Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Masih perlu "restu"

Terpilihnya a. puteh, 36, sebagai ketua dpp knpi 1984-87. acara pemilihan sekjen cukup alot. kepengurusan knpi lebih kecil dibandingkan dengan periode sebelumnya. (nas)

10 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA Aulia Rachman, ketua tim formatir KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia), berdiri di mimbar untuk mengumumkan pengurus baru, sebagian peserta kongres di Balai Sidang itu berseru "Theo, Theo, Theo...." Tetapi, nama yang muncul dari nulut Aulia dalam acara penutupan kongres sepekan Minggu malam itu: Abdullah Puteh, 36, sebagai ketua umum DPP KNPI 1984-87. Nama Puteh, bekas ketua bidang organisasi masa kepengurusan Aulia Rachman mulai mengorbit sejak Musyawarah Pimpinan Paripurna (MPP) KNPI di Ciloto, Jawa Barat, Juli 1984. Namanya masuk nominasi bersama beberapa tokoh pemuda lainnya ketika kongres yang diikuti 858 utusan daerah itu dibuka Presiden Soeharto 28 Oktober lalu. Satu-satunya saingan yang bertahan sampai akhir adalah Theo L. Sambuaga, 35, sekjen periode sebelumnya. Karena itu, dalam kongres yang nyaris diwarnai suasana kursi kosong selama sidang itu di sana-sini terlihat kampanye kecil-kecilan untuk menarik simpati pendukung dari daerah. Agaknya, hal itu ada kaitannya dengan pesan Presiden Soeharto ketika membuka kongres itu. Persiapan kepemimpinan, kata Pak Harto, yang paling baik bukanlah kepemimpinan yang dipaksakan dari luar. "Melainkan yang tumbuh secara wajar dari dalam orgamisasi," katanya. Ketua umum terpilih, Abdullah Puteh, mungkim bisa tergolong pemimpim yang muncul dari bawah. Tatkala menjadi kepala Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Timur, Puteh ditunjuk pula menjadi ketua DPD KNPI Aceh Timur, 1974. Ia kemudian diangkat menjadi ketua departemen semasa kepengurusan Akbar Tanjung. Sempat duduk di barisan pimpinan PB HMI, dan kini menjadi anggota DPR dari FKP, tokoh pemuda kelahiran Aceh itu menjadi sekjen MKGR sejak April lalu. Puteh, yang tahun 1973 pernah menikahi Siti Aisyah - yang kemudian berganti nama dengan Sri Harti Martiningsih - adalah bapak dua anak di Langsa, Aceh Timur. "Orang dekat" Menpora Abdul Gafur itu, agaknya, cukup lama dipersiapkan untuk menggantikan Aulia Rachman. "Tradisi bahwa ketua umum tidak lebih dari sekali masa jabatan itu saya pertahankan," kata Aulia Rachman kepada TEMPO, "karena itu, saya menyiapkan pengganti." Bung Puteh, kata Aulia, telah berhasil membuktikan diri bisa dikenal dan diterima teman-teman dari daerah. Kebetulan, ia - rupanya - mendapat dukungan dari Menpora Gafur. Cita-citanya, mirip Aulia ketika terpilih tiga tahun lalu, sederhana: menggarap masalah lapangan kerja. "Tak perlu dengan besar-besaran," kata Puteh kepada TEMPO, "Cukup kecil-kecilan dulu." Sementara itu, nama Theo Sambuaga justru menghilang setelah tim formatir mulai menyidangkan 650 nama yang diusulkan 46 gamsasi dan 3 perguruan tinggi Minggu pagi. "Tidak bisa ditawar lagi," kata seorang anggota tim, "pesan dari atas adalah Puteh." Yang disayangkan, tambahnya, KNPI tidak mengenai sistem pemilihan langsung dengan pemungutan suara. "Kalau ada, mungkin orang-orang lama seperti Theo bisa terpilih," katanya. Proses cukup alot ternyata justru ketika Aulia Rachman membawa anggota tim formatir sebanyak tujuh orang di Wisma Aneka itu memasuki acara pemilihan sekjen. Aulia sendiri, jauh hari sebelumnya, dalam suatu pertemuan KNPI di Gunung Kidul, Yogyakarta, secara pribadi telah meminta G.B.P.H. Djojokusumo, ketua DPD KNPI DIY, untuk menjadi calon. "Dia, ternyata, tidak bersedia karena merasa belum waktunya menjadi tokoh nasional," kata Aulia. Bahkan, konon, ayahnya, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, juga menyatakan keberatan. Djojokusumo sebenarnya calon sekjen yang direstui "dari atas" - selama ini lebih banyak mendapat tugas mengurus di dalam "tembok" Keraton Yogya. Bersamaan dengan penolakan Djojokusumo, DPD DKI Jakarta mengusulkan calon Didiet Haryadi dari Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan ABRI. Sayang, walau mendapat restu, ia ditolak beberapa DPD karena belum dikenal. Kemudian, beberapa DPD menyodorkan nama orang-orang lama KNPI, termasuk Hargiyanto Ismuniyadi, wakil sekjen selama dua masa jabatan. Akhirnya, sekjen Pemuda Asia Pasifik ini didrop dari daftar calon sekjen, dan diberi kursi ketua. Untuk menembus jalan buntu, sekitar pukul 15.30 hari Minggu, Aulia menyodorkan calon baru - yang pernah diusulkan DPD Sul-Ut dalam pertemuan pertama dengan Menpora Abdul Gafur Selasa pekan lalu yaitu Maska Ridwan, 39. "Begitu nama itu saya sodorkan, semua setuju," kata Aulia, "dan saya segera meminta DPD yang setuju meneken pernyataan." Maska Ridwan, ketua DPD KNPI Jawa Barat - yang konon disebut-sebut mempunyai kasus tanah yang belum diselesaikan - adalah seorang pengusaha muda yang tergabung dalam MKGR. Sebelumnya, Ridwan adalah ketua DPD KNPI Cirebon. Agaknya, pengurus KNPI kali ini (sebanyak 66 orang) lebih kecil dibandingkan dengan periode sebelumnya (123 orang). Kecuali lebih ramping, organisasi pemuda itu juga lebih ketat dalam menyaring posisi pucuk pimpinan. Usia tertinggi ditentukan 40 tahun. Seseorang juga tidak bisa bercokol terus di kepengurusan KNPI setelah paling banyak terpilih tiga kali masa jabatan dan usia tidak lebih dari 37 tahun. Sementara itu. soal jabatan rangkap agaknya tidak terlalu menjadi masalah. "Hampir sebagian besar pengurus punya pekerjaan pokok di luar," kata seorang pimpinan, "termasuk pegawai negeri, walau cuma sedikit saja." Hal itu memang tidak dilarang, karena pengurus KNPI tidak mendapat gaji. Dana pemerintah - seperti yang diterima organisasi lainnya - sebesar Rp 4 juta sebulan, hanya cukup untuk ongkos kantor. Yang bisa dinikmati pengurus, kelihatannya, bila usul pengadaan proyek yang dibiayai pemerimtah bisa diperoleh. Untuk proyek pembinaan generasi muda, seperti seminar, transmigrasi, dan desa pemuda, rata-rata tersedia dana Rp 400 juta setahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus