Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Korupsi Di Mata Tiga Instansi

Machmud Siregar, eks bendaharawan Pemda Sum-Ut, diadili. Dana yang diselewengkan, menurut itwilprop Rp 760 juta. Menurut BPKP rp 824 juta. Sedang menurut itjen tidak ada. Jaksa berpegang pada BPKP. (nas)

29 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERKARA korupsi yang dituduhkan kepada bendaharawan Pemda Sumatera Utara, Machmud Siregar, masih berlanjut. Bahkan, terdakwa dalam sidang Pengadilan negeri Medan, Sabtu pekan lalu, sempat mengaku memberikan uang pelicin pada saksi Mustafa Sibuea, Kepala Biro Keuangan, Rp 170 juta. Dan itu, agaknya, bukanlah satu-satunya pelicin yang diberikan terdakwa. Ia mengaku pula bisa "mengatur" hasil pemeriksaan Itjen Depdagri. "Saya kasih uang mereka," katanya kepada TEMPO, terus terang. "Gara-gara itulah pembukuan saya jempolan," katanya pula. Tapi, ya, begitulah, "Lain hasil pemeriksaan Itjen, lain Itwilprop, lain pula BPKP," keluhnya. Memang, adalah Tim Itjen Depdagri yang menilai pembukuan Machmud "beres". Hasil pemeriksaan selama Februari-Maret 1985 itu, "Kas yang dipegang Machmud tidak tekor. Pengeluaran dan pemasukannya pun klop," ujar Bahari Damanik, ketua tim pemeriksa dari BPKP, dalam sidang dua pekan silam. Agaknya, inilah sidang pidana korupsi, yang pertama kali menyembulkan ke permukaan, betapa berbagai tim pemeriksa menelurkan hasil yang berbeda, dalam hal penyelewengan uang negara. Adalah Manihar Sitanggang, Ketua Tim Inspektorat Wilayah Sum-Ut, di sidang menyebutkan bahwa timnya dalam pemeriksaan bulan Mei 1985 menemukan ketidakberesan Rp 760 juta lebih. Jumlah ini berasal dari "ketekoran" di Biro Kepegawaian Rp 459 juta dan Biro Mental Spiritual Rp 238 juta. Tapi, ia mengakui, "Tim kami tak sempat turun ke bawah," katanya. Ia, seakan mengisyaratkan, jika saja timnya memeriksa ke daerah-daerah, agaknya, jumlah "penyelewengan" yang terungkap akan lebih besar. Kebocoran kas daerah itu memang tercium sejak Mei tahun lalu. Kala itu, ketua KONI setempat, Marsekal Udara Wardhoyo, lagi pusing mencari dana bagi persiapan atlet daerah itu dalam rangka PON XI. Wardhoyo kemudian melirik dana APBD yang, meski sudah diizinkan Gubernur, toh dana itu tak cair-cair. Adalah Machmud Siregar, 49, yang menunda-nundanya. Maka, turunlah kejaksaan. Aparat penyidik ini lantas meminta bantuan BPKP memeriksa Machmud. Selaku Bendahara Proyek Nonfisik, Machmud menangani keuangan tujuh biro di Pemda itu, meliputi Kepegawaian, Bina Sosial, Bina Mental Spiritual, Pemerintahan Desa, Perlindungan Lingkungan Hidup, Hukum, dan Humas. Dalam pemeriksaan selama September-November tahun silam, tim BPKP menemukan penyelewengan Rp 824 juta - yang berarti lebih tinggi dari "penemuan" Itwilprop. Mengapa tiga instansi memeriksa, berbeda-beda hasilnya'? Menurut Soejatna Soenoesoebrata, Deputi BPKP Bidang Pengawasan Khusus, perbedaan itu boleh jadi karena dua sebab. Pertama, perbedaan penafsiran manakah pengeluaran yang dibenarkan, dan mana yang tidak dibenarkan alias merugikan negara. Kedua, perbedaan bisa timbul karena luas data yang diperiksa tidak sama. Khusus dalam kasus bendahara Pemda Sum-Ut itu, "Kami memang diminta oleh kejaksaan, sehingga kami mendapat data yang mungkin dirahasiakan," katanya. Pihak BPKP, dalam hal ini, memeriksa pula hasil sitaan kejaksaan sesuatu yang tak diperoleh Itwilprop, misalnya. Memang, dalam hal luasnya pemeriksaan, BPKP mengusut ketujuh biro yang keuangannya diurus oleh Machmud Siregar. Badan yang dilengkapi dengan tenaga akuntan serta inspektur yang terlatih ini, misalnya, menemukan bahwa ada countersign cek yang cuma ditandatangani oleh Bahrum Siregar, Kepala Biro Mental Spiritual, dan Bahrun Ilmi Hutasuhut -- seorang pejabat yang tidak berwenang untuk itu. Tak puas sampai di situ, Tim BPKP juga mengusut ke kas-kas di tingkat II. Hasilnya: ditemukan dana fiktif Rp 64 juta. Total tim ini menemukan ketidakberesan penggunaan dana Rp 824 juta itu. Dan inilah, yang kemudian digunakan Jaksa P. Sitinjak, untuk menyeret Machmud Siregar ke pengadilan. Adapun Itwilprop, memang, tak memeriksa seluas yang dilakukan BPKP itu. Toh, instansi ini menemukan adanya penyelewengan. Yang "aneh", justru pemeriksaan yang dilakukan Irjen Depdagri instansi yang lebih tinggi dari Itwilprop. Benarkah itu karena adanya suap dari Machmud? Sebuah sumber TEMPO membantah hal itu. "Yang kami temukan memang kas itu klop," katanya. Mengapa? Sebab, yang kami periksa waktu itu hanyalah proyek kebudayaan daerah dan pembinaan PKK di Biro Mental Spiritual," katanya. Jadi, hanya satu dari tujuh Biro. Apa pun sebabnya, yang jelas: Jaksa hanya mempercayai hasil pemeriksaan BPKP, yang bekerja berdasarkan Instruksi Presiden, dan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus