SUNGAI itu sangat ganas. Arusnya deras, sering meluapkan banjir
tapi terlalu cepat dangkal. Lebih gawat lagi, Sungai Indragiri
yang oleh kalangan PU, dianggap "lebih agresif dari sungai di
Jawa dan Kalimantan", kini dikhawatirkan akan melalap Kota
Rengat dan wilayah-wilayah yang dilaluinya di Kabupaten
Indragiri Hulu, Riau.
Keprihatinan semacam itu memaksa Ditjen Pengairan Departemen PU
turun tangan. Pertengahan bulan lalu dibentuk tim peneliti untuk
mengamankan keganasan sungai yang panjangnya sekitar 525 km itu.
Dengan debit air mencapai 2.000 m3/detik di musim hujan dan 400
m3/detik di musim kemarau, setiap tahun tak kurang dari 2 hingga
3 meter daratan Rengat dan daerah-daerah yang dilaluinya
digerogotinya. Hampir setiap Februari atau Desember sungai ini
memuntahkan banjir.
Akhir Februari lalu Indragiri meluap. Sebuah jalan di km 2 arah
ke hulu terpotong, tepat di RK IV Kampung Besar Kota Rengat.
Sebuah jalan lain di km 4, juga arah ke hulu, terancam putus
pula. Ratusan meter kubik pekarangan penduduk di kiri-kanan
jalan amblas. Di Rengat sendiri ratusan meter tepian sungai, tak
jauh dari pusat pertokoan, terkikis habis.
Lebar Indragiri bervariasi antara 200 - 300 meter. Enam-tujuh
tahun lalu kapal motor berbobot 100 ton masih bisa hilir-mudik
menghubungkan Tembilahan-Rengat. Kini, kapal ukuran di bawah 50
ton saja sudah repotmelaju di sana.
Bagi Kabupaten Indragiri Hulu dan Hilir, sungai ini memang
merupakan urat nadi bagi angkutan barang dan manusia dari laut
lewat Tembilahan. Tapi selain arusnya deras, juga banyak
gelondongan kayu terapung-apung.
Akhirnya tim peneliti mencatat beberapa sebab kegawatan
Indragiri. Antara lain karena sebelum mencapai Rengat alirannya
berbelok-belok tajam. Pada belokan tajam ini arus bertahan
sebentar tapi menjadi deras pada jalur yang lurus. Di beberapa
tepian sungai, tanah tepiannya terdiri dari pasir -- bukan tanah
lempung yang saling mengikat.
Kepadatan lalulintas kapal motor dan perahu juga menyebabkan
gelombang yang ditimbulkan oleh kendaraan air itu menghantam
tebing-tebing sungai. Sementara itu, kapal atau perahu yang
ditambat ternyata juga turut menonjok tebing-tebing yang
tanahnya rapuh itu.
Untuk menanggulangi kegawatan itu, terutama menyelamatkan Kota
Rengat, paling tidak 3 tempat harus dibenahi. Di km 2 dan km 4
arah ke hulu, sekitar 600 - 800 meter tepian sungai harus
diamankan dengan memasang pancang-pancang beton atau kayu yang
diikat satu dengan yang lain. Fungsinya sebagai penahan air atau
longsoran tanah. Selain itu juga di tepi sungai, di daerah
pertokoan dalam kota, perlu segera dibangun sebuah dermaa
hina kapal atau perahu yang biasa mangkal menurunkan barang
atau manusia dapat berlabuh dengan tertib.
Dulu pernah terpikir memindahkan ibukota Kabupaten Indragiri
Hulu ke Air Molek -- sebuah kota kecamatan yang jauh dari
jangkauan Sungai Indragiri (TEMPO, 4 November 1978). Tapi hal
itu ternyata tinggal angan-angan belaka. "Memindahkan sebuah
kota kan tidak semudah mengangkat korek api," kata seorang
pejabat PU di daerah itu.
Bagaimana kalau Indragiri dikeruk? Dalam Pelita II dulu,
pengerukan itu memang sudah tercantum dalam APBD. Tapi dananya
-- yang bersumber dari IHHT alias iuran hasil hutan tambahan --
menurut kalangan Bappeda Riau, "belum dapat dicairkan" sampai
sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini