Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah Menangis Menenggak Anggur

Karena tak terpilih, Togar tambunan dkk berseteru dengan Ephorus (pimpinan) HKBP Sae Nababan. Ia diadukan ke Laksusda, dituduh mendalangi demonstrasi di universitas HKBP Nommensen.

26 November 1988 | 00.00 WIB

Setelah Menangis Menenggak Anggur
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PUJI Tuhan. Sinode Godang (Muktamar Besar) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di kompleks Sekolah Tinggi Theologia Universitas Nommensen Pematangsiantar, 122 km dari Medan, 10-15 November lalu, berjalan lancar. Semula diperkirakan bahwa SG -- lembaga tertinggi di HKBP -- akan digunakan sekelompok kecil anggotanya untuk menyerang Ephorus (pucuk pimpinan) Dr. S.A.E. Nababan. Karena kekhawatiran tadi, dalam kebaktian raya SG itu, yang diikuti 50 ribu jemaah, pengawalan dilakukan berlapis tiga. Ternyata, tidak ada apa-apa. Gejolak diramalkan muncul di SG karena 8 bulan yang lalu 33 pendeta dan 5 penatua menyelenggarakan rapat di Parapat, 160 km dari Medan, membicarakan berbagai tindakan Nababan yang dianggap ganjil. Misalnya, Nababan mengizinkan 60 orang awam anggota HKBP dari Jakarta, yang tergabung dalam Tim Evangelisasi Nehemia (TEN), turun ke Tapanuli Utara, melakukan pemberkatan, Oktober 1987. Di Sibolga anggota TEN dan jemaat yang dikunjunginya berbugil ketika berdoa di suatu sungai. "Itu tak sesuai dengan konfesi gereja," kata Pendeta Togar Tambunan, pencetus pertemuan Parapat tersebut. Lebih dahsyat, kelompok Togar Tambunan menuduh Nababan tidak Pancasilais. Ini mereka kutip dari berita koran Diario De Noticias, Lisabon Spanyol, terbitan 6 Februari 1976. Ketika itu, Nababan, Sekjen Dewan Gereja Indonesia (DGI), berpidato dalam pertemuan Dewan Gereja Sedunia di Lisabon. Diario salah mengutip pidato Nababan, hingga mengesankan bahwa Nababan berpendapat, komunisme dan kekristenan tidak berlawanan paham (TEMPO, 4 Juni 1988). Padahal, menurut Nababan, Marxisme dan sosialisme Kristen memang sama-sama berminat terhadap kesejahteraan manusia. Karena itu, Nababan diperiksa Bakin pada 1975. Dia dinyatakan bersih. Tuduhan-tuduhan itu dipindahkan kelompok Togar Tambunan ke buku bersampul cokelat berjudul Parmaraan di HKBP (Bahaya di HKBP). Buku itu disebar keseluruh gereja HKBP yang berjumlah 2.393. Mereka merencanakan menerbitkan buku serupa sampai 4 jilid sebelum SG November itu. Tapi, sampai SG itu berakhir, baru jilid kedua berjudul Nungga Lam Patar (Sudah Semakin Jelas) yang terbit. Isinya, pengulangan tuduhan ideologi Nababan yang diragukan. Isu itu semakin merebak ketika harian Sinar Indonesia Bar (SIB), Medan, menyiarkan tuduhan kelompok Togar Tambunan. "Dua setengah juta anggota HKBP jadi resah gara-gara pemberitaan bohong itu," kata Pendeta R.T. Munthe, 38 tahun, Humas HKBP. Nababan, 55 tahun, tidak menanggapi serangan itu. "Saya tak punya waktu melayaninya," katanya. "Lebih baik mendalami Alkitab." Cuma, ada kelompok "Pencinta HKBP" yang menangkis serangan tersebut. Kelompok ini menyebarkan selebaran fotokopi, menyebut kelompok Togar Tambunan itu menyimpan unek-unek, karena kalah dalam pemilihan Ephorus (pada SG Januari 1987) dan Rapat Pendeta November 1987. Pencinta HKBP ini menuduh, seperti yang dimuat di harian SIB, kelompok Togar Tambunan memperjuangkan SG Istimewa untuk menjatuhkan Nababan. Dengan menyebar surat kaleng, menerbitkan buku Parmaraan tadi, melalui khotbah, isu beranting, dan lewat pemberitaan harian SIB, kelompok Togar Tambunan dituduh menciptakan gambaran, situasi HKBP yang lahir pada 1861 itu, gawat di bawah Nababan. Pendeta R.T. Munthe menunjuk Pendeta Palti Sihombing dalang kelompok sempalan itu. Ini gara-gara Sihombing, bekas Sekjen HKBP, kalah bersaing merebut jabatan Ephorus dalam SG Januari 1987 dengan Nababan. Dalam sejarah HKBP, baru sekali itulah Sekjen tidak terpilih jadi Ephorus. Buktinya, menurut Munthe, Sihombing menandatangani buku Parmaraan tadi. Dalam SG yang barusan, Sihombing disebut sebagai kelompok Nabuni (tersembunyi), dengan penyandang dana Dr. Amudi Pasaribu, Rektor Universitas HKBP Nommensen. Dalam kelompok ini, juga tersebut Brigjen. (Purn.) MT. Situmeang, anggota Dewan Pimpinan Yayasan (Depiya) Universitas HKBP Nommensen. Situmeang mengadukan Nababan ke Laksusda Sumbagut sebagai otak demonstrasi mahasiswa di Universitas Nommensen pada pertengahan 1988. Berdasarkan rapat Parhalado Pusat (Pengurus Pusat) HKBP, 24-26 Oktober 1988 di Pearaja Tarutung, 300 km dari Medan diputuskan supaya kedua kelompok tersebut minta maaf kepada Ephorus. Deadline-nya 28 dan 31 Oktober 1988. Ternyata, yang datang menyerah cuma 6 pendeta. "Aku cuma ikut-ikutan," kata Pendeta Victor Hutabarat, salah seorang di antara keenam pendeta itu, pada TEMPO. Keenam pendeta itu, dalam SG tersebut, tidak ditindak. Sedang 32 lainnya dipecat dari jabatannya. Togar Tambunan dipecat sebagai Dekan Fakultas Kejuruan Ilmu Pendidikan Universitas Nommensen. Pendeta S.P. Siregar dipecat sebagai Praeses HKBP Distrik Asahan Labuhanbatu, Sum-Ut. Sedang Sintua A.M. Ambarita dipecat dari Parhalado Pusat. Amudi Pasaribu dipecat sebagai Rektor Universitas Nommensen. Lalu, M.T. Situmeang dicopot dari Depiya Universitas Nommensen. Keputusan tersebut sebelumnya dibahas di rapat komisi. Tatkala dibawa ke rapat paripurna, para peserta yang berjumlah 614 orang meneriakkan koor: "Setuju." Mereka yang ditindak, bila masih ribut dalam tempo 3 bulan ini, dicabut kependetaannya. Harian SIB ikut kena getah. Para peserta SG berteriak, surat izin terbit harian SIB diusulkan ke Menteri Penerangan agar dicabut. Nama koran itu, selama SG berlangsung, diubah jadi Sumber Informasi Bohong. Akhirnya, setelah ditimbang-timbang, SIB diminta agar diperingatkan Menpen saja. Di seluruh gereja HKBP, diumumkan permintaan SG, supaya anggota HKBP berhati-hati membaca SIB, yang disebut "tidak bertanggung jawab". Pemimpin Redaksi SIB, G.M. Panggabean, memilih diam ketika dihubungi TEMPO. Kelompok Togar Tambunan, selama SG berlangsung, ternyata berkumpul di sebuah rumah, 500 meter dari tempat SG itu. Mereka menangis, begitu tahu dipecat lalu mereka membikin acara, layaknya perjamuan kudus. Mereka menenggak anggur merah. "Kami mau bikin HKBP II," kata mereka. MS & Sarluhut Napitupulu (Biro Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus