Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Medali dari Langit Rusia

19 Desember 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya dari Yogyakarta, kabar gembira juga datang dari Rusia. Di sana para pelajar Indonesia juga menunjukkan prestasi dengan menyabet dua medali emas dan dua perunggu dalam Olimpiade Astronomi Asia Pasifik (APAO), awal Desember lalu.

Eric Gibson S. Rumainum, siswa Sekolah Menengah Pertama Yayasan Pendidikan Jayawijaya, Papua, meraih The Best Result (setara medali emas) untuk kelompok umur Phi, yaitu 13 tahun. Begitu pula Stefani Herli, siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 12 Jakarta, yang menggondol The Best Result in Practical Round di kelompok usia Beta, yaitu 16-17 tahun. Stefani juga meraih perunggu di kelompok usia Beta bersama Zulfikar, siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 10 Fajar Harapan Banda Aceh.

Olimpiade Astronomi ini diikuti 8 tim dari 5 negara, yakni Republik Rakyat Cina, Korea Selatan, Kazakhstan, Indonesia, dan Federasi Rusia (Irkutsk, Ural, Siberia, dan Far East).

Tim Indonesia didampingi Chatief Kunjaya dan Hakim Malasan dari Departemen Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB). Chatief mengatakan pihaknya tak menargetkan jumlah medali emas yang harus direbut. Alasannya, persiapan yang kurang, hanya enam minggu, jauh dari waktu persiapan ideal yang mestinya setahun, seperti Olimpiade Fisika.

Kurangnya persiapan ini karena alasan klasik: terbentur masalah fulus. Departemen Pendidikan Nasional belum menganggarkan dana. Untung, datang uluran tangan dari PT Freeport, ExxonMobil, dan Medco Energy, yang bersedia mensponsori perjalanan mereka ke Rusia.

Tim yang terdiri atas 4 siswa SMP dan 4 siswa SMU ini dilatih di Pusat Pelatihan Guru Ilmu Pengetahuan Alam di Bandung, Departemen Astronomi ITB, Observatorium Bosscha, dan Planetarium Jakarta.

Hambatan lain karena kurangnya orientasi medan dan tes observasi. Anak-anak Indonesia tak terbiasa dengan langit utara yang pola pergerakan benda langitnya sangat berbeda dengan langit selatan (Indonesia). ”Makanya kita harus jadi tuan rumah. Soal belahan langit selatan, peserta lain pasti kelabakan,” ujar Chatief.

Soal yang diujikan meliputi teori dan observasi. Tes observasi dimulai pukul 21.00-23.00 waktu setempat. Kondisi langit Irkutsk yang mendung sempat membuat Eric Gibson kesulitan menunjukkan posisi matahari dan bintang yang tak pernah terbenam. ”Waktu itu langit tak cerah dan tak tampak bintang,” kata Eric.

Teguh Juwarno, staf khusus Menteri Pendidikan Nasional, mengatakan akan ada penghargaan khusus kepada para peraih medali. ”Biasanya berupa uang tunai atau laptop,” ujarnya.

Eni Saeni, Rana Akbari Fitriawan (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus