SUARA Pengacara Joelbaner, yang meminta agar pembongkaran itu dihentikan, hilang ditelan sorak-sorai ratusan pedagang Pasar Tanah Abang. "Bongkar terus .... Bongkar terus .... Jangan hentikan. Hidup Gubernur Wiyogo ...." Para pedagang itu tampak sangat gembira. Mereka mengelu-elukan sejumlah petugas Suku Dinas Pengaasan Pembangunan Kota (P2K) Jakarta Pusat yang Selasa pekan lalu ditugasi membongkar bangunan tambahan di blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sudah lama mereka kesal, karena bangunan tanpa izin itu membuat kios-kios mereka pengap hingga kurang laku. Pembongkaran direncanakan pukul sepuluh pagi. Tapi Joelbaner dan temannya, Johny Politon, dari kantor pengacara O.C. Kaligis, serta sejumlah petugas PT Graha Saba Kencana Sakti (GSKS), menghalang-halangi petugas. Pengacara itu bertindak atas nama 100 pedagang yang sudah memesan dan membayar uang muka kios di bangunan yang akan dibongkar itu kepada PT GSKS, developer yang membangun gedung tambahan. Karena merasa dirugikan, 4 Desember lalu para pedagang itu menggugat PT GSKS dan Pemda DKI di pengadilan. Selasa pekan ini perkaranya mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Pengacara O.C. Kaligis kemudian menempelkan papan pengumuman di blok B Pasar Tanah Abang menyatakan bangunan itu sedang dalam perkara, hingga tidak bisa diganggu, kecuali dengan perintah pengadilan. Toh, akhirnya, setelah terlambat sekitar dua jam, pembongkaran pun dimulai. Tiang penyangga pilar-pilar dirobohkan. Pengunjung kembali meneriakkan nama "Wiyogo" ketika para petugas menurunkan papan pengumuman Pengacara O.C. Kaligis. Sampai Kamis pekan lalu, seluruh bangunan tambahan blok B sudah rata dengan tanah. Sepuluh pilar yang terbuat dari beton cor dirobohkan dengan buldoser. Banyak pihak yang mendukung sikap tegas Wiyogo. Bahkan O.C. Kaligis, yang sempat melaporkan kasus itu ke DPR serta membuat surat pengaduan ke Mendagri, 9 Desember lalu, karena pembongkaran bangunan itu, menyatakan mendukung slkap Wiyogo yang ingin menegakkan wibawa aparatnya. Tapi pengacara itu melihat Wiyogo bertindak tidak konsisten. Sementara bangunan tambahan blok B sudah rata dengan tanah, bangunan tambahan lain milik PT Pondok Indah Tower yang terletak di blok A ternyata bisa selamat. "Mohon maaf kalau kami katakan bahwa Bapak pilih kasih," tulis Kaligis di dalam suratnya kepada Wiyogo, 9 Desember yang lalu. Di surat itu Kaligis menyebut-nyebut nama Wagub Bun Yamin Ramto, sebagai pejabat yang banyak tahu kasus itu. "Semoga maksud baik Bapak tidak dinodai oleh oknum-oknum bawahan Bapak," katanya di surat yang sama. Wiyogo sendiri agaknya mengendus sesuatu yang tidak beres dalam pembangunan kios tambahan di blok A dan B itu. Pada 30 November yang lalu, sepucuk surat tugas telah dikeluarkannya untuk Kepala Inspektorat Wilayah Provinsi (Itwilprov) DKI, R.H. Soebijakto. Isinya, agar mengusut unit-unit di lingkungan Pemda DKI yang terlibat dalam pendirian bangunan tambahan. Instansi yang terkait dalam pembangunan itu, antara lain, Dinas Tata Kota, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, dan Perusahaan Daerah Pasar Jaya. Semua instansi itu langsung di bawah koordinasi Bun Yamin Ramto. Wagub itu sendiri kepada TEMPO mengaku sudah diperiksa oleh Itwilprov. Hasilnya? "Wah, saya tak ingin melangkahi. Biar Bapak Gubernur saja yang menjawabnya," katanya Senin pekan ini. Tapi ketegasan Wiyogo sempat memancing tanda tanya. Dalam SK No. 2230, tanggal 18 November 1987, Wiyogo menegaskan bahwa bangunan tambahan blok A (sebelah barat) harus disejajarkan dengan blok B, dan di sebelah utara disejajarkan dengan bangunan induk blok A. Bila SK itu dilaksanakan, artinya sekitar sepertiga bangunan berlantai tiga yang bernilai Rp 9 milyar itu harus dirobohkan. Selain itu, semua kios di lantai dasar juga harus dibersihkan untuk lapangan parkir. Anehnya, tiga hari kemudian Wiyogo mengeluarkan SK baru, No. 2237, tanggal 21 November 1987. Keputusan kali ini mengubah arti SK sebelumnya. Di situ dikatakan bahwa lantai dua dan tiga bangunan tambahan blok A tetap berfungsi sebagai kios. Dengan demikian, sebetulnya SK sebelumnya untuk menyejajarkan bangunan tambahan itu dengan bangunan induk blok A dan B sudah direvisi. Selain itu, lantai dasar, yang sebelumnya akan dijadikan lapangan parkir, dengan SK baru berubah pula. Sebagian kios yang sudah dibangun di lantai dasar tetap tak dibongkar. Itulah sebabnya, sampai bangunan di.blok B diruntuhkan, di blok A itu baru 60-an kios di lantai dasar yang dibongkar sendiri oleh PT Pondok Indah Tower. Padahal, di sana, menurut O.C. Kaligis, ada 140 kios. Bila diingat bahwa salah satu alasan penting Wiyogo membongkar kedua bangunan tambahan itu ialah karena berdiri tanpa IMB, mestinya seluruh bangunan tambahan blok A itu harus pula dibongkar. Selain itu, ada pula surat Wagub Bun Yamin Ramto, Juli 1987, yang isinya mewajibkan PT Pondok Indah Tower membangun gedung parkir di seberang Kali Krukut. Gedung parkir itu sampai sekarang belum pula berdiri. Menurut Bun, itu memang pelanggaran yang dilakukan PT Pondok Indah Tower. Tapi sekarang developer tersebut, katanya, sedang mempersiapkan gedung parkir itu. Wagub menyatakan, developer tambahan blok A sebetulnya sudah memiliki Permohonan Mendirikan Izin Bangunan PIMB), yang statusnya hampir sama dengan IMB. Sedang di blok B cuma punya izin prinsip. Meski sebetulnya developer itu sedang dalam proses memperoleh IMB. Malah PT GSKS telah melunasi biaya pemberian izin penataan perpetakan kepada Dinas Tata Kota DKI sebesar Rp 57 juta lebih. Sampai heboh ini terjadi, bangunan di blok B baru selesai sekitar 30 persen, sementara blok A sekitar 90 persen. Mungkin, ini yang menjadi latar belakang "mundur selangkahnya" Wiyogo. "Kalau dibongkar semua, yang rugi adalah kita juga, sebab bangunan itu sudah jadi. Nah, kalau ada yang mau menanggung kerugian, silakan. Apa wartawan mau?" kata Gubernur Wiyoo kepada wartawan, pekan lalu. Amran Nasution, Linda Djalil, Tri Budianto Soekarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini