Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kontroversi Ucapan Selamat Natal, Ini Panduan Menarik dari PBNU

Ketua PBNU Robikin menuturkan, tidak masalah ucapan Natal dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan atas kelahiran Nabi Isa A.S sebagai rasul Allah.

22 Desember 2019 | 09.09 WIB

Ilustrasi misa Natal. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Ilustrasi misa Natal. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kontroversi ucapan selamat Natal masih muncul, begitu pula menjelang Natal 2019 yang akan jatuh tiga hari lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Tanfidziah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menyampaika pendapatnya untuk menjaga kerukunan antarumat beragama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut dia, ucapan selamat Natal adalah bagian dari kesadaran bermuamalah. Robikin pun melihat tindakan tersebut sebagai upaya menjaga hubungan sosial.

Dia menerangkan bahwa mengucapkan selamat Natal untuk menghormati kawan atau berempati kepada sesama warga bangsa termasuk dalam ranah ukhuwah wathaniyah atau menjaga persatuan sebangsa.

"Indonesia kan negara majemuk. Apalagi ucapan Natal itu dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan atas kelahiran Nabi Isa A.S sebagai rasul," tutur Robikin ucap Robikin dalam keterangan tertulisnya hari ini, Ahad, 22 Desember 2019.

Menurut Robikin, toleransi itu dalam dimensi ukhuwah basyariyah atau persaudaraan kemanusiaan. Toleransi tak berada di ranah teologis.

Adapun prinsip umum yang tidak boleh dilangkahi dalam menerapkan prinsip toleransi jelas tercantum dalam Al Quran.

"Lakum diinukum wa liya diin. Bagi kalian agama kalian, bagi kami agama kami. Kalau sudah menyangkut akidah tidak boleh kita pertukarkan."

Dengan panduan tersebut, Robikin menuturkan, momentum Natal justru bisa menjadi ajang mempererat dan mengikat kembali tali kebangsaan Indonesia. Namun, upaya mengikat tali kebangsana tidak sebatas ucapan selamat Natal.

"Saya mengimbau, jauh lebih bernilai apabila ada kemauan bersama di antara para pemeluk agama yang berbeda untuk membuka ruang dialog antar umat. Ruang-ruang dialogis penting untuk terus menguatkan tali persatuan kita," ujar Robikin.

Dia pun mengungkapkan bahwa ulama-ulama di Indonesia tak satu suara alias memiliki beragam pendapat. Ada yang melarang, ada pula yang membolehkannya.

Robikin sepakat dengan pendapat pendapat ulama asal Mesir, Syekh Yusuf Qaradhawi.

Qaradhawi berpendapat, boleh atau tidaknya ucapan selamat Natal dari umat Muslim kepada Kristiani dikembalikan kepada niatnya. Jika berniat untuk menghormati, maka tidak masalah.

"Kalau dalam dimensi itu, menyampaikan ucapan Natal saya kira tidak mengganggu akidah (keyakinan) kita," ucapnya. 

Dia juga mengingatkan bahwa konsep kebhinekaan menjadi pilar kebangsaan Indonesia. Kemajemukan dalam masyarakat justru menjadi sumber kekuatan utama bangsa.

 

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus