Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kalau Sayang, Lapor!

Usaha opstib/opstibda membongkar kasus manipulasi di daerah Sum-ut dan Ja-Bar. Di Sumut jumlah kasus: 984, untuk Ja-bar 1.066 kasus. (nas)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAKAN siang sudah siap. Tapi Pangkopkamtib Sudomo dan Menteri PAN Sumarlin belum sempat menyantapnya. Sekonyong-konyong, Rabu pekan lalu di kediaman Gubernur Sumatera Utara Tambunan itu, seorang lelaki nyelonong masuk. Ia memegang tangan Ketua Opstibpus itu. "Ini salinan daftar fiktif ganti rugi tanah di Bandar Pasir Mondage pak," kata Syarifuddin Sitorus Pane, 54 tahun. Mewakili teman-temannya sedesa di Kabupaten Asahan itu, sejak pagi Syarifuddin menunggu kesempatan ketemu Sudomo di luar pagar. Dan ia tak menyia-nyiakan kesempatan sekejap yang amat jarang itu. Hari itu Tim Opstibpus "turba" ke Medan, setelah 10 hari sebelumnya ke Bandung untuk mencek kemampuan aparat pengawasan di daerah-daerah. "Sudah melapor ke Opstibpus?" tanya Sudomo menerima berkas itu. "Sudah pak. Sudah lama saya mengirimkannya tapi belum ada tindakan," ujar Syarifuddin. "Baik, saya perhatikan," balas Sudomo lalu menyerahkan berkas itu kepada Gubernur Tambunan. "Biarlah pak Gub yang menyelesaikan. Kalau ada kesulitan baru Opstibpus yang bertindak." Utusan dari Pasir Mondage itu pamitan. Ia mau mencium tangan Ketua Opstibpus itu, tapi Sudomo cepat menarik tangannya. Peristiwa kecil itu sempat membuat hadirin terbengong-bengong. Beberapa petugas keamanan sibuk. "Kita kebobolan," ucap seorang petugas Kodam II Bukit Barisan yang berpakaian preman. Tapi Syarifuddin sudah menghilang, entah lewat mana. Kasus Pasir Mondage menyangkut ganti rugi tanah milik penduduk yang diambil PNP VII Bah Jambi untuk perluasan areal perkebunan. Uang ganti ruginya ternyata tidak diterimakan kepada yang berhak. Malah, melalui daftar fiktif Rp 130 juta, kabarnya ada seorang paman bekas pejabat penting di sana menerima Rp 1 juta. Daftar itu disusun sedemikian rupa oleh kepala desa dan ketua Tim Pembayaran Ganti Rugi, dilegalisir Bupati H.A. Manan Simatupang yang kini menjadi pelaksana Sekwilda Sumatera Utara. Di Kuala Tanjung juga ada kasus sama, hingga terjadi manipulasi Rp 65 juta. Menurut Gubernur Tambunan, 23 dari 45 penerima ganti rugi karena tanahnya diambil untuk proyek alumina itu, ternyata tidak berhak menerima uang tersebut. Laporkan Apa Adanya Sebelum kembali ke Jakarta, Sudono dan Sumarlin menyerahkan bundel kecil berisi 19 kasus kepada Gubernur Tambunan dan Pangdam II Brigjen Ismail. Menurut Tambunan, kasus yang menonjol 16 buah. Mengapa tidak diselesaikan langsung oleh Opstibpus? "Kita serahkan dulu penyelesaiannya kepada daerah. Kalau nanti buntu baru Pusat yang membereskannya," ujar Sumarlin. Opstibda Sumatera Utara sendiri, menurut Brigjen Ismail, sedang menangani 984 kasus, 329 di antaranya sudah diselesaikan. Sementara menurut Tambunan, terjadi penyelewengan sekitar Rp 4 juta di Pemda Sumatera Utara, baru Rp 9 juta di antaranya yang berhasil diselamatkan. Jumlah kasusnya 446 macam, sebagian sedang dalam proses di pengadilan. Turba semacam itu tampaknya merupakan langkah awal untuk lebih memantapkan aparat pengawasan, terutama di daerah. Seperti kata Sudomo kepada TEMPO ketika meninjau Bandung pertengahan bulan lalu, upaya pemantapan itu merupakan fase ketiga kegiatan Opstib. "Selain mencek kemampuan Opstibda, kita juga mencari bahan-bahan," tambah Sudomo. Setelah Jawa Barat dan Sumatera Utara, turba semacam itu akan dilanjutkan ke daerah-daerah lain. Untuk itulah, sejak 14 Mei lalu, 22 orang inspektur Opstibpus ditatar selama 3 minggu di Asrama PHI Cempaka Putih Jakarta. Mereka dipersiapkan untuk membantu para Irjen di tiap Departemen dan Opstibda. "Mereka siap diterjunkan kalau Irjen atau Opstibda kewalahan atau tidak berhasil," kata Sumarlin akhir pekan lalu. Menteri PAN mengakui para Irjen dan Opstibda selama ini memang belum sepenuhnya berfungsi sebagai aparat pengawas. "Mereka perlu dibantu dan didorong dari Pusat. Yang bertugas membantu ialah yang kini tengah ditatar itu," tutur Sumarlin pula. Ketika berdialog di kediaman Gubernur Jawa Barat Aang Kunaefi, Sudomo bahkan seakan menantang. "Tim Opstibpus siap setiap saat bisa turun membantu Opstibda kalau diminta. Kita bisa datang, lengkap dengan kendaraan dan biaya sendiri. Jangan malu-malu minta bantuan. Tapi sedapat mungkin selesaikan dulu di daerah," katanya. Maka seperti halnya di Medan, di Bandung pun Sudomo dan Sumarlin menyerahkan 13 kasus yang dtiharapkan bisa diselesaikan di daerah. Minta Direcall Menurut Ketua Opstibda Jawa Barat Mayjen Yogie S. Memet, selama ini tak kurang dari 1066 kasus yang masuk Opstibda Ja-Bar, beberapa di antaranya sudah diselesaikan. Seperti daerah lain, yang menonjol di sana pun masalah tanah. Antara lain penyalahgunaan wewenang bekas Ka Subdit Agraria Ja-Bar Ruslan Ardiwidjaja, sehubungan dengan pemilikan puluhan hektar tanah di Cibeureum, Kabupaten Bandung. Ruslan kini jadi Ketua DPRD Kab. Bandung. Kasus tersebut, yang lebih besar dibanding kasus Angsana, sudah 2 tahun belum juga selesai. Menurut sebuah sumber, kasus Ruslan sudah dalam proses pemeriksaan dan menunggu penyidangan ke pengadilan. "Ruslan sendiri tidak bersedia mengundurkan diri tapi minta direcall sebagai ketua DPRD Kabupaten Bandung," kata sumber tersebut. Di Bandung, Sudomo juga menyempatkan diri bertanya kepada Itwilda Jawa Barat, Sani Lupias Abdurachman, apakah tenaga 100 inspektur sudah cukup mampu menangani daerah seluas itu. Pucuk dicinta ulam tiba, Sani Lupias pun kontan minta tambahan 60 tenaga lagi, meski yang 100 orang rata-rata sarjana. "Berapa kali mereka turun ke lapangan?" tanya Sudomo. "12 hari," jawab Sani. Bahkan Sudomo juga merasa perlu menanyakan kendaraan atau uang jalan untuk para inspektur. Selain menekankan perlunya turun ke lapangan -- juga bagi para Pangdam dan Gubernur -- baik Sudomo dan Sumarlin minta agar laporan bawahan dipelajari baik-baik. Menurut Sumarlin, sekarang ini sudah banyak pejabat yang mantap dan berani. "Mereka tidak lagi menyampaikan laporan yang baik-baik saja, meskipun masih ada pula laporan yang cuma bersifat umum. Laporan yang baik-baik saja kan menyesatkan. Kalau sayang sama pimpinan, laporkan apa adanya," ujar Sumarlin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus