Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menanggapi usulan program Makan Bergizi Gratis mencari dana alternatif melalui skema zakat, infaq, dan sedekah (ZIS). Usulan itu sempat dilontarkan oleh Ketua DPD.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Gerakan Hati Nurani Bangsa ini menilai, penggunaan dana zakat untuk program MBG akan menimbulkan kerumitan dari segi tata kelola. Penggunaan zakat itu akan berimplikasi pada kekaburan pola audit dan evaluasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bisa berujung pada ketidakjelasan pertanggungjawaban," kata Lukman dalam keterangan resmi, Kamis, 16 Januari 2025.
Lukman mempertanyakan kelayakan membantu program MBG menggunakan dana zakat. Sebab, program MBG adalah program pemerintah yang sudah memiliki anggaran Rp 71 triliun.
"Mengapa kini dana zakat yang hakikatnya dana umat juga mau dipakai untuk membiayai suatu kewajiban pemerintah?" kata Lukman.
Lukman menjelaskan, pengelolaan zakat bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan. Distribusi zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Badan Amil Zakat Nasional atau Baznas sebagai lembaga mandiri yang bertugas mengelola zakat secara nasional terikat dengan ketentuan regulasi dan syariat Islam dalam mendistribusikan dan mendayagunakan dana zakat. Karena itu, Baznas harus berhati-hati dan cermat menyikapinya wacana ini.
Pun UU Pengelolaan Zakat menyatakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat harus direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan, dan dipertanggungjawabkan dengan baik. Pemanfaatan dana zakat kepada kelompok masyarakat yang berhak perlu dilakukan secara terencana, terstruktur, terprogram, dan berjangka panjang.
"Pemanfaatan dana zakat yg bersifat 'charity' (amal sosial seketika habis) hanya dimungkinkan pada kasus insidental seperti musibah akibat peristiwa alam, kecelakaan, atau situasi dan kondisi darura," kata Lukman.
Menurut Lukman, ketimbang menggunakan dana zakat, pemerintah bersama Baznas harus lebih kreatif kembangkan suatu program filantropi secara nasional. Tujuannya untuk meningkatkan keterlibatan publik menaikkan gizi masyarakat.
Ide pendanaan MBG dengan zakat datang dari Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Najamuddin. Dia mengusulkan pemerintah mencari alternatif pembiayaan program MBG melalui skema zakat, infaq, dan sedekah (ZIS). Sebab, anggaran dari negara masih belum menutupi total dana yang dibutuhkan untuk program tersebut.
Sultan mengatakan, dana ZIS berpotensi memenuhi separuh dari kebutuhan anggaran program MBG. Sehingga dengan keterbatasan anggaran pemerintah untuk pembiayaan program MBG, partisipasi dan dukungan pembiayaan dari masyarakat adalah cara yang perlu dikaji secara serius.
“Tinggal bagaimana pemerintah mampu menyiapkan skema pengumpulan dana hibah, zakat, infaq dan sedekah tersebut dengan manajemen yang akuntabel dan transparan,” kata Sultan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 11 Januari 2025.
Menanggapi usulan Ketua DPD itu, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) membuka peluang untuk menggunakan dana ZIS dalam penyelenggaraan MBG untuk 8 golongan orang yang berhak atas zakat (mustahik), termasuk fakir miskin. “Kalau memang sasarannya nanti kepada fakir miskin, ya kita akan lakukan. Artinya bahwa prioritas kita adalah untuk membantu fakir miskin,” kata Ketua Baznas Noor Achmad kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 15 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas sebelumnya sempat menyebutkan anggaran program MBG sebesar Rp 71 triliun yang tersedia saat ini hanya mencukupi hingga Juni 2025. Bahkan, dana tersebut belum mampu mencakup seluruh anak sekolah di Indonesia.
“Sekarang Rp 71 triliun cukup sampai bulan Juni. Kalau tahun depan mau semua dari Januari, maka perlu anggaran Rp 420 ,” kata Ketua Umum PAN itu pada Selasa, 7 Januari 2025.
Vedro Imanuel G dan Karunia Putri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.