Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kejaksaan Agung didesak memberlakukan jerat maksimal terhadap konglomerat Surya Darmadi. Pemilik PT Duta Palma Group itu telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi alih fungsi lahan yang merugikan keuangan negara senilai Rp 78 triliun. Pegiat antikorupsi dan organisasi lingkungan hidup berharap Surya juga dijerat dengan aturan tentang kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penggundulan kawasan hutan secara ilegal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Roni Saputra, menyatakan selama ini Kejaksaan Agung hanya menghitung kerugian negara berdasarkan nilai keuntungan yang didapat Surya dari bisnis perkebunan sawit di atas kawasan hutan secara ilegal. "Semestinya, Kejaksaan Agung juga memperhatikan pemulihan lingkungan hidup akibat kerusakan hutan di atas lahan seluas 37.095 hektare di Provinsi Riau tersebut," kata Roni, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggung jawab pengembalian pemulihan lingkungan itu dapat dilakukan dengan menjerat PT Duta Palma Group dan semua perusahaan milik Surya sebagai tersangka korupsi serta pencucian uang. Upaya itu bisa ditempuh sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebab, pelaku lapangan dalam alih fungsi lahan dan perusakan hutan adalah korporasi.
Pemeriksaan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi PT Duta Palma Group, Surya Darmadi (tengah), di Kejaksaan Agung, Jakarta, 15 Agustus 2022. Dokumentasi Kejaksaan Agung
Surya Darmadi juga bisa dijerat dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan Hidup. Dalam aturan itu tercantum metode penghitungan untuk mengukur kerusakan lingkungan. Dengan demikian, nantinya Surya Darmadi dan perusahaannya berkewajiban memulihkan lingkungan sesuai dengan kajian.
Dalam perkara korupsi alih fungsi lahan ini, Surya diduga telah menyuap pejabat pemerintah untuk mendapatkan lahan seluas 37.095 hektare di Riau pada 2003-2022. Kejaksaan Agung menjerat Surya dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ada pula pengenaan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyangkut keuntungan Surya selama hampir dua dekade menggangsir sawit dari kawasan hutan.
Menurut Roni Saputra, pengenaan pasal-pasal tersebut merupakan instrumen bagi penegak hukum dalam upaya mengembalikan uang kerugian negara. Basisnya adalah kajian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang kerugian negara senilai Rp 78 triliun. Karena itu, Kejaksaan Agung menyita aset-aset Surya dan PT Duta Palma Group. "Apa pun kekayaan yang dimiliki Surya, sepanjang ditemukan kecurigaan berdasarkan analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), maka dapat dituntut oleh negara,” kata Roni.
Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus, Febrie Adriansyah, menjelaskan bahwa nilai aset milik Surya Darmadi yang saat ini disita penyidik sekitar Rp 10 triliun. Kekayaan tersebut didapat dari berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan Surya. Bentuknya antara lain kebun sawit, belasan sertifikat tanah di Jakarta Selatan, tanah atas apartemen, dan sertifikat atas hak guna bangunan di sejumlah tempat. "Belum dihitung nilai persisnya, hampir Rp 10 triliun," ucap Febrie.
Kejaksaan, kata Febrie, juga memblokir semua rekening perusahaan milik Surya, di antaranya PT Seberida Subur, PT Panca Agro Lestari, PT Palma Satu, PT Banyu Bening Utama, dan PT Kencana Amal Tani.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, menyebutkan penyitaan bakal terus dilakukan. Bahkan seluruh aset yang nanti diketahui berhubungan dengan Surya bakal disita. Upaya yang dilakukan kejaksaan ini belakangan memicu Surya menyerahkan diri setelah delapan tahun menjadi buron. "Kalau tidak datang menyerahkan diri, dia rugi karena tidak bisa melakukan pembelaan hukum," katanya.
Peneliti dari Transparency International Indonesia, Sahel Muzzammil, mengapresiasi terobosan yang dilakukan Kejaksaan Agung dengan menyita seluruh aset Surya Darmadi di Indonesia. Karena itu, Surya tak punya pilihan selain menyerahkan diri. "Yang harus menjadi pertanyaan, ada pencucian uang yang belum terungkap, apalagi kerugian negara mencapai Rp 78 triliun," tutur Sahel.
Dia mendorong Kejaksaan Agung menelusuri terus aliran uang Surya yang didapat dari bisnis di kawasan hutan tak berizin. Aset-aset semua perusahaan yang terkait dengan Surya perlu diusut. Selain itu, Sahel mendukung adanya penghitungan nilai kerugian negara akibat kerusakan lingkungan di kawasan hutan yang dirambah PT Duta Palma Group.
AVIT HIDAYAT | ROSSENO AJI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo