MAKAN siang sudah siap. Tapi Pangkopkamtib Sudomo dan Menteri
PAN Sumarlin belum sempat menyantapnya. Sekonyong-konyong, Rabu
pekan lalu di kediaman Gubernur Sumatera Utara Tambunan itu,
seorang lelaki nyelonong masuk. Ia memegang tangan Ketua
Opstibpus itu. "Ini salinan daftar fiktif ganti rugi tanah di
Bandar Pasir Mondage pak," kata Syarifuddin Sitorus Pane, 54
tahun.
Mewakili teman-temannya sedesa di Kabupaten Asahan itu, sejak
pagi Syarifuddin menunggu kesempatan ketemu Sudomo di luar
pagar. Dan ia tak menyia-nyiakan kesempatan sekejap yang amat
jarang itu. Hari itu Tim Opstibpus "turba" ke Medan, setelah 10
hari sebelumnya ke Bandung untuk mencek kemampuan aparat
pengawasan di daerah-daerah.
"Sudah melapor ke Opstibpus?" tanya Sudomo menerima berkas
itu. "Sudah pak. Sudah lama saya mengirimkannya tapi belum ada
tindakan," ujar Syarifuddin.
"Baik, saya perhatikan," balas Sudomo lalu menyerahkan berkas
itu kepada Gubernur Tambunan. "Biarlah pak Gub yang
menyelesaikan. Kalau ada kesulitan baru Opstibpus yang
bertindak."
Utusan dari Pasir Mondage itu pamitan. Ia mau mencium tangan
Ketua Opstibpus itu, tapi Sudomo cepat menarik tangannya.
Peristiwa kecil itu sempat membuat hadirin terbengong-bengong.
Beberapa petugas keamanan sibuk. "Kita kebobolan," ucap seorang
petugas Kodam II Bukit Barisan yang berpakaian preman. Tapi
Syarifuddin sudah menghilang, entah lewat mana.
Kasus Pasir Mondage menyangkut ganti rugi tanah milik penduduk
yang diambil PNP VII Bah Jambi untuk perluasan areal perkebunan.
Uang ganti ruginya ternyata tidak diterimakan kepada yang
berhak. Malah, melalui daftar fiktif Rp 130 juta, kabarnya ada
seorang paman bekas pejabat penting di sana menerima Rp 1 juta.
Daftar itu disusun sedemikian rupa oleh kepala desa dan ketua
Tim Pembayaran Ganti Rugi, dilegalisir Bupati H.A. Manan
Simatupang yang kini menjadi pelaksana Sekwilda Sumatera Utara.
Di Kuala Tanjung juga ada kasus sama, hingga terjadi manipulasi
Rp 65 juta. Menurut Gubernur Tambunan, 23 dari 45 penerima ganti
rugi karena tanahnya diambil untuk proyek alumina itu, ternyata
tidak berhak menerima uang tersebut.
Laporkan Apa Adanya
Sebelum kembali ke Jakarta, Sudono dan Sumarlin menyerahkan
bundel kecil berisi 19 kasus kepada Gubernur Tambunan dan
Pangdam II Brigjen Ismail. Menurut Tambunan, kasus yang menonjol
16 buah. Mengapa tidak diselesaikan langsung oleh Opstibpus?
"Kita serahkan dulu penyelesaiannya kepada daerah. Kalau nanti
buntu baru Pusat yang membereskannya," ujar Sumarlin.
Opstibda Sumatera Utara sendiri, menurut Brigjen Ismail, sedang
menangani 984 kasus, 329 di antaranya sudah diselesaikan.
Sementara menurut Tambunan, terjadi penyelewengan sekitar Rp 4
juta di Pemda Sumatera Utara, baru Rp 9 juta di antaranya
yang berhasil diselamatkan. Jumlah kasusnya 446 macam,
sebagian sedang dalam proses di pengadilan.
Turba semacam itu tampaknya merupakan langkah awal untuk lebih
memantapkan aparat pengawasan, terutama di daerah. Seperti kata
Sudomo kepada TEMPO ketika meninjau Bandung pertengahan bulan
lalu, upaya pemantapan itu merupakan fase ketiga kegiatan
Opstib. "Selain mencek kemampuan Opstibda, kita juga mencari
bahan-bahan," tambah Sudomo.
Setelah Jawa Barat dan Sumatera Utara, turba semacam itu akan
dilanjutkan ke daerah-daerah lain. Untuk itulah, sejak 14 Mei
lalu, 22 orang inspektur Opstibpus ditatar selama 3 minggu di
Asrama PHI Cempaka Putih Jakarta. Mereka dipersiapkan untuk
membantu para Irjen di tiap Departemen dan Opstibda. "Mereka
siap diterjunkan kalau Irjen atau Opstibda kewalahan atau tidak
berhasil," kata Sumarlin akhir pekan lalu.
Menteri PAN mengakui para Irjen dan Opstibda selama ini memang
belum sepenuhnya berfungsi sebagai aparat pengawas. "Mereka
perlu dibantu dan didorong dari Pusat. Yang bertugas membantu
ialah yang kini tengah ditatar itu," tutur Sumarlin pula. Ketika
berdialog di kediaman Gubernur Jawa Barat Aang Kunaefi, Sudomo
bahkan seakan menantang.
"Tim Opstibpus siap setiap saat bisa turun membantu Opstibda
kalau diminta. Kita bisa datang, lengkap dengan kendaraan dan
biaya sendiri. Jangan malu-malu minta bantuan. Tapi sedapat
mungkin selesaikan dulu di daerah," katanya. Maka seperti halnya
di Medan, di Bandung pun Sudomo dan Sumarlin menyerahkan 13
kasus yang dtiharapkan bisa diselesaikan di daerah.
Minta Direcall
Menurut Ketua Opstibda Jawa Barat Mayjen Yogie S. Memet, selama
ini tak kurang dari 1066 kasus yang masuk Opstibda Ja-Bar,
beberapa di antaranya sudah diselesaikan. Seperti daerah lain,
yang menonjol di sana pun masalah tanah. Antara lain
penyalahgunaan wewenang bekas Ka Subdit Agraria Ja-Bar Ruslan
Ardiwidjaja, sehubungan dengan pemilikan puluhan hektar tanah di
Cibeureum, Kabupaten Bandung. Ruslan kini jadi Ketua DPRD Kab.
Bandung.
Kasus tersebut, yang lebih besar dibanding kasus Angsana, sudah
2 tahun belum juga selesai. Menurut sebuah sumber, kasus Ruslan
sudah dalam proses pemeriksaan dan menunggu penyidangan ke
pengadilan. "Ruslan sendiri tidak bersedia mengundurkan diri
tapi minta direcall sebagai ketua DPRD Kabupaten Bandung," kata
sumber tersebut.
Di Bandung, Sudomo juga menyempatkan diri bertanya kepada
Itwilda Jawa Barat, Sani Lupias Abdurachman, apakah tenaga 100
inspektur sudah cukup mampu menangani daerah seluas itu. Pucuk
dicinta ulam tiba, Sani Lupias pun kontan minta tambahan 60
tenaga lagi, meski yang 100 orang rata-rata sarjana. "Berapa
kali mereka turun ke lapangan?" tanya Sudomo. "12 hari," jawab
Sani. Bahkan Sudomo juga merasa perlu menanyakan kendaraan atau
uang jalan untuk para inspektur.
Selain menekankan perlunya turun ke lapangan -- juga bagi para
Pangdam dan Gubernur -- baik Sudomo dan Sumarlin minta agar
laporan bawahan dipelajari baik-baik. Menurut Sumarlin,
sekarang ini sudah banyak pejabat yang mantap dan berani.
"Mereka tidak lagi menyampaikan laporan yang baik-baik saja,
meskipun masih ada pula laporan yang cuma bersifat umum. Laporan
yang baik-baik saja kan menyesatkan. Kalau sayang sama pimpinan,
laporkan apa adanya," ujar Sumarlin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini