Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Libur, Tidak, Libur...

Himbauan MUI kepada pemerintah agar sekolah libur penuh selama puasa, tapi Mendikbud menetapkan hanya 10 hari. Sanksi penghentian subsidi bagi sekolah-sekolah swasta yang melanggar. (nas)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH dalam bulan puasa sekolah akan diliburkan atau tidak hingga kini masih juga menggantung tak terjawab. Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetap minta agar sekolah libur penuh selama bulan puasa. Sedang sampai pekan lalu. Menteri P & K Daoed Joesoef tetap mempertahankan keputusan pemerintah: sekolah akan diliburkan 10 hari dalam bulan puasa. Tiga hari pada permulaan bulan puasa "untuk memungkinkan yang masih hidup menabur bunga sambil berziarah kemakam sanak keluarga," dan 7 hari di sekitar hari raya Idulfitri untuk memungkinkan merayakan lebaran di lingkungan keluarga yang selama ini terpisah karena aktifitas perantauan. Pengasan Menteri P & K itu diuapkannya pekan lalu waktu mengunjungi Sumatera Barat. Tampaknya Daoed Joesoef menganggap penting penegasan ini diucapkan di daerah yang kelslamannya kuat ini. Hampir separuh dari pidatonya pada upaara peresmian pemakaian gedung baru Kanwil P & K Sumatera Barat - dipergunakannya untuk menjelaskan pendirian pemerintah tentang soal ini. Katanya: "Keputusan pemerintah itu tidak bermaksud untuk merugikan agama dan merupakan hasil penelitian dan pertimbangan yang lama, sedikitnya sejak 1975." Sebagai contoh dikemukakannya, di beberapa negara yang secara eksplisit menyatakan diri sebagai negara Islam, seperti Arab Saudi, Pakistan dan Malaysia, sekolah-sekolah tidak libur selama bulan puasa. Sekolah jalan terus sedangkan para ulama di sana tidak meributkannya. Masalah libur atau tidak libur di bulan puasa bukan masalah agama karena tidak merugikan agama," tapi masalah kebijaksanaan pendidikan, pendidikan nasional," kata Daoed. Untuk memperkuat argumentasi ini, Menteri P & K mengutip pendapat seorang ulama, K.H. Achmad Shiddiq, pengasuh Pondok Pesatren Shiddiqiyah, Jember, yang dimuat dalam majalah Mimbar Pendidikan Agama. Terlepas dari berbagai latar belakang (termasuk politik) tanggapan masalah "liburan puasa" dianggap ulama ini "telah banyak dipengaruhi emosi." Menurut kyai ini, justru dengan puasa mencernakan ilmu lebih mudah. Orang tempo dulu bahkan harus tirakat untuk mencapai ilmu/keahlian tertentu. Mengutip beberapa kitab dan hadith, Kyai Achmad Shiddiq menyimpulkan bahwa Ramadhan adalah bulan perjuangan, ibadah, ilmu, sosial dan bulan ujian. Perintah Tuhan Apa sikap MUI? Setelah bertemu dengan Presiden Soeharto di Bina Graha Senin pagi pekan lalu, Ketua MUI Buya Hamka melihat ada perbedaan pendirian antara Presiden dengan Menteri P & K. Presiden mengatakan bahwa bulan puasa tetap libur, hanya harinya tidak penuh. Tapi Daoed Joesoef mengatakan bulan puasa tidak libur karena tidak ada perintah Tuhan. Itu kan jelas berbeda," kata Hamka di rumahnya pekan lalu pada Slamet Djabarudi dari TEMPO. Menurut Hamka, pertemuan MUI dengan Presiden yang berlangsung selama satu jam itu dilakukan atas permintaan MUI khusus untuk membicarakan masalah liburan puasa. MUI dan para pcmimpin "yang punya perasaan agama" masih mengajukan permintaan agar liburan puasa sebulan penuh. Walaupun diancam akan dihentikan subsidinya, menurut Hamka, PP Muhammadiyah tetap akan meliburkan sekolah-sekolahnya penuh selama bulan puasa. Suara yang senada dengan MUI dikeluarkan oleh Fraksi PP di DPR. Ketua FPP Nuddin Lubis mengutip UU no. 4 tahun 1950 yang menyebutkan: libur sekolah bagi sekolah-sekolah negeri ditetapkan dengan "mengingat kepentingan pendidikan, faktor musim, kepentingan agama dan hari-hari raya kebangsaan." Ia berpendapat sebaiknya diubah dulu UU-nya bila akan mengadakan perubahan liburan puasa. "Kalau kita mengakui bernegara hukum, mustinya kalau bertindak selalu menurut undang-undang." Ia berharap Menteri P & K tidak akan memaksakan kemauannya. Diakuinya, di Arab Saudi tidak ada libur khusus bulan puasa, sebab liburan panjang sudah diberikan pada bulan-bulan panas (musim panas). Membandingkan liburan di Indonesia dengan Arab Saudi dianggapnya tidak kena karena kondisi geografisnya berbeda. Alasan Menteri P & K bahwa tidak ada perintah agama untuk libur bulan puasa dikembalikan oleh Nuddin Lubis: "Tidak ada perintah untuk tidak libur di luar bulan itu." Dan Buya Hamka menyambung "kalau begitu tidak usah pakai libur sama sekali, toh tidak ada perintah Tuhan." katanya. Bagaimana sikap daerah? Ketua Majelis Ulama Sumatera Barat H. Mansur Daud Dt. Palimo Kayo sempat menyampaikan kegelisahan dan keresahan masyarakat Islam di daerah tentang masalah ini sewaktu bertemu dengan Menteri P & K di Bukittinggi pekan lalu. "Saya sependapat dengan MUI Pusat. Bulan puasa hendaknya libur penuh," katanya pada TEMPO. Alasan bahwa tidak diliburkan itu untuk mengejar ketinggalan pelajaran dianggapnya tidak masuk akal. Misalnya menjelang puasa ada liburan untuk sekolah yang sampai 1« bulan. Liburan ini bisa saja ditunda pelaksanaannya dalam bulan puasa. "Ini sekedar contoh bagaimana alasan yang dikemukakan tidak meyakinkan kita," ujar bekas Dubes RI untuk Iran itu. Diendapkan Mengapa musti libur dalam bulan puasa? "Ini justru untuk meningkatkan pendidikan keagamaan," kata Dr. Palimo Kayo. Selama bulan puasa tiap malam anak-anak harus sembahyang tarawih, tadarus, sahur menjelang pagi. Itu berakibat kurang tidur. Bagaimana bisa belajar dengan baik kalau yang bersangkutan kurang tidur? Ketua FPP Kalimantan Selatan Zafuri Zumri di samping mendukung permintaan MUI menghimbau Pemda Kalimantan Selatan untuk ikut mengusahakan agar keputusan Menteri P & K ditinjau kembali. "Minimal Gubernur supa!l bisa mengusahakan agar Kalsel dikecualikan dari SK Menteri itu," kata Zumri. Alasannya: agar anak-anak daerah yang bersekolah di Banjarmasin bisa ulang berlibur ke kampung masing-masing. Bagaimana sikap pemerintah? Pada TEMPO Senin pagi lalu Menteri P & K Daoed Joesoef menegaskan: "Tidak ada masalah lagi tentang liburan puasa. Itu sudah keputusan Presiden." Bagaimana tentang permintaan MUI? "Itu sudah keputusan Presiden," Menteri sekali lagi menegaskan. Tapi kompromi tampaknya masih bisa terjadi. Menurut Ketua MUI Hasan Basri seusai pertemuannya dengan Presiden Soeharto pekan lalu, Kepala Negara menjelaskan bahwa pada prinsipnya penambahan hari libur selama bulan puasa disetujui. Jadi "masih ada kemungkinan jumlah hari libur itu ditambah," kata Hasan Basri. Bahwa masalah ini "peka" dan bisa "dipolitikkan" agaknya disadari semua pihak. "Masalah ini kita endapkan dulu. Toh waktunya masih 2 bulan," kata Menteri Agama Alamsyah pada TEMPO pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus