Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Melacak gudang cilandak

Sebab musabab meledaknya gudang amunisi milik marinir di Cilandak belum ada penjelasan. Penyebab yang dicurigai, peluru mortir buatan Yugoslavia dan keadaan gudang yang tidak memenuhi persyaratan. (nas)

10 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAWASAN Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, berangsur normal. Rabu pekan lalu bunyi gelegar tak lagi terdengar, setelah Senin malam hingga Selasa malamnya kawasan itu dan sekitarnya diteror ledakan dari gudang amunisi - atau lazimnya penduduk sekitar menyebutnya gudang peluru - milik Marinir Angkatan Laut. Hingga Senin pekan ini belum ada keterangan tambahan tentang jumlah korban. Yang resmi diumumkan pemerintah akibat bencana itu adalah dari Pangdam V Jaya Mayjen Try Sutrisno yang dijelaskannya Selasa pekan lalu. Yaitu tentang jumlah korban, 15 orang meninggal, 26 luka-luka, dan ratusan rumah - terutama di Kelurahan Pondok Labu dan Cilandak - rusak. Hingga pekan ini pun belum ada penjelasan resmi sebab musabab meledaknya gudang yang terletak sekitar I km di sisi barat Jalan Cilandak KKO, Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak itu. "Sejauh ini belum bisa disimpulkan," kata Pangab Jenderal L.B. Moerdani, sewaktu Senin pekan ini meninjau gudang musibah itu. "Namun, yang terjadi itu, hal yang memang terjadi dengan sendirinya." Menurut Pangab, naik turunnya suhu satu atau dua derajat "Ada pengaruhnya terhadap berjenis peluru yang disimpan di situ." Tapi, bagaimana di sebuah kecamatan yang kini cukup padat (Kecamatan Cilandak terdiri dari lima kelurahan, luas seluruhnya 1.800 ha, dan dihuni hampir 120.000 penduduk) dibangun enam gudang peluru? Kisahnya dimulai tahun 1960. Menurut sumber yang sangat mengetahui, tahun itu daerah Pondok Labu sudah ditempati kompleks Marinir. "Tapi, waktu itu gudangnya hanya digunakan menyimpan peluru kaliber kecil," kata sumber yang tak bersedia disebut identitasnya itu. Syahdan, ketika konfrontasi dengan Malaysia berakhir, 1966, pihak Angkatan Laut punya masalah. Sebagian besar amunisi yang disiapkan untuk keperluan konfrontasi, yang disimpan di Pulau Batam, harus segera dipindahkan. Rencananya, amunisi berat itu akan dibawa ke gudang AL di Batu Porong, Jawa Timur. Tapi, kapal pengangkut tak cukup memuat semua amumisi yang ada. Terpaksa sebagian ditinggalkan di Jakarta, dan disimpan di dekat Kompleks Marinir di Cilandak itu. Persisnya, di kawasan yang kini menjadi wilayah Commercial Estate. Di tahun itu, wilayah ini memang kosong, dan dikuasai oleh perampok bernama Mat Item yang ditakuti orang. Entah mengapa, amunisi yang tadinya cuma numpang parkir di Cilandak itu ngendon terus di situ. Baru ketika tanah itu diminta oleh Yayasan Bhumyamca, yayasan kesejahteraan Marinir, amunisi dipindahkan. Pihak Yayasan membikinkan enam gudang di sebelah barat atau persis di belakang kompleks kesatrian, yang tanahnya miring bak lereng bukit. "Sebenarnya lebih aman sekalian dibikinkan gudang di bawah lereng, di lembahnya," kata sumber TEMPO ini. "Tapi karena sifatnya sementara, dan pihak Hankam sudah setuju, ya, diteruskan rencana itu." Menurut sumber ini, luas tiap gudang sekitar 35 x 18 meter persegi. Paling dekat berada sekitar 500 meter dari kesatrian. Kemudian dua gudang berjajar agak jauh dibarat laut gudang pertama. Ketiga gudang ini terletak di lereng bukit. Satu gudang lainnya di sebelah baratnya lagi, hampir di lembah. Dan dua gudang dibangun agak ke utara yaitu dua gudang yang meledak Juli lalu. Lantai gudang dibuat agak masuk ke dalam tanah, dan dibeton kuat. Dinding berupa tanggul tanah dengan lebar dan tinggi sekitar dua meter. Atapnya seng. Dalam tiga gudang yang di lereng, antara lain, disimpan peluru mortir 120 mm dan 80 mm buatan Yugoslavia dan Rusia, 60 mm buatan Prancis. Juga peluru hoitzer 122 mm serta peluru roket 140 mm buatan Rusia. Jarak tembak peluru-peluru itu 7-11 km, bila ditembakkan secara normal. Gudang yang terletak hampir di lembah hanya menyimpan peluru-peluru kecil. Celakanya, tiga gudang di lereng itulah yang Senin malam pekan lalu meledak. Untungnya, semua peluru telah dipisahkan dari pendorongnya, dan penggalak (detonator) dilepas. "Ini memang aturan cara menyimpan peluru," kata sumber tersebut. Menurut dugaannya, yang meledak adalah pendorong, kepala peluru terlempar akibat ledakan. Bila ada yang terlempar jauh, mungkin mesiu pendorong belum dilepas. Tapi semua penggalak sudah dicopot, karena itu sebagian besar kepala peluru yang meluncur tak ada yang meledak. "Kalau meledak juga, itu karena panas luar biasa, tapi tetap bukan ledakan sempurna," tambahnya. Ini yang menyebabkan lebih dari seratus panser dan tank Marinir yang diparkir di garasi sekitar 100 meter dari gudang selamat. Cuma ada sebuah panser yang berlubang dindingnya, dihantam kepala peluru howitzer. Yang dicurigai sebagai sumber penyebab ledakan adalah peluru mortir 80 mm buatan Yugoslavia. Sebab, jenis peluru ini memakai mesiu cair (yang lain mesiu padat). "Mungkin karena sudah tua, ada peluru bocor, mesiu meleleh," katanya. Dan, gudang beratap seng itu tentunya sangat panas, menyebabkan mesiu - cair menguap. Uap mesiu itu mengandung fosfor. Celakanya, bila fosfor bersenyawa dengan oksigen, bisa menimbulkan api. Api itulah yang kemudian membakar peluru-peluru itu dan terjadi ledakan-ledakan, tuturnya. Menurut sumber ini pula, karena waktu itu tempat penyimpanan peluru-peluru itu dianggap gudang sementara, tak dilengkapi dengan pemadam kebakaran khusus. Yang ada pemadam kebakaran biasa, artinya bahan pemadam apinya cuma air. "Air yang mengguyur api akibat bahan kimia tak akan menolong," katanya. "Dan bila sudah terjadi ledakan, tak ada gunanya mencoba memadamkan api dan ledakan. Lebih baik cari perlindungan." Pada awal 1970-an, gubernur DKI waktu itu, Ali Sadikin, pernah berniat memindahkan Kompleks Marinir Cilandak beserta gudang pelurunya. Tapi mungkin tak ada biaya, niat itu tak terlaksana. Baru ketika ada ledakan di dua gudang berisi peluru-peluru kedaluwarsa - karena itu tak bcgitu berbahaya - Juli lalu, gagasan memindahkan gudang muncul lagi. Dan sebenarnya, sesudah ledakan 23 Juli, sudah sempat sekitar 130 ton peluru dipindahkan ke gudang Angkatan Laut di Marunda, Jakarta Utara. Dua ribu ton yang meledak itu, jumlah ini dikatakan oleh Pangab Jenderal Moerdani Senin pekan ini, sebenarnya juga akan segera dipindahkan. Kini, sejak Selasa pagi pekan lalu, kawasan gudang peluru disemprot terus dengan air dingin. Bila memang masih ada peluru yang belum meledak - misalnya di gudang paling bawah yang masih utuh - bisa dicegah bencana lebih buruk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus