Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Natuna - Musibah tanah longsor di Desa Pangkalan, Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada Senin, 6 Maret 2023 membuat ribuan warga harus mengungsi dan puluhan orang meninggal. Peristiwa tersebut terjadi setelah hujan mengguyur kawasan itu selama 11 hari tanpa henti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhaini, 71 tahun, warga Kampung Air Raya yang bersebelahan dengan Desa Pangkalan, mengatakan matahari tak terlihat selama sebelas hari sebelum musibah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tak pernah seperti ini sebelumnya," kata pengusaha rental sepeda motor itu saat ditemui Tempo di lokasi pengungsian, Ahad, 12 Maret 2023.
Tanah longsor terjadi sebanyak 3 kali
Air bah yang bercampur tanah dan batu turun dari bukit di tengah pulau, membelah hutan dan meluluhlantakkan Desa Pangkalan pada sekitar pukul 10.00 WIB Senin itu.
Awalnya, tanah longsor itu dianggap biasa karena skalanya tak besar. Hujan sempat mereda setelah longsor itu. Warga Desa Pangkalan pun sempat gotong royong untuk membersihkan tanah yang memenuhi parit di sekitar kediaman mereka. Mereka pun masih berdiam di rumah masing-masing karena tak mengira longsor besar akan datang.
Hujan rintik-rintik pun sempat kembali mengguyur kawasan itu pada siang hari. Puncaknya, pada sekitar pukul 13.00 WIB, longsor besar menerpa Desa Pangkalan dan menyebabkan ratusan rumah terkubur.
Baru setelah itu warga Desa Pangkalan mengungsi. Warga desa lain seperti Muhaini pun ikut mengungsi karena takut adanya tanah longsor susulan.
Benar saja, pada malam harinya, longsor kembali menimpa. Hanya saja, kali ini warga telah aman karena sudah mengungsi.
Muhaini mengingat peristiwa yang nyaris mirip seperti itu terjadi ada 1982. Saat itu, menurut dia, tanah longsor terjadi setlah hujan turun terus menerus selama tiga hari.
Selanjutnya, 46 korban jiwa telah berhasil dievakuasi, 9 orang masih hilang
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, korban jiwa yang berhasil dievakuasi telah mencapai 46 orang hingga Ahad, 12 Maret 2023. Kemarin, tim gabungan dari berbagai lembaga menemukan 10 jenazah.
Proses evakuasi korban longsor Natuna sempat terhambat karena hujan terus mengguyur kawasan itu. Kondisi tanah yang masih labil juga menjadi penyebab evakuasi lamban.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menyatakan proses evakuasi baru berjalan lebih cepat setelah mereka mendapatkan bantuan 7 unit alat berat dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Selain itu, ada juga tambahan personel dari TNI dan Polri.
Hari ini, tim gabungan akan mengupayakan pencarian terhadap 9 korban yang masih dilaporkan hilang.
Abdul menyebut jumlah pengungsi saat ini jumlahnya telah mencapai 2.240 jiwa dan ditampung di Posko Darurat Bencana Tanah Longsor Natuna di sejumlah lokasi. Para pengungsi, kata Abdul, terbagi di enam lokasi yang meliputi 436 jiwa di Pelabuhan Lintas Batas Negara (PLBN) Serasan, 605 jiwa di Desa Payak, 136 jiwa di Desa Batu Berlian, 238 jiwa di SMA N 1 Serasan, 432 jiwa di Desa Pelimpak, dan 393 jiwa di Desa Airnusa.
"Seluruh pengungsi itu merupakan warga terdampak maupun yang meninggalkan rumah sementara demi mencegah terjadinya bencana tanah longsor susulan, sebagaimana yang telah direkomendasikan BNPB melalui informasi prakiraan cuaca dan hasil analisa lapangan oleh BMKG," kata Abdul dalam keterangan tertulis, Senin, 13 Maret 2023.
Masa tanggap darurat diperpanjang
Bupati Natuna, Wan Siswadi, menyatakan pihaknya telah memperpanjang masa tanggap darurat karena masih ada korban yang belum ditemukan. Seharusnya, menurut dia, masa tanggap darurat berakhir pada Ahad kemarin.
"Tapi, karena tadi kembali ditemukan satu korban, kami perpanjang enam hari," kata Bupati Natuna, Wan Siswadi, kepada Tempo di lokasi, Ahad malam, 12 Maret 2023.
Dia berharap seluruh korban dapat ditemukan di masa perpanjangan tanggap darurat ini.
Selanjutnya, paket bantuan tiba dan warga diminta kembali ke kediamannya
Siswadi pun menerima berbagai paket bantuan yang datang lewat KM Bukit Raya milik PT Pelni pada Ahad malam kemarin. Di antaranya dari Kementerian Sosial dan PT Pelni. Malam itu juga, bantuan disalurkan ke tiga lokasi pengungsian, yaitu di Pelabuhan Lintas Batas Negara (PLBN) Serasan, SMA 1 Serasan, dan Kampung Pelimpak Laut.
Siswadi juga menyatakan bahwa sebagian warga sudah bisa kembali ke kediamannya mulai hari ini. Pasalnya, menurut informasi yang dia terima dari Tim Geologi Kementerian PUPR kondisi tanah di Serasan kembali aman untuk ditinggali.
"Kecuali zona merah, yaitu Desa Pangkalan," kata Siswadi.
Para pengungsi menyambut baik ajakan Siswadi untuk kembali ke rumah.
"Kembali ke rumah membuat kami lebih percaya diri ketimbang di pengungsian," kata Muriadi, 48 tahun, warga Kampung Air Raya yang mengungsi di PLBN Serasan.
Hanya saja, Muriadi melanjutkan, mereka tidak punya bahan makanan. Bencana ini membuat perekonomian di Serasan lumpuh. Hingga kini, listrik belum pulih di belahan timur salah satu pulau terluar di Indonesia itu.
Meski rumah dan keluarganya tak tersentuh tanah longsor, Muriadi kehilangan kebun durian yang menjadi sumber penghasilannya. Dia berharap petugas dapat membekali pengungsi bahan makanan untuk sekian hari ke depan.
"Supaya ada yang bisa kami masak di rumah," ujarnya.
Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau merupakan wilayah paling utara di Selat Karimata. Kabupaten tersebut berbatasan langsung dengan Vietnam dan Kamboja di bagian utara.