Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memimpikan Rp 1 milyar

KSOB dan TSSB diganti menjadi SDSB (Sumbangan dermawan sosial berhadiah). FKP menganggap KSOB/TSSB bisa mengganggu keseimbangan uang. SDSB terbagi dua jenis, menjanjikan hadiah Rp 1 milyar.

26 November 1988 | 00.00 WIB

Memimpikan Rp 1 milyar
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BULAN November yang penuh kejutan. Tidak hanya munculnya deregulasi di bidang perhubungan, pertanian, perdagangan dan industri yang diumumkan pemerintah Senin pekan ini saja. Tapi juga adanya "deregulasi" pada KSOB dan TSSB. Mulai 1 Januari 1989, kedua jenis undian berhadiah itu diganti menjadi SDSB alias Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah. Selama ini KSOB dan TSSB keras dikecam. Banyak yang menganggapnya judi. Pihak lain mengkhawatirkan eksesnya pada masyarakat luas, terutama tersedotnya dana masyarakat serta kecenderungan makin dipercayainya hal-hal yang berbau mistik. Tak kurang dari Fraksi Karya Pembangunan DPR yang mengecamnya Juni silam. Menurut F-KP upaya pengumpulkan dana untuk mendukung peningkatan prestasi di bidang olahraga bisa dipahami. "Tapi, adalah sungguh tidak bijaksana bila ditempuh cara-cara yang menimbulkan peluang munculnya kemerosotan yang lebih esensiil, terlebih bila kemerosotan ini membudaya terhadap kalangan masyarakat yang tidak terbatas," demikian bunyi pernyataan F-KP ketika itu, yang dibacakan juru bicara fraksi, Rachmat Witoelar. Sikap F-KP itu tentu tidak muncul begitu saja. Pada 14 hingga 30 September 1987 dan dari Maret sampai Juni 1988, anggota F-KP yang sedang reses melakukan serangkaian penelitian. Menurut Indra Bambang Oetoyo, anggota komisi APBN DPR, omset TSSB setiap tahun diperkirakan mencapai Rp1 trilyun, sedang KSOB, yang dulu populer disebut Porkas, sekitar Rp600 milyar. Itu berarti 5 persen dari jumlah APBN. Dana itu tersedot dari daerah-daerah, yang pada akhirnya dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan uang di kota dan desa. Karena itu, "Sudah saatnya pemerintah atau Depkeu mengkaji dampak ekonomi yang diakibatkan praktek penjualan KSOB dan TSSB itu," kata Indra dalam rapat kerja Komisi APBN waktu itu. Meski sempat menimbulkan gejolak kecil di kalangan Golkar sendiri, imbauan tersebut ternyata disambut positif oleh pemerintah. "KSOB diganti, dan TSSB dihentikan," kata Menteri Sosial Prof. Haryati Soebadio seusai menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha Senin pekan ini. Menurut Menteri, menghentikan sama sekali kegiatan KSOB dan TSSB rasanya tidak mungkin. "Untuk meningkatkan kegiatan kesejahteraan dan olahraga 'kan perlu dana besar, dan dari pemerintah memang tidak pernah mencukupi," tambahnya. Setiap tahun, Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS), sebagai pengelola KSOB dan TSSB, menyumbang Rp100 milyar untuk kegiatan olahraga. Sedang untuk pembinaan olahraga di daerah-daerah tersedia dana Rp20 milyar. Belum lagi untuk peristiwa-peristiwa insidentil seperti mengirim atlet ke Olimpiade Seoul lalu atau siaran langsung TVRI. Bila keran tersebut ditutup secara tiba-tiba, sulit dibayangkan. "Lalu usaha mencari dana bagaimana?" tutur Mensos. Karena itu, muncul istilah "dermawan". "Jadi, kalau ada yang menyumbang 100 rupiah, 100 ribu, atau 100 juta rupiah, dia tetap disebut dermawan," tambahnya. Bila itu dikaitkan dengan hadiah, "Semua orang 'kan senang mendapat hadiah." Haryati mengakui, daya tarik SDSB memang terletak pada iming-iming hadiah. Untuk itu, SDSB nantinya terbagi dua jenis. Lembar seri A dijual Rp5.000 dan berhadiah Rp1 milyar. Sementara itu, lembar seri B, yang harganya Rp1.000, hadiahnya belum diatur. Hasil pengumpulan dana dan masyarakat itu kelak, selain untuk olahraga, juga disumbangkan ke yayasan sosial. Pengelolaan SDSB tetap dipercayakan pada YDBKS. Izinnya berlaku setahun. Sistem penjualannya mirip dengan KSOB maupun TSSB, yang diputar seminggu sekali. Begitu pula pengamanannya, seperti tidak boleh menjual di dekat sekolah atau tempat ibadat. "Jika sistem yang baru ini mencerminkan semangat upaya membatasi ekses yang dulu kami kecam, tentu saya sambut positif," kata Rachmat Witoelar, kini Sekjen Golkar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus