Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Masih Soal Ibukota

Rencana pembangunan ibukota Kabupaten Bogor di desa Rancamaya, kecamatan Ciawi, gagal. SK sudah dikeluarkan anggota DPRD thn 1975. Mendagri mengharuskan penyesuaian dengan pengembangan wilayah. (dh)

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAJAT Pemda Kabupaten Bogor, yang sudah dikumandangkan sejak 4 tahun lalu, untuk membangun ibukota kabupaten di Desa Rancamaya kecamatan Ciawi, beberapa kilometer arah selatan kota Bogor, gagal. Menteri Dalam Negeri dalam suratnya kepada Gubernur Jawa Barat, pertengahan Maret lalu, menyatakan bahwa pengembangan pembangunan kota harus disesuaikan dengan pengembangan wilayah. Pemda Kabupaten Bogor tentu saja tak dapat berbuat apa-apa. Kendati, perencanaan Rancamaya dulu dengan biaya lebih dari Rp 15 juta, sebagaimana dikatakan ir Pepet Syafe'i (47) Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Bappemka) Bogor "sudah memperhitungkan segala-galanya." Antara lain bahwa di Rancamaya tersedia sejumlah tanah negara yang dewasa ini dikuasai PT Perkebunan XIII tapi dianggap sudah tidak produktif. Di samping itu Rancamaya dinilai 'bersejarah' sebagai pusat kerajaan Pajajaran beratus tahun yang silam. Jelasnya, surat Mendagri itu menyebut 3 kecamatan calon ibu kota Kabupaten Bogor: Parung, Depok dan Cibinong. Satu dan lain hal, 3 kecamatan itu lebih sesuai dengan pengembangan wilayah dalam arti pengembangan Jakarta-Bogor-Tanggerang-Bekasi (Jabotabek). Agar lebih tepat mana di antara 3 kecamatan itu yang lebih cocok. Mendagri membentuk satu tim gabungan untuk meneliti segala sesuatunya. Tim ini diketuai Dirjen PUOD Depdagri Majen Wang Suwandi SH dan unsur-unsur dari Pemda Bogor, Jawa Barat dan Departemen Pekerjaan Umum sebagai anggota. Mendekati Rakyat Terhitung sejak pembentukannya di bulan Mei kemarin, untuk mengadakan penelitian itu tim diberi waktu 8 bulan. Jadi, sekarang mereka masih sedang bekerja. Apa yang mendorong Pemda Kabupaten Bogor mencari ibukota baru? "Kita ingin mendekatkan diri dengan rakyat sendiri," itu kata drs RM Muhlis (48) Pejabat Bupati Bogor di tahun 1974 ketika rencana itu baru dimulai. (TEMPO, 7 dan 21 Desember 1974). Dan Muhlis ketika itu agaknya memang tidak bertepuk sebelah tangan. Setelah beberapa kali bersidang, di tahun 1975 para anggota DPRD setempat pun sepakat mengeluarkan SK persetujuannya, bukan saja untuk membangun ibukota kabupaten tapi sekaligus menunjuk Rancamaya sebagai tempatnya. Bagaimana jelasnya suara wakil rakyat setempat itu setelah rencana Rancamaya ditolak pemerintah pusat? Mereka pasrah. Sebagaimana dikatakan Usman Noor BA (40), salah seorang anggota DPRD Kabupaten Bogor dari Fraksi Karya Pembangunan "asumsi kita membangun ibukota kabupaten di Rancamaya dulu hanya untuk sekedar mengumpulkan dinas-dinas yang ada yang dewasa ini terpencar di beberapa tempat." Itu saja. Kenapa musti Rancamaya, tidak misalnya di sekitar kantor pemerintahan yang ada sekarang di Kota Bogor. Jawabnya: "ibarat numpang di rumah orang, nggak enak."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus