Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum akan merevisi peraturan KPU tentang pemilihan kepala daerah. Revisi tersebut akan mengatur ulang soal persyaratan calon dan pencalonan. Syarat calon melekat di dalam diri seseorang ketika akan mengikuti kontestasi. Sedangkan syarat pencalonan merupakan hal-hal administratif yang harus dipenuhi oleh bakal calon, salah satunya ihwal masa jeda politik bagi bekas narapidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, mengatakan penghitungan masa jeda dimulai sejak bekas narapidana yang ingin mencalonkan diri keluar dari penjara. "Buktinya menggunakan surat keterangan kepala lembaga pemasyarakatan," kata dia kepada Tempo, kemarin. Evi mengimbuhkan, bukti tersebut harus dilampirkan sebagai bukti pencalonan. "(Revisi peraturan KPU) tidak akan memakan waktu lama."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Evi, KPU akan mempertimbangkan kembali aturan teknis mengenai pengumuman status mantan narapidana di media massa. Hal yang akan diatur adalah durasi penayangan iklan di media massa. Ia menyebutkan, selama ini tak ada ketentuan mengenai durasi penayangan.
Selain di media massa, kata Evi, KPU akan mengumumkan status calon di situs web dan akun media sosial KPU pusat serta daerah. "Kami atur soal ini di PKPU," ucapnya.
Perubahan peraturan KPU tersebut dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019 mengenai perubahan pada Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Akibat putusan ini, para bekas narapidana yang diancam dengan pidana lima tahun penjara atau lebih harus menunggu selama lima tahun setelah masa hukumannya selesai, sebelum diizinkan mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah. Konsekuensi putusan itu adalah KPU harus mengubah Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019 yang mengatur tentang pencalonan pemilihan kepala daerah yang terbit pada 3 Desember lalu.
Hakim konstitusi, Suhartoyo, menyatakan masa jeda ini diberikan agar bekas narapidana yang mencalonkan diri dapat menyadari perbuatannya. "Menyadari perbuatannya dan beradaptasi di tengah masyarakat," kata dia di persidangan, Rabu lalu.
Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum, Rahmat Bagja, mengatakan menghormati putusan tersebut, meski sebenarnya menginginkan mantan narapidana korupsi benar-benar dilarang mengikuti pemilihan. Ia meminta KPU agar membuat peraturan yang tidak menimbulkan multitafsir. "Peraturan KPU harus semakin detail dan jelas pengaturannya. Jangan sampai KPU aneh-aneh juga," tuturnya kepada Tempo, kemarin.
Rahmat menyoroti perihal aturan pengumuman status bekas narapidana bagi para calon kepala daerah di media massa. Ia meminta agar aturan ini dibuat sedetail mungkin. Misalnya, media massa seperti apa yang dijadikan tempat mengumumkan serta durasi tayang pengumuman di media sosial. Ia menyatakan Bawaslu pernah mendapati sejumlah calon kepala daerah yang tidak menjalankan aturan pengumuman tersebut dengan benar. "Kami hanya mendapat tautannya. Pas dibuka sudah tak ada (isi pengumumannya)," ujarnya. Akibatnya, Bawaslu harus menanyakan soal pengumuman ini kepada pemimpin redaksi media massa tersebut. "KPU bikin aturan yang rigid, berapa hari tayang di media atau sekalian sampai kampanye selesai," katanya.
Rahmat menjelaskan, Bawaslu akan segera bekerja sama dengan penegak hukum untuk melakukan pertukaran informasi soal praktik pelanggaran pemilihan kepala daerah. Pihaknya juga segera mengkomunikasikan putusan Mahkamah Konstitusi ini kepada Bawaslu di daerah setelah revisi PKPU selesai dilakukan.
DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo