DI pekarangan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wanita Tangerang, puluhan narapidana wanita, berseragam biru tua, tersedu-sedu ketika melepas Nyonya Sundari Abdulrahman, 68 tahun, bertepatan dengan ulang tahun ke-44 RI barusan. "Jangan lupa, sering menengok kami ya, Mami," ujar seorang di antaranya. Rupanya, Ny. Sundari biasa dipanggil Mami selama di penjara. Sejak hari itu, eks Ketua Gerwani Pusat -- organisasi wanita PKI -- itu benar-benar dibebaskan. Alasannya, sesuai dengan surat perintah yang ditandatangani Dirjen Pemasyarakatan Baharuddin Lopa, masa hukumannya memang telah selesai. Bekas anggota DPRGR dari fraksi PKI, yang divonis seumur hidup oleh Pengadilan Tanjungkarang 16 Oktober 1976 dan diubah menjadi hukuman sementara 17 Agustus 1982 itu, langsung diboyong tiga orang keluarganya menuju ke kawasan Duren Sawit. Selanjutnya, konon, ia ditampung seorang keluarganya di Pondok Kelapa, Jakarta. Pada acara hari itu hadir beberapa pejabat Departemen Kehakiman dan 4 anggota DPR dari FKP, yaitu Theo L. Sambuaga, Marzuki Darusman, Soesatyo Mardi, dan Nyonya Darsoyo. Setelah penandatanganan berita acara penyerahan Sundari dari Kepala LP Wanita Tangerang, Ny.Soewarni, S.H., kepada Johanes Bambang yang mewakili Sesbid III Bakorstanasda, acara dilanjutkan dengan makan siang bersama. Theo Sambuaga, yang menjabat Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), membenarkan bahwa IPU (Inter-Parliamentary Union) -- lembaga antarparlemen dunia yang kini beranggotakan 112 negara termasuk Indonesia pernah mempertanyakan nasib Sundari. Namun, ia tak membenarkan bahwa penglepasan itu karena tekanan IPU. Hal ini diperkuat oleh keterangan Kepala Puspen ABRI, Brigjen. Nurhadi Purwosaputro. Pembebasan bekas ketua Gerwani Pusat itu, katanya, semata-mata karena masa hukumannya telah selesai. "Tak ada faktor lain yang melatarbelakangi pembebasan Sundari," ujarnya kepada Antara pekan lalu. Seandainya karena pertanyaan IPU, tambah Theo Sambuaga, mestinya Sundari sudah dibebaskan sepuluh tahun lalu. Nyonya Sundari Abdulrahman, yang ditahan pada tahun 1968 di Tanjungkarang adalah anggota DPRGR mewakili PKI. Wanita kelahiran Jepara ini duduk sebagai anggota senior di Komisi III yang membawahkan soal hukum. Selain menjadi pimpinan Gerwani Pusat, ia berperan aktif di Lampung. Karenanya, ketika itu ia dipandang sebagai tokoh penting PKI di kawasan itu. Ia disidangkan secara maraton oleh majelis hakim yang diketuai S.P. Sunarto, S.H. dan Jaksa Sutan Hutabarat. Pada sidang pengadilan yang berlangsung di ruang sidang DPRD Tingkat I Lampung selama 17 hari itu -- Oktober 1976 Nyonya Sundari dituntut hukuman mati dan akhirnya hakim menjatuhkan hukuman seumur hidup. Terdakwa, dengan nama lengkap Siti Sundari binti Rustam, ketika itu dipersalahkan ikut melakukan makar untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan jalan menyusun kekuatan kelompok wanita Gerwani di Lampung. Pada saat ia dijatuhi hukuman, Sundari dengan tenang langsung menerimanya. Ia kelihatan tersenyum tatkala petugas mengantarnya ke LP Tanjungkarang. Pada 17 Agustus 1982 statusnya diubah menjadi hukuman sementara setelah beberapa kali mendapatkan remisi. Di dalam penjara, Mami memang dikenal ramah. Pada awal masa hukumannya, ia menjadi pengajar bahasa Inggris dan Belanda bagi para napi lainnya. Terakhir ia sempat menjadi pembimbing agama Islam sampai menerima surat pembebasan. Agaknya, pembebasan Sundari akan mengurangi beban anggota parlemen Indonesia yang dipimpin Ketua DPR Kharis Suhud sendiri ke sidang IPU di London akhir bulan ini. Dalam sidang di Budapest yang lalu, IPU sempat menangguhkan untuk membicarakan Sundari. Hal itu, kata Wakil Sekretaris FKP Marzuki Darusman, "sangat baik bagi citra Indonesia di luar negeri . "Didi Prambadi, Ardian (Jakarta), dan Effendi Saat (Lampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini