HARI itu wajah Sarbo Suryo Sasono tampak cerah. Ayah tiga anak berusia 40 tahun ini adalah perawat di RSU Gambiran, Kediri, Jawa Timur. Boleh jadi, ia sedang berangan-angan tentang Gedung Putih, Disneyland, atau New York di Amerika Serikat sana. Amerika? Ya. Amerika. Sebab, Sarbo adalah salah satu di antara sekian banyak perawat Indonesia yang kini sedang mengikuti tes pendahuluan untuk bekerja di Amerika. Dalam lima tahun mendatang, AS konon membutuhkan 300 ribu tenaga perawat, yang sebagian diharapkan datang dari Indonesia. Kabar itu disampaikan Menkes Adhyatma dan Menaker Cosmas Batubara, Rabu pekan lalu. Di depan peserta Seminar dan Lokakarya "Pendayagunaan dan Penyebaran Tenaga Perawat ke Luar Negeri", di Hotel Kartika Plaza, Menkes menjelaskan, dalam enam bulan mendatang diharapkan 150 ribu perawat Indonesia sudah "terbang" ke Amerika. Tawaran dari Amerika itu memang kedengaran seperti angin surga. Gaji per tahun dijanjikan 25 sampai 30 ribu dolar atau sekitar Rp43 juta sampai Rp51 juta. Minimal, setiap bulan mereka akan menerima US$2.000 atau sekitar Rp3,4 juta. Iming-iming gaji gede inilah yang membuat Sarbo Suryo Sasono tertarik ikut mengadu nasib. Saat ini, perawat golongan II-D ini berpenghasilan Rp150 ribu per bulan. Ditambah Rp200 ribu honor sebagai dosen Akademi Perawat di Kediri. "Saya juga ingin menambah pengalaman," tutur Sarbo yang ditemui ketika mendaftar di Kanwil Depkes Ja-Tim, Sabtu pekan lalu. Jalan Sarbo dan lainnya tak akan mudah. Setelah lulus tes tertulis soal keperawatan dan bahasa Inggris, mereka akan menjalani psikotes. Kalau lolos, mereka akan dikirim ke Jakarta untuk mengikuti Kursus Persiapan Luar Negeri (KPLN) selama enam bulan. Dalam KPLN, pelajaran yang diberikan adalah pengenalan budaya Amerika, teknik perawatan serta pengenalan tehnologi perawatan canggih. Juga penataran P-4. Saringan belum berakhir. Perawat Indonesia masih harus menempuh ujian yang dilaksanakan oleh CGFNS (Commission on Graduate of Foreign Nursing School). Setelah itu, ada lagi ujian nasional perawat yang diselenggarakan tiap negara bagian Amerika -- tempat rumah sakit di mana perawat Indonesia akan bekerja. "Kedua ujian ini berat," ujar Dirjen Binapenta Depnaker, Ismail Sumaryo, pada TEMPO. Kalau lulus, perawat Indonesia akan mendapatkan status registered nurse di AS. Persyaratan itu dikemukakan oleh Virginia M. Margun, Executive Director CGFN, di markasnya di Philadelphia pada tim Indonesia yang menjajaki soal pengiriman perawat ini, akhir Agustus lalu. Ujian oleh CGFN ini bisa dilakukan di Indonesia. Untuk itu, CGFN sudah minta silabus dan kurikulum pendidikan perawat Indonesia. Indonesia tampaknya mengutamakan pengiriman dengan cara kontak langsung dengan rumah sakit yang membutuhkan. Untuk itu, pengurusannya diserahkan pada pihak swasta. Sampai sekarang, ada empat perusahaan yang telah mengajukan diri: PT Putra Pertiwi, Binawan, Gajah Wisesa Utama, dan Yayasan St. Carolus. PT Gajah Wisesa Utama (GWU) Jakarta, misalnya telah ditunjuk oleh American Medical World Career (AMWC) untuk merekrut tenaga kerja kesehatan Indonesia dan sekaligus mengirimkannya ke Amerika Serikat. Untuk tahap pertama, sampai enam bulan mendatang, PT GWU telah dikontrak untuk mengirim 1.400 tenaga perawat. Rupanya, PT GWU tak hanya mengirim perawat, "Kami akan mengirimkan dokter gigi juga ke sana," tutur Dirut GWU Rachmat Sulistyo pada TEMPO. Untuk itu, pihaknya dalam waktu dekat akan membuka tes. Tahap pertama, perawat yang dikirim lewat GWU akan digaji US$10 per jam. "Upah itu akan naik setelah jenjang tertentu," ujar Rachmat lagi. Para perawat akan dikontrak paling tidak untuk dua tahun. Toriq Hadad, Zed Abidin (Surabya), Nanik Ismiani (Semarang), dan Budiono Darsono (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini