasus Novel Baswedan. Menurut Yati, upaya-upaya mengulur waktu pengungkapan kasus ini sangat kuat, mengingat Polri memiliki banyak pengalaman dan sumber daya dalam pengungkapan sebuah tindakan pidana.
“Jangan sampai pengungkapan kasus ini tersandera kepentingan, mengingat upaya-upaya penyerangan kriminalisasi terhadap Novel juga dilakukan secara massif,” kata Yati.
Baca: Suciwati Menilai Pemerintah Cuci Tangan Soal Dokumen TPF Munir
Menurut Yati, perlu TGPF yang independen agar terhindar dari politik kepentingan. Ia menuturkan, berbagai serangan dan upaya kriminalisasi terhadap Novel ataupun KPK patut diduga sebagai tindak pidana untuk menghalangi, mempersulit, dan menghentikan penyidikan tindak pidana korupsi.
Kasus yang terjadi pada pembela HAM seperti Munir dan Novel Baswedan, kata Yati, seharusnya dapat terselesaikan jika presiden memiiki kemauan dan keberanian dalam mengungkap kasus Novel ataupun Munir. “Hal ini tidak terjadi karena presiden sendiri tidak punya keberanian mengambil resiko politik atas kasus ini,” ujarnya.
RIANI SANUSI PUTRI