Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika masih berkutat menyusun rumusan peraturan presiden yang akan menjadi dasar pembentukan lembaga penyelenggara pelindungan data pribadi. Padahal keberadaan lembaga penyelenggara itu sangat penting karena akan menjadi pelaksana pelindungan data pribadi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Draf peraturan presidennya masih dimatangkan. Setelah itu, kami ajukan izin prakarsa kepada presiden,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi, Usman Kansong, Rabu, 8 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usman mengatakan, tim Kementerian Komunikasi menyusun rumusan peraturan presiden ini tanpa melibatkan pihak eksternal Kementerian. Sebab, kata dia, Kementerian Komunikasi belum merasa perlu untuk melibatkan mereka. “Sampai saat ini, naskahnya dari tim kecil yang kami bentuk,” kata Usman.
Ia menjelaskan, setelah Presiden Joko Widodo memberikan izin prakarsa atas draf peraturan presiden, Kementerian Komunikasi akan berdiskusi dengan berbagai kelompok masyarakat tentang materi draf peraturan presiden tersebut.
Petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) melakukan proses perekaman data kartu tanda penduduk (KTP) elektronik di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 5 Kota Madiun, Jawa Timur, 1 Februari 2023. ANTARA/Siswowidodo
DPR mengesahkan UU Pelindungan Data Pribadi pada 20 September 2022. Satu bulan setelahnya, Presiden Joko Widodo menandatanganinya menjadi UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
Pasal 58 UU PDP mengatur bahwa penyelenggara pelindungan data pribadi adalah sebuah lembaga, yang dibentuk dan ditetapkan oleh presiden lewat peraturan presiden. Lembaga tersebut juga bertanggung jawab kepada presiden.
Lembaga ini bertugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pelindungan data pribadi; mengawasi penyelenggaraan pelindungan data pribadi; menegakkan hukum administrasi terhadap pelanggaran UU PDP; serta memfasilitasi penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Menurut Usman Kansong, pemahaman mengenai lembaga penyelenggara pelindungan data pribadi berada di bawah presiden itu masih multitafsir. Sebab, bisa saja lembaga penyelenggara berada di bawah kementerian, yang secara tidak langsung juga berada di bawah presiden.
“Jadi, polanya banyak. Contohnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan. Lembaga ini berada di bawah presiden, tapi melalui Kementerian Kesehatan,” kata Usman.
Juru bicara Communication & Information System Security Research Center (CISSReC), Ibnu Dwi Cahyo, menyarankan lembaga penyelenggara pelindungan data pribadi tidak berada di bawah Kementerian Komunikasi, melainkan menjadi institusi yang independen. Pertimbangannya, pejabat Kementerian Komunikasi juga berpeluang menyalahgunakan data pribadi. Dengan demikian, keberadaan lembaga penyelenggara PDP di bawah Kementerian Komunikasi akan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
"Lembaga itu bertanggung jawab untuk menentukan siapa yang salah atau tidak. Obyeknya bukan hanya perusahaan, tapi juga pejabat," kata Ibnu, kemarin.
Ia berharap lembaga penyelenggara PDP menjadi institusi yang kuat karena proses digitalisasi di berbagai sektor terus berkembang. Selain itu, kebocoran data pribadi yang tersimpan di perusahaan maupun lembaga negara sudah sering kali terjadi dalam tiga tahun terakhir. Tapi pemerintah tak dapat berbuat banyak untuk menindak kebocoran data pribadi tersebut.
Menurut Ibnu, keberadaan lembaga penyelenggara PDP ini akan mengawasi pemrosesan data konsumen untuk meminimalkan potensi kebocoran data. "Kalau ada kebocoran data lagi, lembaga ini akan menginvestigasi kepada lembaga negara atau perusahaan swasta. Lembaga ini akan menjadi penegak pelindungan data pribadi."
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar berpendapat, Pasal 58 UU PDP seperti memberi cek kosong kepada presiden untuk membentuk lembaga penyelenggara pelindungan data pribadi. Sebab, pasal tersebut tidak mengatur desain lembaga tersebut.
Ia juga menyoal rencana menempatkan lembaga penyelenggara PDP itu di bawah Kementerian Komunikasi karena akan membuat institusi tersebut tak efektif mengendalikan data pribadi. Wahyudi menyarankan lembaga penyelenggara PDP ini bersifat independen dan berbentuk lembaga pemerintah non-kementerian, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) maupun Badan Narkotika Nasional (BNN).
Wahyudi juga menyarankan Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah tentang pembentukan lembaga penyelenggara PDP lebih dulu sebelum membuat peraturan presiden. Ia menilai keberadaan peraturan pemerintah lebih penting karena aturan itu akan mengatur tugas, fungsi, dan tata pelaksanaan kewenangan lembaga penyelenggara PDP. Sedangkan peraturan presiden hanya akan menegaskan pembentukan lembaga penyelenggara tersebut.
"Kami khawatir ada upaya Kementerian Komunikasi tetap menempatkan lembaga ini di bawah Kominfo,” kata Wahyudi.
Peneliti dari Center for Digital Society (CfDS), Universitas Gadjah Mada, Faiz Rahman, berpendapat, ketentuan dalam Pasal 58 tentang keberadaan lembaga penyelenggara PDP berpeluang ditafsirkan secara luas karena tidak diatur bentuknya dalam undang-undang. Dosen Fakultas Hukum UGM ini juga mendorong pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah dan peraturan presiden tentang lembaga penyelenggara PDP secara bersamaan. “Kalau peraturan presiden lebih dulu, nanti bingung mau ngapain. Sebab, yang mengatur soal tata pelaksanaan lembaga pelindungan data pribadi ada di peraturan pemerintah,” kata dia.
Faiz berharap lembaga penyelenggara pelindungan data pribadi ini segera terbentuk. Sebab, potensi penyalahgunaan data pribadi menjelang Pemilu 2024 sangat besar. Misalnya data pribadi dimanfaatkan untuk memobilisasi massa.
HENDRIK YAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo