Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kucing, tikus, dan muspida

Jabatan kepala kantor departemen penerangan (kakan dep) kodya pakanbaru menjadi bahan pertentangan. suhardi, pejabat lama, tidak mau menyerahkan jabatannya kepada penggantinya yang baru, H. Aladin.

29 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMULA serah-terima itu dijadwalkan berlangsung pada 10 April. Suhardi, Kepala Kantor Departemen Penerangan (Kakandep) Kota Madya Pakanbaru, akan menyerahkan jabatannya pada penggantinya, H. Aladin, yang semula bertugas di Kantor Wilayah (Kanwil) Deppen Riau. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Penerangan 5 Maret 1989 Suhardi dipindahkan ke staf Kanwil Deppen Riau. Acara itu gagal karena hari itu Suhardi pergi ke Jakarta. Maka, serah-terima pun ditunda hingga 17 April. Gagal lagi. Soalnya, Suhardi ternyata menolak menyerahkan jabatannya. "Saya tak menolak SK Menpen yang memindahkan saya. Tapi mengapa turun SK Menpen yang memindahkan saya ke Kanwil Deppen Riau?" ujar Suhardi. Ia pun menuduh bahwa ini semua karena permainan Nurdin Achmad yang mau menghancurkan karier dan keluarganya. Sebenarnya, kata Suhardi 47 tahun, dia memohon agar dipindahkan ke Deppen Pusat saja. Tapi, katanya, atas usul Nurdin dia dipindahkan ke Kanwil Deppen Riau. "Pokoknya saya tak mau jadi bawahan Nurdins," kata Suhardi. Nurdin Achmad 54 tahun, Kepala Kanwil Deppen Riau, tentu saja berang atas penolakan Suhardi. "Dia itu melawan atasan. Mana ada pegawai negeri yang menentang atasannya," ujarnya pekan lalu. Dipindahkannya Suhardi ke Kanwil Deppen Riau, kata Nurdin, karena Suhardi indisipliner dalam menjalankan tugasnya. Sederet kisah pun dibeberkan Nurdin untuk menunjukkan bahwa Suhardi indisipliner. Antara lain, Suhardi telah melalap uang jalan 24 juru penerang (ju pen) kecamatan. Selain itu, Suhardi disebutkan telah mengutip Rp 5.000 buat tiap lembar surat izin putar film di daerah itu. Akibatnya, Nurdin menerima cemoohan bahkan surat kaleng. Untuk mengusut soal itu, Nurdin membentuk tim pengusut. Ternyata tim berkesimpulan bahwa kepemimpinan Suhardi tak bisa dipakai lagi. Banyak pegawai yang frustrasi. "Kalau dipertahankan kan bisa merusak suasana kantor," kata Nurdin. Tahun lalu ia telah memanggil Suhardi dan memerintahkannya agar meninggalkan kebiasaan itu. "Suhardi akhirnya menurut," kata Nurdin. Suhardi membantah. Tuduhan-tuduhan itu, katanya, hanya isu untuk menghempang kepindahannya ke Jakarta. Dengan sengit Suhardi menyerang Nurdin. "Dia meminta para jupen agar menyerang saya," katanya. "Kalau toh masih ada uang jalan para jupen itu yang belum saya bayar, uang mereka belum hilang," katanya. Suhardi ganti menuding Nurdin sering memotong uang proyek operasional penerangan. Tentang izin putar film kata Suhardi menurut peraturan Kakandeppen punya wewenang untuk itu. Lagi pula pejabat lama yang digantikannya juga bertindak seperti dia. Pertentangan antara kucing dan tikus ini -- begitulah para karyawan Kanwil Deppen Riau menyebut -- rupanya berbuntut panjang. Kamis pekan lalu Muspida Kota Madya Pakanbaru sepakat untuk meminta kepada Deppen Pusat agar meninjau SK Menpen yang memindahkan Suhardi ke Kanwil Deppen Riau. Alasannya, Muspida antara lain menilai, selama hertugas di Pakanbaru Suhardi menunjukkan karya dan prestasi yang baik Farouq Alwi, Wali Kota Madya Pakanbaru, menegaskan bahwa ia tidak bersedia melantik Kakandep Kota Madya Pakanbaru yang baru, "kecuali kalau Guhernur Riau punya penilaian lain," katanya pada TEMPO. Tampaknya Menpen Harmoko sendiri yang harus turun tangan menyelesaikan kasus unik ini. Menurut Rachmat Alif, Irjen Deppen, secara umum adalah salah jika seorang pegawai negeri membangkang terhadap ketentuan atasannya. Juga salah jika ia ingin menentukan sendiri tempat kerjanya. "Kalau boleh memilih tempat kerjanya, nanti dia memilih tempat yang enak-enak saja," ujarnya.Affan Bey Hutasuhut (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum