Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Mochammad Afifuddin mengeluhkan penyelenggaraan pemilu presiden dan legislatif yang terlalu mepet dengan pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Afif mengatakan jarak waktu yang terlalu dekat antara keduanya memperberat beban kerja bagi penyelenggara pemilu. “Tantangan pilkada serentak 2024, dalam catatan penyelenggaraan kami, pertama jarak waktu yang terlalu dekat antara penyelenggaraan pemilu serentak dengan pilkada serentak,” kata Afif dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) di gedung parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 3 Februari 2025.
Menurut Afif, tahun lalu para penyelenggara pemilu harus mengurus tahapan pemilu serentak yang belum seluruhnya selesai sekaligus tahapan pilkada yang baru saja dimulai. Pemilu presiden dan legislatif berlangsung pada 14 Februari 2024 sedangkan pilkada dilaksanakan pada 27 November 2024.
Tahapan pemilu yang berturut-turut ini, kata Afif, memaksa para penyelenggara pemilu mengerahkan daya konsentrasi yang lebih. “Ini mau tidak mau menambah daya konsentrasi yang harus kami lakukan, terutama jajaran penyelenggara permanen tingkat provinsi kabupaten/kota,” ujarnya.
Selain itu, bahan evaluasi lainnya dari KPU tentang penyelenggaraan pemilu tahun lalu adalah tentang cuaca. Kondisi cuaca tidak menentu yang diiringi banyak curah hujan di akhir tahun – sekitar Oktober dan November – disebut berkontribusi pada logistik pemilu. Afif mengatakan distribusi surat suara menjadi terhambat karena faktor ini.
Ketua KPU itu juga mengeluhkan Akhir Masa Jabatan (AMJ) Anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota. Ia mencontohkan kasus di Lampung, ketika para angota KPU di sana berakhir masa jabatannya enam hari menjelang pemungutan suara. Menurut Afif, hal ini turut berkontribusi pada “situasi konsolidasi di internal” KPU.
“Jadi pada intinya, beban kerja penyelenggara menjadi lebih berat,” kata dia, menyimpulkan evaluasi dari KPU.
Afif membenarkan pihak-pihak yang mengusulkan agar pilpres dan pileg tidak diselenggarakan di tahun yang sama dengan pilkada. Alasannya adalah supaya tidak terjadi irisan antara tahapan keduanya, ketika penyelenggara pemilu masih mengurus pilpres dan pileg di waktu pilkada sudah dimulai.
Ia menduga hal ini tidak hanya menyulitkan penyelenggara pemilu, tetapi juga para politikus yang mempersiapkan diri untuk pemilu. “Ini tidak hanya merepotkan penyelenggara – bagi bapak-ibu di partai juga demikian. Membangun koalisi, berkomunikasi dengan banyak pihak, dan seterusnya,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Penjelasan Bawaslu soal Dugaan Keterlibatan Mendes Yandri untuk Menangkan Istrinya di Pilkada Serang