BUNTUT peristiwa Tanjung Priok ternyata menyabet sampai ke Tasikmalaya, Jawa Barat. Sepekan setelah huru-hara itu, pada 20 September lalu, bupati Tasikmalaya Hudly Bambang Aruman mengeluarkan sebuah surat keputusan. Isinya antara lain: tidak memperkenankan mubalig atau juru dakwah dari luar Kabupaten Tasikmalaya berdakwah di wilayah Kabupaten Tasikmalaya sampai batas waktu yang akan ditentukan. Isi dakwah dilarang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, menghambat jalannya pembangunan nasional, dan mengganggu stabilitas politik. Bupati Hudly mengakui, SK-nya itu ada kaitannya dengan peristiwa Tanjung Priok. "Saya tak ingin peristiwa Tanjung Priok berulang di Tasikmalaya. Karena itu, saya segera bertindak," ujarnya. Menurut Hudly, selama Juli dan Agustus saja, wilayahnya sudah 15 kali disusupi mubalig yang dakwahnya "menghasut". Artinya: mengkritik kebijaksanaan pemerintah. "Akibatnya, masyarakat yang terkena hasutan bisa menjadi beringas," kata Hudly. Lagi pula, menurut Hudly, untuk apa mendatangkan mubalig dari luar. "Ini 'kan semacam penghinaan. Seolah-olah Tasikmalaya kekurangan mubalig kelas wahid," tuturnya. Ia malah berharap kegiatan pengajian di wilayahnya ditingkatkan. Syaratnya, ya, itu, mubalignya harus berasal dari Tasikmalaya. SK itu, kata Hudly, cuma sementara. "Setelah keadaan tenang pasti dicabut," ujarnya, meyakinkan. Sejak SK dikeluarkan, tiga mubalig telah diperiksa polisi, dua di antaranya berasal dari Tasikmalaya. Ketiganya kini diwajibkan melapor sekali seminggu di Polres Tasikmalaya. Salah seorang mubalig yang terkena wajib lapor itu, Aceng Yusuf Ambari, tampaknya yang paling diincar. Yusuf, 43, bekas anggota DPRD Kabupaten Garut (1971--1977) dari FPP, memang mubalig paling populer di Tasikmalaya, sekalipun ia berasal dari Garut. Pengincaran terhadap Yusuf terbukti dari pembentukan suatu tim yang oleh Hudly ditugasi "menormalkan" situasi. "Tim ini kami terjunkan ke kecamatan-kecamatan yang telah didakwahi Aceng Yusuf Ambari," kata Hudly. Yusuf menolak tuduhan bahwa dakwahnya bersifat menghasut. "Mengapa ia berdakwah di Tasikmalaya, meski ia tahu adanya larangan? "Saya datang karena diundang. Apa salahnya saya berdakwah di tempat lain? Saya warga negara Indonesia, dan Indonesia itu tidak cuma meliputi Kabupaten Garut," katanya. Ketua MUI, E.Z. Muttaqien, menyayangkan adanya SK Bupati Hudly "Indonesia itu tidak lokal Tasikmalaya. Sebaiknya, membuat SK itu harus juga melihal kondisi nasional," katanya. Menurut Muttaqien, kalau cuma beberapa mubalig yang dianggap membuat keresahan, kenapa tidak oknum mubalignya saja yang diamankan, atau sekalian di-blaeklist? Menteri Agama Munawir Sjadzali, meski belum mendapat laporan adanya pembatasan dakwah di Tasikmalaya, Senin pekan ini menyatakan, "Pada prinsipnya, kita mempertahankan kebebasan dakwah, selama tidak menyalahi kemurnian ajaran serta tidak mengganggu ketenteraman umat." Toh, Menteri Munawir tampaknya bisa memahami keluarnya SK semacam itu. "Dengan adanya peristiwa Priok, saya kira para penguasa daerah memilih para mubalig yang mereka kenal untuk menjaga ketertiban dan ketenteraman daerahnya," katanya. Setelah peristiwa Tanjung Priok, Pangab Jenderal L.B. Moerdani pernah menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah melarang ceramah atau dakwah agama dalam bentuk apa pun. "Yang bersifat meracuni umat beragama sekalipun dibiarkan berlangsung, karena diharapkan umat beragama sendiri dapat mengurangi ceramah atau khotbah yang tidak pada tempatnya itu," kata Pangab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini