KERUSUHAN itu terjadi Minggu 16 Oktober lalu. Sekitar magrib, tiga truk berisi penduduk Peudawa Rayeuk, Kecamatan Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, berhenti di terminal bis Idi. Setelah sampai, mereka melompat turun dan menyerbu ke kantor Polsek setempat, kira-kira 300 meter dari terminal tadi. Delapan petugas piket terkejut ketika lemparan batu menghujani kantor mereka. Genting dan kaca jendela kantor polisi tersebut pun hampir semuanya pecah. Seseorang berteriak, "Bakar saja. Bakar ...." Menurut Letkol. Oemar M. Isa, 45 tahun, Kapolres Aceh Timur, seorang dari penyerbu itu mulai menyulut api. Tak ada jalan lain. Para petugas piket, dipimpin Kapolsek setempat, Letda. Bambang Setiawan, 28 tahun, meletuskan tembakan peringatan. Tapi para penyerbu terus melempari kantor polisi itu. Maka, polisi mulai menembak ke arah kaki penyerbu. Korban pun jatuh. Razali, perutnya dirobek peluru. Sedang Dollah Ben dan Rusli kena pelor di kakinya. Setelah itu, barulah para penyerbu itu mundur. Ketiga korban segera dilarikan ke RS PTP I di Langsa. "Anak buah saya benar," kata Isa kepada TEMPO. Penyerbuan ke Polsek tersebut berawal dengan meledaknya rumah Mat Dian, di Desa Paya Awe, 18 km dari Desa Peudawa, subuh sehari sebelumnya. Kapolsek Idi Rayeuk, Letda. Bambang yang tadi, menangkap Zainun, 35 tahun, adik kandung Mat Dian, serta Yahdun, 30 tahun, juga famili Mat Dian. Menurut Zainun, Mat Dian, 40 tahun, sering menjual harta warisan mereka. Ini yang membikin mereka suka bertengkar. Pernah Zainun membubuhkan racun ke makanan Mat Dian. Usaha pembunuhan itu gagal karena Mat Dian tak menelan racun itu. Zainun dan Yahdun kemudian minta bantuan Daud, orang yang dikenal mampu merakit bom ikan. Lewat Abubakar residivis yang baru sebulan keluar LP setelah dihukum 6 tahun gara-gara menjual ganja bom ikan tersebut diselundupkan ke rumah Mat Dian, sampai akhirnya rumah korban meledak. Akibatnya, Mat Dian dan bininya, Nurhayati, 35 tahun, luka-luka. Sedang Farida, 8 tahun, putri Mat Dian, kaki kirinya putus. Ketiga korban dilarikan ke RS Langsa. Keesokan harinya, Farida meninggal. Ketika menguber Abubakar di Desa Peudawa Rayeuk, di rumah Gechik (Kepala Desa) Hasan, mertua kedua penjahat itu, Letda. Bambang mendapat kesukaran. Meski Abubakar ngumpet di loteng rumah tersebut, polisi mengejarnya. Abubakar, yang memegang lembing itu, melawan. Dia menguak atap rumbia rumah itu untuk lari. Polisi melepaskan tembakan ke atas, supaya Abubakar menyerah. Lalu Abubakar melompat ke bawah, menghilang di kegelapan malam, dan buron hingga kini. Pada saat itu, kepala mukim setempat, Mahmud Amin, 60 tahun, atasan Geuchik Hasan, yang diminta menyaksikan penangkapan tersebut, terdengar mengerang. "Saya kena," kata Mahmud Amin. Pelipis Mahmud Amin luka dan berdarah. Menurut penduduk setempat, kening Mahmud Amin terluka karena diserempet peluru polisi yang nyasar. Dugaan itu, menurut Dollah Ben, salah seorang penyerbu Polsek Idi Rayeuk, menjadi berkembang. Hingga, penduduk Peudawa kompak mengunjungi Polsek tersebut. Maksudnya meminta penjelasan polisi, siapa yang bertanggung jawab atas luka Mahmud Amin itu. "Semula, kami tak bermaksud menyerang kantor Polsek tersebut," kata Dollah. Tapi polisi piket melarang mereka masuk. "Emosi kami jadi meledak," kata Dollah kepada TEMPO. Letkol. Isa mengatakan, anak buahnya menembak kaki para penyerbu karena khawatir kantor Polsek itu dibakar, seperti terjadi pada Polsek Darul Aman di Idi Cut, 11 April lalu (TEMPO, 23 April 1988). Ini gara-gara seorang anggota polisi di situ memasukkan wanita ke Polsek tersebut, dan diduga berbuat mesum, hingga mengundang kemarahan penduduk. "Yang menghancurkan Polsek Idi Rayeuk itu akan kami usut," kata Isa. MS & Makmun Al Mujahid (Biro Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini