Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Fiktif tapi nyata

Diduga sekitar 50 ribu guru berstatus fiktif, tetap menerima gaji. negara dirugikan Rp 5 milyar lebih sebulan. ketidakjelasan, terjadi akibat perbedaan data antara bakn, depdikbud, depag & pemda.

2 September 1989 | 00.00 WIB

Fiktif tapi nyata
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KIAT baru menyelewengkan uang negara, yakni memungut gaji guru yang tak pernah bekerja atau tak ada sama sekali. Korupsi gaji guru ini diumumkan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Sarwono Kusumaatmadja dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) Waskito Reksosudirjo Selasa pekan lalu, seusai diterima Presiden Soeharto. Tiap bulan, katanya, negara dirugikan Rp 5 milyar lebih. Kebocoran itu terjadi, diduga karena ada sekitar 50 ribu guru -- dari 3,7 juta pegawai negeri berstatus fiktif. Ketidakjetasan itu, menurut Waskito terjadi akibat perbedaan data antara milik BAKN dan instansi lainnya seperti Departemen P & K, Departemen Agama, dan Pemerintah Daerah. "Instansi-instasi yang menangani guru tidak disiplin melaporkan kepada BAKN jika terjadi mutasi, berhenti, atau meninggal dunia," katanya. Yang meninggal, misalnya, tak dilaporkan. "Jadi, dia menerima gaji terus," katanya. Sejauh ini, tak ada yang tahu persis jumlah pegawai negeri yang menikmati "uang panas" itu. "Sedang kami teliti. Yang jelas, kami sudah tahu di departemen mana banyak terjadi kasus guru fiktif," tutur Menteri Sarwono, Senin pekan ini. Guru digaji tapi tak pernah ada di suatu sekolah semacam itu ada di mana-mana. Contohnya kasus di SDN Banjarjo 1, Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur. Sekolah itu pernah ramai karena kepala sekolahnya dituduh makan gaji bawahannya, seorang guru wanita. Guru itu berstatus calon pegawai dengan gaji Rp 50 ribu. Sejak Juli 1986 ia pindah ke Irian Jaya mengikuti suaminya. Sementara itu, jatah beras 15 kg masih tetap diterima orangtua guru yang sudah pindah itu. Setelah digunjingkan dan diusut, kepala sekolah mengakui prakteknya makan gaji "guru fiktif" itu selama setahun. Kemudian, ia sanggup mengembalikannya ke kas negara. Salah satu sebab kerawanan dalam sistem penggajian guru adalah dualisme dalam mengelola sekolah. Secara administratif guru SDN ditangani pemda sementara gajinya dibayarkan oleh Departemen P & K. "Ini bisa dimanfaatkan oknum tertentu," kata Sudomo Sunaryo, Kepala Biro Humas Pemda DIY. Tapi, apa yang dialami Nyonya Priyono agak lain. Lulusan IKIP Jakarta tahun 1987 ini melamar ke wilayah P & K Jawa Barat. Sambil menunggu panggilan, ia bekerja di sebuah perusahaan swasta. Pada September 1988 datang panggilan, ia ditugaskan di sebuah SMA di Parung Bogor, sebagai capeg dengan gaji Rp 80 ribu. Baru dua hari mengajar, Nyonya Priyono memilih mundur. "Terlalu jauh," katanya. Yang menarik, secara rutin ada surat pemberitahuan bahwa ia harus mengambil gaji. Karena malu, ia tak pernah ke sekolah dan mengambil gaji. "Dalam setahun ini kami sudah dua kali melakukan daftar ulang," kata Edie Sofyan, Kepala Dinas P & K Jawa Barat. Lebih dari itu, setiap guru yang menerima gaji punya Surat Pertanggungjawaban Gaji (SPG) yang harus ditandatangani guru yang bersangkutan. "Kalau orangnya tidak ada, ya gaji tidak bisa keluar," sambungnya. Untuk mencegah kekisruhan, sejak lima tahun lalu Pemda DIY menyensus semua pegawainya. Caranya, setiap pegawai wajib memperbarui datanya dengan melampirkan SK pengangkatannya. Disamping itu, setiap bulan, Dinas P & K Kabupaten mencatat kondisi tenaga pengajar di wilayahnya. Dengan demikian, ternyata guru fiktif memang ada. "Masalah ini harus dilacak dan diselesaikan selekasnya. Kenyataan ini, kalau benar, tidak dapat dito]erir," kata Fuad Hassan, Menteri P & K, awal pekan ini. Untuk melacak guru fiktif itu, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Drs. Gandhi, menyatakan siap akan turun tangan. "Setelah saya cek, memang ada sekitar 50 ribu SK pengangkatan yang tidak kembali ke BAKN. Diperkirakan dari yang 50 ribu itu ada yang fiktif," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus