Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pembelian Jet Bekas Austria Menuai Kritik

Rangkuman berita sepekan.

25 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 18 Juni 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RENCANA Kementerian Pertahanan membeli 15 pesawat tempur bekas jenis Eurofighter Typhoon dari Austria menuai kritik. Menurut sejumlah anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat dan pengamat militer, rencana pembelian itu tak tepat.

Anggota Komisi Pertahanan dari Partai NasDem, Willy Aditya, menilai rencana pembelian pesawat bekas berusia 18 tahun itu tergesa-gesa dan tak didahului kajian komprehensif. Menurut Willy, pembelian itu juga tak efisien dari segi perawatan karena Eurofighter setipe dengan Sukhoi Su-35 yang dimiliki Indonesia. “Kalau beli model yang berbeda, belanja untuk perbaikan, perawatan, suku cadang, dan lainnya akan berbeda,” katanya.

Tubagus Hasanuddin, anggota Komisi Pertahanan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengatakan pembelian itu berpotensi merusak peta jalan kerja sama pembuatan pesawat tempur dengan Korea Selatan yang sudah berlangsung sejak 2009. Hasanuddin mengingatkan, pembelian Eurofighter bisa merusak proyek besar Indonesia membangun jet tempur.

Rencana pembelian terungkap setelah koran Austria, The Kronen Zeitung, mempublikasikan surat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner pada 18 Juli lalu. Surat itu menyatakan minat Indonesia membeli 15 Eurofighter bekas. Kronen Zeitung menilai Angkatan Udara Indonesia perlu mempertanyakan rencana pembelian itu. Mahalnya biaya operasional Eurofighter sempat menimbulkan kritik dari masyarakat Austria.

Direktur Imparsial, Al Araf, mengingatkan bahwa Eurofighter sempat diwarnai isu suap pada 2017. Saat itu, pemerintah Austria menggugat Airbus di pengadilan di Muenchen, Jerman, atas dugaan suap oleh perusahaan pembuat pesawat kepada pejabat di negara tersebut yang menimbulkan kerugian hingga US$ 1,7 juta. Sejak itu, Kementerian Pertahanan tak mengoperasikan lagi Eurofighter.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Djoko Purwanto mengatakan pembelian itu bertujuan memperkuat pertahanan negara. “Pembelian itu sudah direncanakan,” ujar Djoko.


Superlincah Berbiaya Tinggi

DIRANCANG dan dibuat konsorsium negara-negara Eropa, Eurofighter Typhoon dianggap sebagai pesawat tempur hebat pada masanya karena memiliki kelincahan. Pesawat itu memiliki fasilitas stealth dan sistem modern. Namun, di Austria, pengadaannya diikuti aroma suap dari produsen kepada pejabat negara itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eurofighter Typhoon

Tipe: Pesawat tempur multiperan
• Terbang perdana: 27 Maret 1994
• Kecepatan maksimum: 2.495 km per jam
• Jarak tempuh: 2.900 km
• Panjang: 16 meter
• Biaya pengadaan: US$ 58-70 juta (Eropa) dan US$ 124 juta atau sekitar Rp 1,84 triliun (luar Eropa)
• Biaya pemeliharaan: Rp 1,3 miliar per jam
• Persenjataan: Peluru kendali udara ke udara, peluru kendali udara ke darat, bom, avionics
• Pembuat: Airbus, BAE Systems, Alenia Aermacchi, DASA, Eurofighter




Eks Pemimpin Redaksi Banjarhits Dituntut 6 Bulan

MANTAN pemimpin redaksi Banjarhits.id, Diananta Putera Sumedi, dituntut hukuman 6 bulan bui dalam sidang di Pengadilan Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan, Senin, 20 Juli lalu. Pengelola media mitra Kumparan.com itu dianggap menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian akibat pemberitaan berjudul “Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel”.

Selain pengacara, Komite Keselamatan Jurnalis akan mengajukan pembelaan lewat mekanisme amicus curiae. Ketua Lembaga Bantuan Hukum Pers Ade Wahyudin menilai jaksa belum membuktikan adanya peristiwa kebencian.

Saksi ahli Dewan Pers, Wina Armada Sukardi, menilai pertanggungjawaban harusnya dimintakan kepada Kumparan, bukan Diananta secara pribadi. Pemimpin Redaksi Kumparan Arifin Asydhad enggan berkomentar tentang keterangan Wina ini. “Tunggu pengadilan aja,” ujarnya.



Patroli keamanan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Nduga, Maret 2019. Tempo/Stefanus Teguh Pramono

Dua Warga Nduga Tewas Ditembak

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia mengecam penembakan terhadap dua penduduk sipil di Kabupaten Nduga, Papua, yang diduga dilakukan personel Tentara Nasional Indonesia. Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mendesak TNI menyelidiki dugaan pelanggaran prosedur dalam kasus tersebut. “Kami menyesalkan ada penembakan lagi,” kata Beka pada Selasa, 21 Juli lalu.

Selu Karunggu dan anaknya, Elias Karunggu, ditembak saat hendak menuju Distrik Kenyam pada Sabtu, 18 Juli lalu. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nduga Ikabus Gwijangge menyebutkan Selu dan anaknya merupakan pengungsi yang hidup di hutan.

Kepala Penerangan Komando Wilayah Pertahanan III TNI Kolonel Gusti Nyoman Suriastawa menuding Selu dan Elias sebagai anggota kelompok Egianus Kogoya. “Kami memiliki barang bukti berupa satu pucuk pistol dan telepon seluler milik prajurit yang mereka rampas,” katanya.




Program Organisasi Penggerak Dievaluasi

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim memutuskan mengevaluasi lembaga penerima Program Organisasi Penggerak. Evaluasi ini dilakukan setelah tiga organisasi, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama, serta Persatuan Guru Republik Indonesia, mundur dari program itu. “Kami akan undang pihak eksternal untuk melihat proses evaluasi,” kata Nadiem pada Jumat, 24 Juli lalu.

Program itu bertujuan meningkatkan kompetensi guru dengan melibatkan organisasi di bidang pendidikan. Tiap lembaga menerima Rp 1-20 miliar per tahun. Total ada 156 organisasi yang menjadi pelaksana program senilai Rp 595 miliar itu.

Lembaga yang mundur dari program itu menilai Kementerian Pendidikan menunjuk sejumlah organisasi yang tak memiliki rekam jejak di dunia pendidikan. “Semua itu bisa dilihat melalui digital (dunia maya),” kata Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi.





Tugu "Batu Satangtung" di area bakal pemakaman di Curug Goong, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, 20 Juli 2020 . Tempo/Rommy Roosyana

Diskriminasi terhadap Sunda Wiwitan

MASYARAKAT Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan memprotes Pemerintah Kabupaten Kuningan yang menyegel pembangunan makam sesepuh mereka di Curug Goong, Pangeran Djatikusumah. Penyegelan dilakukan petugas Satuan Polisi Pamong Praja dikawal personel kepolisian dan TNI serta ratusan orang dari ormas keagamaan pada Senin, 20 Juli lalu.

Pendamping Masyarakat Akur Sunda Wiwitan, Djuwita Djatikusumah, heran terhadap tindakan pemerintah di lahan mereka. “Ini merupakan bentuk intoleransi,” ujarnya, Selasa, 21 Juli lalu.

Pangeran Djatikusumah adalah cucu Pangeran Madrais, pencetus agama Sunda Wiwitan. Madrais dikenang sebagai pejuang yang melawan kolonialisme Belanda. Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satpol PP Kabupaten Kuningan Ujang Jaidin mengatakan penyegelan dilakukan lantaran masyarakat Sunda Wiwitan tak kunjung mengurus izin mendirikan bangunan setelah diberi peringatan ketiga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus