Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Mahasiswa USU Minta Dosen Pelaku Asusila Ditindak

Aliansi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara menuntut pihak rektorat menindak tegas dosen yang diduga melakukan tindakan asusila kepada mahasiswa.

27 Mei 2019 | 22.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mahasiswa Fisip USU Tuntut Dosen Pelaku Asusilasi Ditindak|Tempo| Ilil Askar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara menuntut pihak rektorat menindak tegas dosen yang diduga melakukan tindakan asusila kepada mahasiswa. Tuntutan disampaikan melalui aksi demonstrasi yang dipusatkan didepan Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Sumatera Utara (USU) pada Senin, 27 Mei 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami mendesak kampus memberikan sanksi tegas kepada dosen HS yang telah melakukan tindak asusila," tuntut Gubernur Pemerintahan Mahasiswa (Pema) Fisip USU, Harry Cahya Pratama, dalam orasinya.

Sebelum menuju titik aksi, mahasiswa terlebih dahulu melakukan long march mengitari komplek kampus USU. Mereka melakukan orasi terbuka guna menginformasikan aksi bejat yang diduga dilakukan salah satu oknum dosen Fisip USU berinisial HS.

Puncaknya, aksi menggeruduk Kampus Fisip USU terkhusus didepan Ruang Kantor Program Studi Sosiologi. Massa aksi ikut membentangkan tuntutannya melalui tulisan disertai celana dalam yang dipajang dihalaman kampus.

Korban sampai saat ini belum mendapat keadilan. Bahkan mulai merebak korban-korban lainnya yang mengaku pernah mendapat perilaku bejat dosen itu.

Harry menyebut jika kampus terkesan melakukan pembiaran kepada dosen HS. Padahal menurutnya, perbuatan dosen itu telah terjadi setahun terakhir dan dilakukan beberapa kali. Diketahui dari beberapa pengakuan mahasiswa dan mantan mahasiswa Fisip USU yang menjadi korban.

Massa aksi menuntut agar oknum dosen yang diduga melakukan tindakan asusila untuk dipecat agar memberikan efek jera. Menurut Harry, adanya relasi kuasa antara mahasiswa dengan dosen membuat kemungkinan terjadinya tindakan asusila kepada mahasiswa cukup besar.

Sehingga kampus yang notabene sebagai tempat yang menjunjung tinggi moralitas, justru dirasakan sebagai wadah yang tidak aman bagi mahasiswa.

"Kenapa masih ada perilaku dosen asusila, tidak bisa ditolerir. Kampus juga harus harus segera membuat regulasi sebagai bentuk pencegahan terhadap perilaku dosen yang tidak beretika,” kata Harry.

Dari informasi yang dihimpun Tempo, dosen berinisial HS diduga beberapa kali melakukan tindakan asusila kepada mahasiswa. Berkedok penelitian, HS kerap mengajak mahasiswa pergi ke luar kota dan memanfaatkan untuk melakukan tindakan bejatnya.

Bahkan cerita perilaku dosen HS sudah banyak beredar di tengah-tengah mahasiswa.

"Saya mahasiswa stambuk (angkatan) 2015. Saya sudah dengar rumor ini sejak masuk kampus. Selama ini korban bungkam karena takut, mungkin nanti nilai akademisnya terganggu atau justru dianggap sebagai mahasiswa yang tidak baik," ujar salah seorang mahasiswa Fisip USU yang tidak ingin disebutkan namanya.

Dekan Fisip USU Muryanto Amin tidak membantah atau membenarkan kasus yang dituntut oleh mahasiswa itu. Hanya saja disebutkan jika kampus telah memberikan sanksi kepada dosen HS karena dianggap melanggar kode etik.

Saat ini, pihaknya sedang mengumpulkan bukti-bukti terhadap tuduhan yang disampaikan kepada HS.

"Sanksi sudah ada, karena ini masuk dalam kode etik. Untuk menegakan itu (kode etik), harus ada bukti. Kalau ada bukti, baru akan kita proses secara proporsional," kata Muryanto saat dijumpai wartawan di ruangannya.

Muryanto mengakui jika kasus tersebut sudah pernah ditangani sejak 2018. Sanksi yang diberikan kepada dosen HS pun didasari dari apa yang ditemui tahun lalu. Namun semenjak pertengahan 2018 hingga ramai kembali diperbincangkan pada Mei 2019, pihaknya tidak menemukan bukti baru.

Muryanto mendorong jika memang ada korban yang lebih dari satu orang, untuk menyampaikan laporan secara tertulis. Dirinya menjamin kerahasiaan identitas korban akan terjaga dan dilindungi.

Begitu pun dengan tuntutan pemecatan yang diminta mahasiswa. Semuanya, kata dia, harus berlandaskan dengan bukti yang kuat.
"Harus ada bukti yang kuat terhadap proses pemecatan. Itu mengikuti prosedur untuk pemecatan PNS,” kata Muryanto.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus